Saatnya DPD RI lebih didengar
Dengan melihat kewenangan serta adanya harapan masyarakat kepada para senator tersebut, sudah saatnya kini suara DPD RI lebih didengar. Hasil dua survey LSI diatas bisa menjadi modal penting bagi para senator untuk lebih serius memperjuangkan kepentingan daerahnya. Soal integritas, rasanya laporan BPK RI yang mengganjar DPD RI dengan label WTP (Wajar tanpa pengecualian) 9 kali berturut-turut menjadi bukti para anggota DPD RI ini relatif bersih dibanding kamar sebelahnya. Ini bisa menjadi  poin lebih bagi mereka. Soal kinerja? Dari release DPD RI tahun 2014, kiprah DPD RI selama 10 tahun terakhir yang telah menghasilkan 494 keputusan menjadi bukti produktivitas mereka tidak bisa diragukan lagi (sumber: disini).
Langkah awal untuk membuat suara DPD RI lebih didengar adalah dengan merubah image mereka selama ini. Persepsi publik yang memandang DPD RI sebagai sub-ordinate DPR perlu dirubah, karena memang secara legal posisi mereka adalah setara. Soal persepsi ini, dalam dunia politik ia memegang peranan sangat penting untuk mengarahkan perhatian masyarakat pada seorang politisi. Al Ries, pakar komunikasi publik, Â pernah mengatakan bahwa perception is more important than reality, and sometimes the perception is reality.
Kemudian, dengan membaca dua hasil survey LSI diatas, ini adalah momen yang sangat tepat bagi semua senator untuk membangun personal brand yang terpercaya (trustworthy) di mata publik. Jika masing-masing senator ini memiliki personal brand yang trustworthy, secara bersamaan akan terbentuk collective brand DPD RI yang terpercaya. Â
Salah satu langkah untuk membentuk personal brand yang terpercaya tersebut, para senator sudah saatnya sering tampil di berbagai media. Tidak bisa dipungkiri, media memegang peranan penting bagi seseorang dalam melakukan komunikasi publik. Tentu saja, untuk mengkomunikasikan personal brand ini bukan perkara instan, ia butuh waktu yang lumayan lama. Kuncinya adalah intensitas mereka eksis di berbagai media tersebut haruslah tinggi. Sering-seringlah tampil di televisi, eksis di surat kabar, mengelola personal website, serta menjalin komunikasi dengan konstituennya dengan menggunakan berbagai media sosial. Tentu bukan sembarang tampil, mereka juga harus bisa ikut mengkritisi isu yang berkembang sesuai dengan kapasitas dan kompetensinya. Soal ini, saya percaya mereka memiliki kompetensi yang sama moncernya dengan para anggota DPR RI. Jadi, ini hanya soal bagaimana memanfaatkan media untuk bisa meningkatkan brand image saja.
Sangat mudah mencari contoh betapa efektifnya media dalam membangun persepsi publik. Karier Joko Widodo yang bermula dari Walikota solo, kemudian menjadi Gubernur Jakarta dan kini menjadi Presiden Indonesia adalah efek menjadi media darling. Demikian pula dengan Ridwan kamil yang berhasil menjadi walikota Bandung karena kepiawaiannya mengelola media social dalam mengkomunikasikan program-programnya. Ini bisa menjadi contoh bagaimana senator kita bisa merebut hati masyarakat.
Kesimpulannya, bagaimana membuat suara DPD RI tersebut didengar adalah soal bagaimana kemauan mereka untuk keluar kandang, mengkomunikasikan kiprah mereka selama ini serta bagaimana menjembatani aspirasi rakyat didaerahnya untuk bisa menjadi isu penting di tingkat pusat. Salah satu kuncinya adalah dengan memanfaatkan pers maupun media sosial secara efektif dalam membangun personal brand mereka yang terpercaya di mata publik. Pertanyaannya, mau nggak?
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H