Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Mengapa Ada Prinsip Ketidakpastian dalam Sains dan Logika dalam Metafisika

25 September 2024   11:16 Diperbarui: 25 September 2024   11:17 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

MENGAPA ADA PRINSIP KETAKPASTIAN DALAM SAINS DAN LOGIKA DALAM METAFISIKA

Dalam dunia ilmu pengetahuan segala suatu dapat dirumuskan atau di konsepsikan itu karena ada dua posisi ; subyek dan obyek.Tidak akan ada ilmu pengetahuan bila hanya ada satu-tanpa ada keduanya.

Semua institusi baik sains-filsafat maupun agama bisa melahirkan rumusan deskriptif, konsep konsep-hal hal konseptual itu karena ada peran subyek dan obyek.Salah besar kalau obyek ilmu dianggap hanya ada dalam sains dan tidak dalam metafisika termasuk agama,lalu obyektifitas dianggap hanya ada dalam sains atau hal empiris. Lalu metafisika termasuk agama dianggap hanya ranah subyektif.Adanya konsep konsep formal yang bersifat baku-permanen dan disepakati umum itu menunjukkan bahwa metafisika memiliki obyek baku yang didalami dan dapat difahami secara sama oleh yang mendalaminya

Fihak tertentu yang berpandangan materialist suka melenyapkan status obyek ilmu dari metafisika lalu metafisika dipandang murni hanya ranah subyektif dan ranah subyektifitas maka pendalaman seperti yang saya buat ini perlu untuk memberi pemahaman mengapa metafisika ada.Artinya,seperti dalam sains dalam metafisika pun ada obyek baku-permanen, menjadi dasar,prinsip,bahan kajian sampai metode keilmuan,cuma karakternya beda dengan obyek sains

Karena ilmu pengetahuan adalah konsep yang mengelola keseluruhan yang ada dalam realitas baik fisik mapun non fisik-dibalik dunia fisik-metafisika.(Ini pemahaman dasar terhadap ilmu pengetahuan yang universal) ,maka otomatis obyek ilmu pun ada dalam fisika maupun metafisika

Tapi keduanya (subyek-obyek) mesti ditarik pada dua kutub terpisah tiada lain agar posisi keduanya jelas,Termasuk agar kita tahu mana posisi obyektif (murni tentang atau bicara obyek) dan mana posisi subyektif (pandangan atau pengalaman subyek)

Tapi dalam praktek yang namanya obyek dan subyek itu selalu saling beririsan dan dalam suatu kasus kadang kita tidak tahu dimana batas jelas antara subyektif dan obyektif,tapi dalam kasus seperti ini jangan lantas beranggapan bahwa subyek tinggal sendirian dan obyek sudah dianggap tidak ada.Jangan menganggap obyek tidak ada hanya karena tidak bisa dilihat atau sulit difahami.Karena pada dasarnya dalam realitas manusia tidak tinggal sendirian

Karena untuk memahami sesuatu sebagai obyek dan obyektif kadang tak cukup hanya peran indera tapi perlu peran element abstrak seperti pikiran, kesadaran,imajinasi,akal budi,hati nurani.Ini terjadi ketika manusia sudah berhadapan dengan obyek yang abstrak,tidak jelas-blur,kabur,tidak fisik.

Maka ketika berhadapan dengan obyek obyek abstrak seperti obyek metafisika atau kuantum posisi subyek dan obyek kadang seperti tidak jelas batasannya,tapi dalam kasus seperti ini bukan berarti obyek tidak ada lalu di stigma "cuma ranah subyektif" atau yang ada hanya subyek dan subyektifitas, obyeknya ada tapi perlu pendalaman untuk memahami keberadaannya dan tak lagi cukup peralatan inderawi

Dalam ranah sains apakah semua obyeknya selalu empiris dan selalu bisa di   reduksi pada penjelasan obyektif serba terukur ? Kalau tidak bisa maka mesti dianalisa kenapa fenomena tsb bisa terjadi

Karena sudah merupakan kelumrahan- keumuman-fenomena umum bahwa bila sesuatu sudah tidak dapat dirumuskan oleh dunia indera maka manusia sudah biasa menggunakan peralatan abstrak seperti akal untuk mendalami nya secara lebih jauh.Ini terjadi misal di dunia kuantum

Dalam ranah fisika klasik obyek sains begitu jelas-obyektif demikian pula subyek yang menangkap dan mereduksinya kedalam penjelasan terukur berdasar hukum fisika,semua serba obyektif karena posisi subyek pun jelas sebagai penangkap yang tidak menafsir obyek secara berbeda beda menurut subyektifitas individu.Maka rumusan fisika klasik bukan berdasar subyektifitas individual tapi murni berdasar hakikat obyek

Terus mengapa fenomena serupa tidak terjadi dalam ranah kuantum dan muncul fenomena ketakpastian,wacana absurditas-ilusi ?

Itu karena dlm ranah kuantum posisi obyek sudah mulai blur-tidak serba jelas secara inderawi-mulai mengarah ke abstrak maka posisi subyek dan subyektifitas dalam persoalan ini mulai muncul dominan.Dalam metafisika pun posisi subyektifitas nampak dominan itu bukan berarti obyek tidak ada tapi untuk memahami identitas obyek,definisi serta hakikat obyek dalam hal ini perlu pendalaman-tak cukup sepintas pandangan mata.

