Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Fakta dan Logika Sebagai Jembatan Iman

18 Agustus 2024   18:55 Diperbarui: 18 Agustus 2024   19:05 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artinya kebenaran logika itu UNTUK DIFAHAMI AKAL-BUKAN UNTUK DI TANGKAP INDERA.Maka melekatkan akal hanya dengan pembuktian empirik seolah yang masuk akal itu harus yang bisa dibuktikan secara empirik itu = membelenggu atau mengerangkeng akal supaya tidak memikirkan hal hal yang tidak ada bukti empiriknya.Atau membuat akal tunduk takluk menjadi hamba sahaya dunia indera.Karakter akal seperti ini tidak akan bisa dibawa berkelana ke dunia metafisika atau menyelesaikan persoalan persoalan yang sudah metafisis

MENGAPA AKAL TAK BOLEH TERIKAT MUTLAK PADA (INPUT) INDERA ?

Nah ini harus berangkat dari pemahaman terhadap realitas dulu.Orang harus faham konsep realitas yang bersifat utuh- menyeluruh dulu supaya faham statement yang saya buat tsb

Realitas yang bersifat utuh-menyeluruh itu bukan semata fakta fakta atau fenomena yang bisa masuk pengalaman dunia indera dan jadi obyek sains.Realitas yang kita tangkap dengan indera itu hanya sebagian kecil dari realitas atau realitas yang bersifat permukaan.Dibalik itu ada realitas lain yang pengalaman dunia indera kita tak akan bisa menangkap secara langsung secara empiris

Jadi sebelum bicara lebih jauh soal fakta dan logika kita harus faham terlebih dulu konsep realitas yang utuh.Karena bila seluruh realitas faktual atau bisa difaktualkan maka akal tidak perlu bekerja diluar pengalaman inderawi.Akal bekerja di ranah metafisika salah satu sebab dasarnya adalah KARENA REALITAS TIDAK SELURUHNYA EMPIRIS

Ateis sering vonis iman tidak berdasar fakta dan tidak berdasar logika itu karena pemahamannya terhadap konsep realitas sudah salah dari awal,seolah yang disebut sebagai realitas hanya sebatas yang bisa ditangkap pengalaman inderawi

Bagaimana memastikan adanya realitas lain yang diluar tangkapan indera dan alat sains (sebagai alat bantu indera) ? Itu bukan melalui metode empiris-inderawi tapi dengan membaca TANDA TANDA atau BUKTI EKSISTENSI

Contoh ; Dengan indera kita bisa menangkap beragam perbuatan lahiriah-fisik tapi Apa dibalik hal fisik tersebut maka dunia indera-sains sudah tak bisa mengamatinya secara langsung karena bersifat abstrak-bersifat pikiran-psikologis-ruhaniah yang sudah bukan ranah sains lagi

Contoh lain dari membaca tanda dan bukti eksistensi keberadaan yang gaib adalah dengan mengamati apa yang terjadi pada eksistensi para nabi.Para nabi sudah biasa dilekatkan dengan hal yang sifatnya mukjizat dan itu masuk akal karena itu memiliki tujuan yaitu agar umatnya faham bahwa dibalik nabi ada yang maha kuasa.Demikian pula penghukuman terhadap umat umat durhaka itu tanda dan bukti eksistensi adanya yang maha kuasa dibalik para nabi.Bukti eksistensi Ilahiah yang real-terjadi dalam sejarah para nabi itu tak terjadi misal pada penganut Zeus,dewa ini dan itu.Maka wajar kalau agama wahyu dibedakan dengan agama yang didesain manusia

Contoh lain; konsep pengadilan akhirat itu berangkat dari kenyataan yang sudah sering saya tulis tentang kenyataan.Dalam realitas ada pertarungan antara benar-salah,baik-buruk,kebenaran-kebatilan, kebaikan kejahatan maka logika bermain dengan menggunakan prinsip sebab akibat bahwa pengadilan akhirat adalah suatu yang ideal adanya

Ateis sering vonis alam akhirat khayalan atau tidak logis karena ukuran logis bagi mereka adalah prinsip empirisme-hal yang bisa dibuktikan secara empirik. Padahal apa kelak realitas yang akan dialami manusia setelah mati tak ada seorang pun yang bisa memastikan secara empiris berdasar observasi,orang beragama pun memiliki keyakinan itu karena mengikuti penjelasan kitab suci

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun