Saya sendiri merasakan efek panic buying ini di minggu pertama selepas Presiden Jokowi mengkonfirmasi temuan positif covid-19 di Indonesia. Saya kesulitan membeli masker, hand sanitizer maupun cairan antiseptik. Stok di apotek dan supermarket kosong. Â Di online shop kenaikan harganya bisa mencapai sepuluh kali lipat dari harga normal. Efek buruknya, rumah sakit dan tenaga medis kekurangan masker dan cairan antiseptik tersebut. Ini tentu tak kita harapkan.
Jadi, perlukah kita melakukan panic buying dan rush money di tengah ketidakpastian akibat pandemi covid-19 ini? tentu saja tidak perlu. Kalau pun keukeuh, dampaknya justru akan memperburuk kondisi saat ini. Baik panic buying maupun rush money adalah tindakan egois yang dapat berdampak pada stabilitas sistem keuangan dan ekonomi secara keseluruhan.
Ketika kita menimbun barang, akan menyebabkan kelangkaan yang berpengaruh pada naiknya harga barang. Sementera saat banyak orang melakukan rush money, ini akan mengerus ketersediaan uang di bank. Kedua kondisi ini berpengaruh pada peningkatan inflasi yang efeknya menyebabkan perekonomian menjadi macet bahkan terpuruk.
Padahal, kita tak perlu panik. Skenario terburuk akibat wabah covid-19 ini telah diantisipasi oleh Pemerintah. Sejumlah kebijakan disiapkan untuk menjawab tantangan ini. Apa saja itu?
Pemerintah mengeluarkan Perpu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona. Perpu ini menjadi payung hukum bagi penyediaan anggaran dan kebijakan keuangan terkait penanganan Covid-19.
Tak tanggung-tanggung, jumlah pembiayaan APBN 2020 untuk pos penanganan Covid-19 ini mencapai 405 triliun rupiah. Alokasinya dipecah menjadi 75 triliun untuk dana kesehatan, 110 triliun untuk jaring pengamanan sosial, 70 trilun untuk insentif perpajakan dan bantuan KUR (Kredit Usaha Rakyat), dan 150 triliun untuk pembiayaan program ekonomi nasional. Anggaran ini dijadwalkan mulai cair bulan April ini hingga 3 bulan ke depan.
Pemerintah juga menginstruksikan untuk merealokasi anggaran yang dianggap tidak perlu untuk dialihkan pada upaya penanganan wabah covid-19 ini. Di kantor saya (saya ASN Daerah) beberapa kegiatan dirombak. Beberapa pos seperti perjalanan dinas, pelatihan dan beberapa belanja barang jasa yang dianggap tak bersentuhan langsung dengan kebutuhan rakyat dicoret untuk dialihkan untuk penanganan wabah covid-19 ini. Hal yang sama pastinya diberlakukan juga oleh Pemerintah Daerah lain.
Bentuk bantuan dari anggaran tersebut direalisasikan dalam berbagai bantuan sosial, baik berupa uang langsung maupun beragam subsidi. Sebut saja Program Keluarga harapan (PKH), Program kartu Sembako, serta yang sedang hot diperbincangkan, Program kartu Pra Kerja. Selain itu, Pemerintah juga memberikan subsidi pembayaran listrik, serta Stimulus Usaha Rakyat (KUR).
Dalam rangka menjamin stabilitas pasokan bahan pokok, Pemerintah bekerja sama dengan sejumlah asosiasi pengusaha sektor riil, khususnya asosiasi pengusaha untuk menjamin kesediaan barang kebutuhan harian masyarakat.
Dalam hal keringanan pembayaran kredit, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan kebijakan pelonggaran pembayaran kredit bagi debitur yang terdampak covid-19, baik perseorangan maupun korporasi.Â