Ini kurang lebih sama dengsn kasus dalam dunia kuantum yang untuk memahami secara obyektif-menurut hakikat obyek sudah tak bisa di rumuskan berdasar pandangan mata semata

Apakah ketakpastian itu hakikat obyek atau hanya tangkapan sepintas sang subyek ? Nah disini mulai beririsan antara ranah fisika dengan metafisika,antara obyek dengan pendalaman subyektif

Kalau berhenti sebatas tangkapan inderawi lalu mendeskripsikan dimensi kuantum sebagai ketakpastian-ranah probabilistik-dunia ilusi terus membuat statement bahwa "dasar realitas (fisik) adalah ketakpastian" ya bisa saja,Tapi tahukah anda bahwa itu sebenarnya pernyataan subyektif ? Disebut subyektif itu karena hanya mengacu pada pandangan inderawi

Di dunia nampak posisi obyek dan obyektifitas ditentukan mutlak oleh dunia indera tapi di dunia kuantum peran indera sudah tidak lagi dominan atau menentukan sehingga untuk memahami obyektifitas dalam ranah kuantum orang mesti mulai pake yang namanya akal atau logika.Ini mirip dengan kasus kasus dalam dunia metafisika

Kalau kita mau mencari hal yang "se obyektif obyektifnya" dalam dunia kuantum memang tak boleh cuma berbekal tangkapan indera.Secara indera memang nampak tak pasti,absurd, probabilistik,Tapi kalau kita analisa pake logika adalah suatu yang mustahil bila hal serba tak pasti bisa memunculkan kepastian diranah materi padat atau dunia nampak

Contoh; mekanisme perputaran siang malam,unsur unsur kimia yang melekat pada beragam element yang memiliki sifat tetap,mekanisme perputaran planet planet,hukum fisika deterministik dlsb. kalau ditelusuri hingga ke ranah kuantum mustahil kalau awal mulanya adalah ketakpastian berdasar atau yang mengacu pada probabilistik,Atau mustahil itu semua dihadirkan oleh sesuatu yang acak-probabilistik yang dasarnya ketakpastian

Jadi kalau mau pake logika,dibalik ranah kuantum itu mesti ada sesuatu yang mendesain-mengatur-mengarahkan hingga suatu yang nampak acak-tak pasti itu mengarah pada kepastian-keteraturan- mekanisme seperti yang kita lihat di dunia nampak-kasat mata

Tapi ini kan sudah bukan ranah sains empirik,persoalan ini sudah murni persoalan logika akal,Artinya kalau mau faham soal ini orang tak cukup pake indera dan alat bantu indera berupa peralatan sains canggih itu

CERMINNYA ; MANUSIA

Kalau mau faham lebih jauh dunia kuantum mari bercermin pada manusia

Secara lahiriah-kasat mata kita bisa memastikan gerak gerik atau perilaku manusia melalui tangkapan indera atas fisiknya.Tapi tahukah anda mengapa gerak gerik atau perilaku tubuh manusia itu teratur-bertujuan-tidak acak ? Itu karena dibalik tubuh manusia ada pikiran ! Pikiranlah yang menata perilaku tubuh hingga teratur dan bertujuan.Artinya dibalik yang nampak ada yang abstrak atau tak nampak yang mengendalikan.(Ini sama dengan dasar untuk memahami metafisika yaitu menelusuri obyek yang abstrak dibalik yang nampak karena yang nampak-materi-fisik mustahil bergerak atau eksist sendirian tanpa peran yang abstrak)

Untuk menangkap gerak-perilaku tubuh secara obyektif ya indera kita yang harus kita pakai,tapi untuk memahami pikiran dibalik perilaku tubuhnya maka dunia indera tidak bisa lagi dipakai untuk mengukur obyektifitasnya.Obyektifitas dunia alam pikiran terlalu rumit-kompleks bila harus dinilai semata oleh dunia indera

Obyektifitas perilaku seseorang tak bisa dinilai atau disimpulkan sebatas berdasar tangkapan indera karena bila diamati secara lebih dalam bisa jadi antara  perilaku tubuh atau perkataan dengan isi pikiran tidak sinkron.Orang bisa nampak berbuat baik tapi bisa jadi isi pikirannya siasat untuk menipu atau pencitraan

Jadi dengan mempelajari atau bercermin pada manusia maka kita bisa mendalami secara lebih jauh beragam fenomena alam bukan saja dengan memakai acuan pandangan inderawi tapi dengan menggunakan akal pikiran

Contoh; Mengapa manusia berpikir "harus ada desainer dibalik desain alam" ..itu karena bercermin pada dunia manusia,Karena di dunia manusia tak ada benda buatan manusia yang bisa tiba tiba terbentuk dan memiliki desain bila tanpa ada pembuatnya

INTISARI

Dari uraian diatas kita ambil simpulan bahwa yang namanya obyek serta obyektifitas tidak sertamerta selalu bisa di simpulkan oleh tangkapan indera atau diacukan pada tangkapan inderawi karena indera tak akan bisa melihat sesuatu yang abstrak dibalik yang fisik-materi,Maka akal pikiran  mesti mulai dipakai untuk menyelidiki hal hal non fisik dibalik yang fisik.Dan fungsi metafisika itu kurang lebih untuk mendalami hal yang dunia indera sudah tak bisa secara langsung menjelaskannya  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun