Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mengenal Hal Abstrak dalam Diri Manusia

8 Juni 2024   08:59 Diperbarui: 8 Juni 2024   09:45 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dan kadang unsur pengalaman itu jauh lebih kuat ketimbang ilmu pengetahuan. Ketika ilmu pengetahuan sulit mendeskripsikan atau menjelaskan sesuatu yg ada dalam pengalaman manusia secara tertata-konstruktif maka dalam pengalaman sesungguhnya kita dapat memahami secara nyata dan lebih jelas

Dalam pengalaman kita bisa memahami apa itu cinta,kasih sayang,kebaikan, pengertian,rasa empati,kemarahan dlsb yg tidak diajarkan dalam disiplin ilmu ilmu material seperti biologi atau ilmu fisika atau kimiawi

Ada orang yang mengaitkan hal emotif atau unsur perasaan dengan hormon.Tapi hormon itu adalah akibat dan bukan sebab   yang membuat orang mengenal misal rasa cinta,kasih sayang,kemarahan dlsb.Hal hal bersifat psikologis menyangkut perasaan sebab pertamanya bukan selalu diatur atau disebabkan oleh unsur hormonal tapi lebih oleh sesuatu yg bersifat abstrak yang ada dalam jiwa.Kemudian itu memunculkan hormon tertentu.Jadi keliru kalau hormon dianggap pengendali utama pikiran dan perasaan.Seseorang jatuh cinta pada si A dan bukan si B keputusannya bukan diambil oleh hormon cinta tapi oleh jiwa.Jadi bila seseorang jatuh cinta pada seseorang maka unsur hormon dan bukan hormon keduanya harus difahami.Jangan seolah perilaku emotif manusia full dikendali oleh hormon

Tapi materialist seolah ingin selalu menggambarkan bahwa semua unsur emotif berasal dari aktifitas hormonal-kimiawi.Karena unsur emotif pun awal mulanya bisa berasal dari pikiran.Jadi unsur hormonal tubuh adalah suatu yang menyertai atau mengiringi eksistensi dari yang abstrak dan bukan pengendali tunggal perasaan atau alam pikiran.Seseorang misal menjadi teis atau ateis itu sama sekali awal mulanya bukan karena faktor hormonal tapi karena pergumulan pikiran dalam jiwa nya

.................................

Jadi terkait hal fisik-tubuh maka disamping unsur pengalaman kita pun lebih banyak tahun via ilmu kedokteran.
Sedang terkait hal hal abstrak dalam diri kita maka kita harus lebih bercermin kepada pengalaman kita sendiri sebagai manusia maupun pengalaman sesama manusia

Hal hal fisik lebih bersifat obyektif karena itu bisa merupakan suatu yang dapat diamati secara medis.Sedang hal hal abstrak lebih banyak dialami dalam pengalaman hidup per individu jadi lebih bersifat subyektif.Tapi aspek obyektif dan subyektif ini tentu mesti disatu padukan bila kita ingin memahami keseluruhan. Jangan karena ia bersifat subyektif lantas di keluarkan dari ranah ilmu pengetahuan. Karena ilmu pengetahuan itu konsep yang harus menjelaskan keseluruhan,bukan hanya yang obyektif tapi juga yang subyektif

Dan tulisan ini sebagai pengingat bahwa di zaman serbuan materialisme ilmiah ke berbagai aspek termasuk aspek kemanusiaan dimana mereka selalu ingin menggambakan manusia sebagai makhluk material-bersubstansi materi atau "hanya pancaran materi" maka renungan kedalam diri untuk mengenali beragam fenomena abstrak seperti yg saya sebut perlu dilakukan

Bahkan dalam kenyataan kita sebenarnya lebih mengenali diri kita melalui hal hal yang bersifat abstrak ketimbang atribut atribut yang bersifat fisik-materi.Secara pribadi kita mungkin lebih mengenali diri kita sebagai seorang yang misal memiliki keyakinan atau ideologi atau filosofi tertentu atau idealisme tertentu ketimbang misal sebagai seseorang yang secara fisik adalah anak dari si anu atau famili dari si anu atau pegawai dari sebuah kantor atau seorang yang berprofesi tertentu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun