Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menjelaskan manusia,bisakah full secara material ?

28 Desember 2024   17:14 Diperbarui: 28 Desember 2024   17:14 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MENJELASKAN MANUSIA,BISAKAH FULL SECARA ILMU MATERIAL ?

Fenomena psikologis-spiritual semisal kebahagiaan,ketulusan,cinta kasih,kemunafikan,iri hati,sombong, angkuh dlsb semua itu kita sadari sebagai ADA bukan berdasar pandangan mata-indera secara langsung tapi berdasar KESADARAN PIKIRAN.Dunia indera hanya menangkap permukaannya atau tanda tanda nya atau bukti eksistensinya tapi substansinya pikiran kita yang menyadarinya

Contoh ; orang yang bahagia bisa kita lihat lewat gestur tubuh serta raut muka nya, demikian pula orang yang sombong bisa kita ketahui lewat gestur tubuh,raut muka serta kata yang ia ucapkan

Artinya,semua fenomena psikologi-spiririal tsb kita ketahui bukan dengan menggunakan alat medis. Beda dengan misal ketika kita ingin memeriksa kualitas darah atau kualitas unsur biologis tubuh kita maka alat medis yang paling berperan

Nah dari fenomena tsb ya wajar kalau orang mendefinisikan ada 2 unsur yang membentuk diri manusia ; jiwa-raga,materi-non materi,ruhaniah- jasmaniah.Unsur jasmani atau biologis karena ia material maka ia dikelola oleh sains-oleh alat medis,tapi unsur non materi (psikologi-ruhaniah) di kelola oleh ilmu psikologi serta ajaran agama

Seluruh  istilah-kalimat yang berasal dari fenomena psikologi-ruhaniah tsb beserta definisinya ada dalam kamus dan bukanlah ciptaan sains atau tidak dibuat oleh sains tapi muncul secara alami dari peradaban kehidupan manusia

Dan kita tahu materialisme ilmiah berambisi menjelaskan semua fenomena di alam full secara material termasuk fenomena psikologis-ruhaniah dlm diri manusia,Mereka tak terima kalau tersebut fenomena yang dibentuk oleh unsur "non materi",Dan karena dasarnya mereka tak percaya dualisme ruhani-jasmani,Mereka berpandangan satu satunya substansi yang membentuk manusia hanya materi,Maka dalam pandangannya manusia harus dan bisa dijelaskan full secara mareri

Nah masalahnya ; Andai-kalau mau menjelaskan manusia full secara materi itu pertama adalah harus ada infrastruktur ilmiahnya dulu yang yang memadai, termasuk kosakata-istilah harus full materi-tak boleh meminjam istilah psikologi-ruhaniah.Dan yang memiliki dokumentasi infrastruktur ilmu material itu adalah sains

Contoh ; istilah "pikiran,akal budi,kesadaran,emosi" itu semua masih istilah psikologis-ruhani.Tak bisa menjelaskan manusia full secara material tapi campur aduk dengan penjelasan psikologis-ruhaniah

Dan penjelasan full material itu contohnya adalah apa yang kita temukan dalam dunia sains,penjelasan AI,komputer, mesin,teknologi,ilmu kedokteran,ilmu biologi bisa full material walau ada selipan penjelasan psikologis

Bisakah menjelaskan pikiran-kesadaran manusia misal full berdasar mekanisme gerakan atom atau partikel elementer atau vibrasi gelombang energi atau berdasar operasi data data dalam teknologi AI atau berdasar ilmu matematika atau gerak elektromagnetik otak atau berdasar pengetahuan terhadap fungsi neuron  atau berdasar ilmu biologi ?

Itu semua tantangan bagi materialisme ilmiah hari ini dan kedepannya.Yang jelas selama ini disadari atau tidak kita menjelaskan alam pikiran,kesadaran,fenomena perilaku itu dengan menggunakan kosakata,istilah serta mekanisme pnjelasan yang bukan berasal dari sains atau ilmu fisik-material

.........

Pertanyaan ; Sejauh mana fenomena gerak materi yang telah ditemukan sains di alam,baik fenomena makro maupun mikro,Apakah ada yang kualitasnya telah bisa menyamai fenomena gerak pikiran manusia termasuk kesadarannya ?

Karena bila ingin menjelaskan pikiran-kesadaran atau "jiwa" manusia full secara material itu harus selaras-paralel-serupa-sejenis dengan apa yang telah sains temukan dan bisa jelaskan dari semua - seluruh obyek yang berkategori materi

Jadi jangan ada semacam main klaim ; menjelaskan manusia klaimnya secara materi tapi penjelasannya masih berkategori psikologis-ruhaniah.Maka itu harus full mencontoh penjelasan sains ketika sains menjelaskan fenomena fenomena material termasuk istilah yang dipakai harus full saintifik-karena sains adalah institusi yang mengelola obyek fisik-materi

Bila tidak atau belum bisa ? Ya jangan pernah menyalahkan penjelasan yang selama ini umum di pakai di ranah publik yang sifatnya memakai penjelasan dualistik yang klasik ; jiwa-raga, rohani-jasmani,pikiran-tubuh

Misal kalau ingin full menjelaskan pikiran sebagai entitas "materi" atau "data informasi" dan operasi pikiran dipandang sebagai operasi material-operasi data informasi seperti dalam AI ya minimal harus terlebih dulu menganggap pikiran sama kualitas dan kuantitasnya dengan data data yang terbuat dari energi yang di materialkan atau di kuantisasi

Apakah akan terjadi suatu saat nanti para psikolog,psikiater serta para agamawan menyerahkan penjelasan tentang jiwa-pikiran pada para saintis, neurosaintis,para pakar AI dan penjelasan " klasik" tidak lagi dipakai ?

