"Tujuan RUU Cipta Kerja ini adalah menciptakan lapangan kerja yang seluas-luasnya dan merata di seluruh wilayah NKRI dalam rangka memenuhi hak atas penghidupan yang layak"
Demikian pernyataan Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartanto mengenai alasan disusunnya RUU Cipta Kerja. RUU Cipta Kerja ini merupakan Omnibus Law yang menjadi Undang-Undang utama terkait investasi dan lapangan kerja dengan menggabungkan sejumlah Undang-Undang menjadi satu Undang-Undang yang lebih ringkas dan terintegrasi.
Seperti diketahui, birokrasi di negara kita terhitung rumit, terlalu banyak regulasi yang pada akhirnya membuat proses perizinan menjadi lama dan panjang. Di era yang serba cepat ini, bisa jadi hal ini membuat investor malas berusaha di Indonesia dan mengalihkannya ke negara lain. Kalau sudah seperti ini, tentu berdampak pada potensi lapangan kerja yang hilang.
Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja terdiri atas 11 klaster pembahasan dengan beberapa poin di dalamnya, yaitu Penyederhanaan Perizinan Berusaha, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan, Kemudahan dan Perlindungan UMKM, Kemudahan Berusaha, Dukungan Riset dan Inovasi, Administrasi Pemerintahan, Pengenaan Sanksi, Pengadaan Lahan, Investasi dan Proyek Pemerintah, dan Kawasan Ekonomi.Â
Melihat banyaknya klaster dalam Omnibus Law tersebut, terlihat bagaimana Rancangan Undang-Undang mencoba menyelaraskan aspek investasi, lapangan kerja serta UMKM dalam satu regulasi yang jelas. Nantinya diharapkan tak ada lagi kesimpangsiuran dalam proses investasi serta hak dan jaminan bagi tenaga kerja serta perlindungan UMKM dalam satu aturan yang terpadu.
Namun jika mencermati beberapa pasal didalam RUU ini, terdapat beberapa  pasal yang melindungi kepentingan pekerja. Sebut saja soal Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)  yang tertuang dalam Pasal 46A. JKP ini berupa pelatihandan sertifikasi, uang tunai, dan fasilitas penempatan.
"Jadi manfaat JKP, pemerintah akan memberikan pelatihan (kerja), memberi uang saku selama 6 bulan, serta penempatan bekerja. Ini khusus bagi karyawan yang perusahaannya bangkrut atau kena PHK (bukan karena tindak kriminal) dan aktif membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan," kata Airlangga Hartarto ketika mengomentari klausul ini.
Soal pesangon juga dibahas dalam RUU Cipta Kerja ini. RUU ini memberi formulasi besaran pesangon bagi pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Formula lain, jika pekerja di penjara karena melakukan tindak pidana, perusahaan tidak wajib membayar gaji. Tapi wajib memberi bantuan kepada keluarga pekerja yang menjadi tanggungan.
Soal pemberian bonus bagi pekerja juga termasuk yang diatur dalam RUU ini. Besarannya diatur dari masa kerja. Sebagai contoh, masa kerja kurang dari 3 tahun, bonus diberikan sebanyak 1 kali gaji, demikian seterusnya terdapat formula perhitungan tertentu. Perusahaan yang terkena kewajiban pemberian bonus ini adalah perusahaan menengah ke atas dengan jumlah pekerja yang besar.