Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Bencana Ilmu Pengetahuan Adalah Bila Istilah Obyektif Ditaruh Hanya Pada Sains

28 Agustus 2024   07:50 Diperbarui: 28 Agustus 2024   12:50 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MENCARI OBYEKTIFITAS DI RANAH NON EMPIRIS-METAFISIS LEBIH SULIT

Bila seseorang merasakan sakit dan orang lain tak tahu apa penyebabnya maka itu adalah sesuatu yang sifatnya subyektif karena orang lain tidak merasakannya, Apakah itu ada obyeknya ? Pasti ada,obyektifitas si sakit adalah pada yang dirasakannya,itupun andai yang bersangkutan tidak berbohong.Tapi lain dengan sakit yang penyebabnya bisa orang lihat misal luka dibacok,maka orang lain pun dapat yakin kalau korban merasakan sakit itu pasti hal obyektif

Nah seorang dokter agar obyektif dalam membuat analisa dan memberi resep maka ia harus bertanya apa yang dirasakan sang pasin bila sang dokter tidak melihat langsung penyebabnya dari luar

Dalam kasus orang sakit maka ada subyek yang merasakan dan ada fihak luar  yang dapat menangkap karena ia pun sama sama manusia yang juga dapat merasakan sakit yang sama.Jadi makna obyektif disini bukan berarti orang lain dapat melihat tapi juga dapat merasakan serta memahami seperti sikap seorang dokter ia faham apa yang mesti dilakukan untuk pasiennya berdasar obyek rasa sakit yang di informasikan si pasien

...............

Ranah sains sering disebut obyektif karena semua orang-umum dapat melihat hasilnya secara inderawi.Sedang di luar sains sering di stigma hanya ranah subyektif karena dipandang tidak empiris.Ini menciptakan semacam ketidak adilan di ranah ilmu pengetahuan seolah obyek ilmu hanya ada di ranah sains dan tidak ada di ranah metafisika.Seolah obyektifitas hanya ada di ranah sains-tidak pada hal hal diluar sains

Jadi untuk hal hal yang sifatnya empiris-inderawi orang lebih mudah menilai sesuatu sebagai "obyektif".Sedang hal hal yang tidak empiris sering atau mudah dilabeli istilah "subyektif". Masalah dasarnya adalah ; tidak semua hal-realitas dalam kehidupan ini serba obyektif dalam artian dapat ditangkap oleh umum secara inderawi

Jadi hal pertama yang mesti di fahami atau dirumuskan dalam dunia ilmu pengetahuan adalah ; bahwa baik ranah fisika maupun metafisika itu sama sama memiliki obyek nya tersendiri dan obyek yang menjadi bahasan tersebut dapat difahami hanya oleh yang mendalami atau memahaminya

Pemahaman atas makna obyektif yang paling dangkal adalah menganggap semua orang bisa menangkapnya dan ini adalah makna obyektif yang sifatnya empiris yang umum mudah menangkapnya semisal cahaya matahari atau sifat api panas

Sedang makna obyektif yang paling mendalam sekaligus ilmiah adalah sesuatu itu obyektif bagi yang telah mendalami atau memahami obyeknya dan makna ini tidak bisa ditarik bersifat umum karena tidak semua orang dapat memahami obyek tertentu

Maka karena itulah secara keilmuan tidak boleh melekatkan istilah "obyektif" hanya dengan hal hal yang sifatnya inderawi-empiris,mengapa ? Karena semua orang punya potensi juga untuk bisa menangkap atau merasakan atau mengalami hal yang sifatnya tidak empiris.Bila banyak orang bisa menangkap-merasakan atau mengalami sesuatu yang tidak empiris maka sesuatu tsb biasanya dapat dilabeli "obyektif" atau memiliki nilai obyektifitasnya tersendiri.Ini sama dengan bahwa semua orang dapat merasakan sakit secara fisik atau marah atau menderita atau bahagia.

Manusia bisa menderita,bahagia, marah,punya keyakinan, dlsb itu semua adalah hal subyektif karena dirasakan atau dialami per individu tapi juga sesuatu yang obyektif dalam arti semua manusia dapat merasakannya atau faham obyeknya ada karena dapat dirasakan.Demikian pula dengan sakit kepala atau sakit perut karena sudah umum dirasakan dan obatnya tersedia dimana mana maka itu dapat menjadi suatu hal yang obyektif

Dari sini kita dapat belajar bahwa hal obyektif itupun bukan melulu hanya suatu yang sifatnya empiris atau bersifat fisik

Nah bagaimana caranya menetapkan obyektifitas pada hal-persoalan-obyek yang tidak empiris ? Ini tentu lebih sulit tapi bukan berarti tidak bisa.Selalu ada jalan - metode untuk memahaminya. Intinya tak boleh menetapkan hal yang tidak empiris selalu sebagai "subyektif" bila obyeknya telah atau bisa difahami minimal oleh banyak orang yang bisa menangkap dan-atau merasakan secara sama

Contoh ; merasakan ketenangan atau kebahagiaan batin saat beribadat itu adalah suatu yang subyektif karena itu pengalaman pribadi,Tapi apakah itu ada obyeknya  ? Ini seperti kasus si sakit tadi,obyeknya adalah pada yang dirasakan.Maka pada orang yang beribadat pun obyeknya ada pada yang dirasakan.Walau tidak semua yang beribadat fisik pasti merasakan ketenangan batin karena misal ada yang cuma ikutan ritual tanpa penghayatan.Tapi bila ada banyak orang bahkan di berbagai pelosok dunia yang merasakan ketenangan atau kebahagiaan batin tsb maka kita mulai dapat menilai ada sesuatu yang obyektif disana atau "sesuatu yang sama yang dirasakan banyak orang".

Nah disini kita belajar menilai sesuatu dari aspek subyektif dan juga obyektif-tidak melulu dari aspek subyektif.Subyektif ketika yang menyatakan satu orang,tapi bila pengalaman itu dirasakan oleh banyak orang di seluruh dunia maka kita mulai menangkap nilai obyektifitas tersendiri dari peribadatan

.......................

Bagaimana dengan ranah metafisika termasuk ranah agama yang sering di stigma orang ranah subyektif,Apakah tidak ada obyektifotas atau hal yang obyektif disana ?

Seperti saya singgung diatas menangkap hal obyektif di ranah metafisika lebih sulit daripada menangkap di ranah fisika,tapi bukan berarti tidak ada.Dari zaman ke zaman hal metafisis itu selalu ada,selalu jadi bahasan,bahkan jadi praktek kehidupan umum seperti agama itu artinya obyeknya ada

Orang beragama di seluruh dunia bisa meyakini hal yang sama,memegang prinsip yang sama,mempraktekkan hal yang sama itu artinya bagi mereka semua ada suatu hal yang obyektif dalam arti yang dapat difahami bersama

MENCARI DAN MENETAPKAN DEFINISI DI RANAH METAFISIK

Hal atau cara atau metode lain dalam mencari nilai obyektif di ranah metafisika adalah mencari dan menetapkan sesuatu yang sifatnya definitif.Definisi sesuatu yang ditetapkan dan difahami bersama itu menjadi acuan untuk menetapkan obyektifitas

Contoh dalam ilmu logika ada hukum yang disebut hukum logika.Salah satu hukum logika berbunyi "dua atau lebih hal yang berlawanan mustahil semua benar".Nah hukum ini bagi orang yang ber akal sehat suatu definisi yang obyektif karena dapat diterima karena difahami.Demikian pula hukum logika semisal hukum identitas non kontradiksi.

Obyektif disini acuannya adalah akal-bukan inderawi.
Inilah perluasan makna obyektif dari sekedar inderawi

Itulah,ilmu logika itu bukan ilmu empiris tapi kebenaran serta obyektifitas dalam ilmu logika dapat dinilai oleh akal pikiran manusia.Artinya,dalam ilmu logika ada definisi definisi yang menjadi acuan untuk menilai rumusan atau pemikiran berdasar logika sebagai obyektif atau tidak

Demikian pula dalam agama wahyu,ada konsep ketuhanan dengan definisi yang jelas.Dan tiap orang yang beragama wahyu memang dapat menghayati persoalan ketuhanan secara berbeda beda sesuai dengan kualitas pengetahuan serta pengalaman yang berbeda tapi secara prinsipiil mereka memagang satu definisi ketuhanan yang sama yaitu bahwa Tuhan agama wahyu adalah maha esa-bukan entitas fisik atau materi-maha kekal-maha menghakimi dll.

.............

Artikel ke 2 ;

ADA OBYEK FISIKA DAN METAFISIKA.ADA YANG DILIHAT MATA DAN DI PIKIRKAN.MAKA ISTILAH OBYEKTIF PUN MESTI DIPERLUAS MAKNANYA

Apa sebenarnya makna "obyek" ? Makna obyek selalu disandingkan dengan subyek sebagai entitas yang menangkap obyek. Bila ada istilah "subyek" maka mesti ada "obyek" sebagai penyerta

Nah apakah "obyek" itu hanya terkait segala suatu yang ditangkap secara indera oleh subyek ? Kalau istilah itu dikaitkan hanya dengan obyek inderawi maka istilah "obyektif" hanya bisa ada dalam sains dan tak boleh misal dibawa bawa ke dunia metafisika

Terus apa obyek bahasan misal dalam metafisika termasuk agama kalau disana tidak ada "obyek" dan hanya ada subyek ?

Kalau dalam metafisika tidak ada obyek maka mustahil metafisika serta agama bisa jadi obyek bahasan,menjadi sesuatu yang digumuli,menjadi sesuatu yang didalami,dibicarakan oleh manusia sebagai subyek

Nah bila anda ingin faham bahwa dalam metafisika-termasuk dalam dunia agama itu ada obyek yang dibahas,didalami sampai kepada difahami serta diyakini dan-hingga menjadi pedoman hidup atau pedoman dalam berpikir bagi sang subyek maka artinya istilah "obyek" tidak bisa hanya bermakna sesuatu yang bisa di alami secara indera tapi juga di tangkap oleh alam pikiran manusia atau misal difahami oleh logika akal manusia

Nah maka sebab itu membatasi makna "obyek" dan istilah "obyektif" sebatas obyek inderawi dan ranah sains itu membuat manusia secara keilmuan mempersempit wawasan keilmuan mereka sendiri dan kedua, tidak sesuai dengan fakta yang dialami manusia itu sendiri

Dalam perikehidupannya sehari hari manusia sebagai subyek tidak hanya bergumul dengan persoalan yang bersifat fisik-materi-inderawi tapi juga dengan hal yang sifatnya non empirik-non fisik-ruhaniah-spiritual-psikologis-metafisik yang jelas juga ada obyeknya.Dan obyeknya itu bukan hanya bersifat pribadi tapi bisa sama dialami oleh banyak orang.Semisal sedih atau bahagia itu hal yang umum dirasakan semua orang.Maka kalau misal ada orang yang sedih karena ditinggal mati orang yang di cintai itu hal subyektif dalam arti dirasakan oleh seorang individu yang mengalami tapi juga obyektif dalam arti semua orang dapat memahami mengapa ada kesedihan karena semua dapat merasakan hal yang sama

YANG ADIL ADALAH TEMPATKAN ISTILAH OBYEKTIF ITU DI SEMUA ASPEK KEHIDUPAN DAN ILMU PENGETAHUAN

Maka itu karena kompleksitas persoalan yang dihadapi manusia maka tidak adil kalau istilah obyek serta obyektif hanya ditaruh di dunia ilmu fisika dan tidak di dunia metafisika.Karena dalam kehidupannya manusia bukan hanya melihat obyek obyek fisik-materi-inderawi tapi juga memikirkan, menangkap, bergumul dengan obyek obyek yang non fisik-non inderawi

Maka istilah "obyektif" itu idealnya ya jangan di sematkan hanya pada obyek inderawi semata tapi juga hal hal non fisik atau secara keilmuan ; persoalan metafisika.Dan ini adalah untuk mengakomodasi persoalan keilmuan yang dihadapi oleh umat manusia yang adalah sangat kompleks-tidak hanya menyangkut dunia fisika tapi juga aspek metafisika- spiritual-kerohanian

Menempatkan istilah obyektif hanya dalam sains itu akan menggiring manusia pada mindset materialisme seolah ilmu pengetahuan itu hanya harus yang terbukti secara empiris atau hanya berkaitan dengan obyek yang bisa dibuktikan secara empiris

.....................

Artikel ke 3


MANUSIA MEMILIKI PIKIRAN,APAKAH ITU HAL SUBYEKTIF ?

Terlalu banyak atau sudah kecenderungan umum (?) kalau istilah "obyektif" dikaitkan hanya dengan hal fisik-materi- empiris-sains,karena hal fisik adalah obyek yang paling mudah ditangkap dan paling mudah diterima oleh semua fihak-umum

Tapi dalam kehidupannya apakah manusia sebagai subyek hanya berhadapan dengan obyek obyek yang bersifat fisik ? Terlalu kerdil untuk memiliki pandangan seperti itu dan juga tidak sesuai dengan kenyataan pengalaman manusia

Karena dalam pengalaman saya sendiri saya selalu berhadapan dengan obyek serta persoalan fisik sekaligus non fisik-metafisik.Dan bila bercermin pada peradaban umat manusia maka itupun persis sama dengan pengalaman saya

Dalam perikehidupannya manusia bergumul tidak hanya dengan obyek serta persoalan fisik tapi juga non fisik-metafisik,maka dalam peradaban umat manusia kita mengenal sains,filsafat serta agama,itu bukti bahwa apa yang saya ungkapkan benar adanya.Karena sains,filsafat serta agama menggumuli obyek serta persoalan yang berbeda

MENANGKAP YANG MATERI DAN NON MATERI

Tentusaja karakternya berbeda. Menangkap obyek materi kita menggunakan peralatan indera + bantuan alat sains,sedang menangkap obyek non materi kita menggunakan peralatan non inderawi ; pikiran,perasaan,kesadaran,akal

Maka ada yang obyektif menurut indera dan ada yang obyektif menurut non inderawi semisal kesadaran pikiran atau perasaan

Contoh ; manusia dengan segala infrastruktur fisik-biologis nya itu hal obyektif bagi indera dan-maupun bagi sains.Tapi bahwa manusia memiliki kesadaran,alam pikiran,emosi- perasaan,akal,nurani atau empati adalah obyek yang ditangkap bukan oleh peralatan indera atau peralatan  sains

Contoh lain, seorang ibu bagi anak anaknya adalah entitas obyektif bagi indera tapi kasih sayang ibu pada anaknya adalah obyektifitas yang hanya kesadaran kita yang dapat menangkapnya

Artinya,yang non materi itu untuk menangkap serta memahaminya melibatkan peran penangkapan, kesadaran,pengalaman sang subyek

Dan hal non materi pun dapat melahirkan rumusan yang untuk orang yang memahaminya dipandang "obyektif" dalam arti obyeknya ada dan dapat ditangkap serta difahami keberadaannya seperti entitas non materi yang ada dalam jiwa manusia

Terus mengapa istilah obyektif serta obyektifitas melulu hanya dikaitkan dengan obyek fisik-inderawi serta santifik ?

Nah pemahaman yang dangkal-menyebelah-tidak adil dalam menerapkan istilah "obyek" dan "obyektif" itu yang membuat dimensi metafisika sulit di tempatkan secara sejajar dengan dimensi fisika,Alias terjadi ketak adilan secara ilmu pengetahuan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun