Kadang aku suka geli sendiri tentang mitos air mata duyung itu. Darimana logikanya lendir mata Dugong bisa mempunyai khasiat seperti itu? Manusia memang terkadang aneh, disatu sisi sudah bisa menciptakan teknologi yang begitu canggih, tapi disisi lain masih berkutat dengan tahayul.
Kabarnya, harga satu Dugong bisa dijual sampai seratus juta rupiah. Wow, bukankah itu fantastis? Khusus Air mata Dugong saja bisa dihargai sampai lima juta rupiah. Alasan inilah yang membuat Dugong begitu menggiurkan untuk diburu.
Selain perburuan, terkadangkami juga tertangkap secara tak sengaja oleh jala nelayan ikan, atau istilahnya bycatch. Kalau saja nelayan itu mengerti tentang kami, kami akan dilepas kembali ke laut. Masalahnya, banyak juga nelayan yang tetap menyeret kami ke darat, untuk kemudian menjual kami, baik secara utuh maupun dengan dipotong-potong.
Plis deh, aku sudah banyak mendengar dari para Dugong yang harus kehilangan kerabat mereka karena terjala secara tak sengaja. Aku juga sempat kehilangan anakku yang terjaring nelayan. Aku sangat sedih jika mengenangnya. Â
Rasanya aku perlu buka rahasia soal mengapa perburuan Dugong bisa membuat kami menuju kepunahan. Kami terhitung lambat dalam bereproduksi. Jangan samakan kami dengan ikan-ikan, yang sekali bertelur bisa mencapai puluhan bahkan ratusan telur.Â
Kami ini binatang mamalia. Satu ekor Duyung membutuhkan waktu 9-15 tahun untuk menjadi dewasa dan siap bereproduksi. Sementara itu, dibutuhkan waktu 14 bulan bagi Dugong untuk melahirkan satu individu baru setiap 3-7 tahun sekali. Itulah mengapa aku sangat gelisah dengan kelangsungan hidup kami.
Aku gelisah, jangan-jangan aku adalah generasi terakhir dari Dugong-Dugong yang tersisa!
Dugong Semakin Sulit Mencari Makan
Hal lain yang membuatku resah adalah soal kondisi padang lamun tempatku mencari makan. Tunggu, kalian tahu apa itu lamun? Lamun yang menjadi makanan utamaku adalah sejenis tumbuhan  berbunga yang tumbuh di dasar pesisir. Hamparan luas lamun itu yang kusebut padang lamun.