Entahlah,itu hanya-cuma ber andai andai,yang jelas sampai saat ini penjelasan manusia masih bertumpu pada penjelasan "klasik" yang bertumpu pada penjelasan dualisme jiwa-raga, ruhani-jasmani

Yang jelas kini sedang ada terjadi benturan penjelasan antara kaum dualist yang "konservatif" vs materialist yang ingin serba penjelasan baru yang full material,dan ini adalah salah satu fenomena kekinian-era millenial yang juga masuk ke problem ilmu pengetahuan umat manusia

Tapi yang mesti kita ketahui adalah bahwa substansi atau hakikat sesuatu itu tidak akan berubah walau sains berkembang,walau kosakata berubah, walau penjelasan berubah ubah.Misal hakikat "manusia","pikiran","jiwa" itu tidak akan pernah berubah walau sampai kiamat nanti.Yang berubah ubah cuma cara manusia melihat-mempersepsinya atau mengelolanya

Neurosains misal betapapun menyelidiki fungsi dan aktifitas neuron tapi hakikat pikiran tetaplah suatu yang otonom- tersendiri,maka ilmu tentang pikiran beda dengan ilmu tentang materi neuron

...........................................

Ini ulasan seorang rekan atas artikel saya diatas (untuk lebih memahamkan persoalan) ;

1. Batasan Ilmu Material dalam Menjelaskan Pikiran dan Kesadaran.

Sains telah membuat kemajuan besar dalam memahami otak manusia, misalnya melalui neurosains dan teknologi pencitraan otak. Namun, hingga saat ini, penjelasan sains tentang kesadaran masih terfragmentasi. Aktivitas neuron, interaksi sinaptik, atau pola gelombang elektromagnetik otak dapat menjelaskan korelasi material dari pikiran, tetapi substansi pengalaman subjektif (seperti kebahagiaan, cinta, atau kesadaran diri) masih belum sepenuhnya terjabarkan dalam istilah material. Fenomena ini dikenal sebagai
"hard problem of consciousness" (Chalmers, 1995), yang membedakan antara korelasi fisik kesadaran (neural correlates) dan pengalaman subjektif itu sendiri.

2. Fenomena Gerak Pikiran vs Gerak Materi dalam Sains.

Hingga kini, tidak ada fenomena gerak materi yang ditemukan sains yang kualitasnya benar-benar setara dengan fenomena gerak pikiran manusia.
Pikiran adalah entitas yang tidak hanya memproses informasi tetapi juga memiliki dimensi subjektif (quale).
Teknologi AI, misalnya, dapat memproses data, mempelajari pola, dan membuat keputusan berdasarkan algoritma, tetapi tidak memiliki pengalaman kesadaran atau makna subjektif dari data tersebut.

3. Keselarasan Penjelasan Material dengan Fenomena Pikiran.

Jika kita ingin menjelaskan pikiran-kesadaran manusia dalam kerangka material, maka mekanismenya harus:

-Setara secara kausalitas dengan gerakan materi dalam skala mikro atau makro.

-Menggunakan terminologi yang materialistik dan tidak meminjam istilah yang sifatnya dualistik atau metafisis.

Saat ini, sains memiliki banyak istilah untuk menggambarkan fungsi otak, seperti "sinapsis," "neurotransmiter," atau "neuroplasticity," tetapi belum memiliki bahasa materialistik yang sepenuhnya menggantikan istilah seperti "pikiran" atau "kesadaran."

4. Potensi dan Tantangan Masa Depan.

Materialisme ilmiah mungkin terus berkembang, terutama dengan kemajuan dalam neurosains, fisika kuantum, dan teknologi AI.
Namun, untuk menyamai atau bahkan menggantikan penjelasan dualistik, harus ada:
-Kemajuan signifikan dalam memahami mekanisme dasar kesadaran.
-Bahasa ilmiah yang benar-benar baru untuk menggambarkan pengalaman manusia tanpa bergantung pada istilah psikologi-ruhaniah.

Jika ini tercapai, mungkin saja peran psikologi tradisional atau agama dalam menjelaskan kesadaran akan berkurang.
Namun, hingga saat ini, penjelasan dualisme jiwa-raga tetap relevan karena mampu mengakomodasi aspek subjektif manusia yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan oleh sains material.

5. Kesimpulan.

Fenomena pikiran-kesadaran manusia adalah wilayah yang kompleks dan multidimensional. Materialisme ilmiah menghadapi tantangan besar untuk menjelaskan aspek-aspek ini secara penuh, baik dari segi mekanisme maupun bahasa. Selama sains belum mampu menjelaskan kesadaran secara komprehensif dalam kerangka materialistik, penjelasan dualisme jiwa-raga akan tetap menjadi pendekatan yang sahih dan relevan.

-oOo-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun