Kalau seseorang meminta orang lain untuk berfikir maka sering kita dengar ucapan ; 'pakai otakmu ...' katanya sambil jarinya menunjuk ke bagian kepala
Benarkah orang berfikir itu pakai otak,lalu bila otak mati atau kesadarannya sedang off seperti ketika tengah tertidur apakah seseorang lantas berhenti berfikir atau fikirannya mati ?
Kita buat analogi kendaraan dijalan terlebih dahulu biar kita faham duduk persoalannya
Seseorang berkendara dijalan raya itu memakai mobil-motor atau memakai jalan ?
Jawabannya pasti adalah memakai mobil-motor dlsb. fungsi jalan bagi semua kendaraan adalah-alat media agar dapat berjalan atau berlalu lintas. artinya kendaraan  bukan dilahirkan oleh jalan atau muncul dari jalan,tapi dibuat oleh manusia yang sekaligus membuat jalan jalannya
Nah orang berfikir itu memakai fikiran atau memakai otak ?
Karena fikiran dan otak itu berbeda,fikiran itu unsur ruhaniah-abstrak-sesuatu yang lahir atau bersumber dari ruh,sedang otak itu jasmaniah- materi-tidak abstrak.artinya fikiran itu bukan dilahirkan oleh otak tapi diciptakan Tuhan sebagai element atau unsur ruhani manusia yang sekaligus menciptakan otak sebagai sarana agar fikiran dapat berlalu lintas didalamnya alias berfikir
Dengan kata lain fungsi otak itu hanya sekedar sarana bagi fikiran agar fikiran dapat berlalu lintas didalamnya alias berfikir dan artinya otak bukanlah sumber asal lahirnya fikiran fikiran sebagaimana pandangan materialist ilmiah
Ketika otak mati apakah fikiran juga mati ? Ketika kesadaran otak tengah off apakah fikiran juga off secara total ?
Tentu tidak,karena fikiran adalah element ruh maka ia melekat kedalam ruh bukan melekat kedalam jasmani dan akan abadi bersama ruh karena ruh manusia diciptakan untuk abadi. analoginya ibarat soft ware komputer diangkat dari hardware yang rusak maka data data yang ada didalamnya tetap akan ada
Ketika seseorang tengah tertidur maka kesadaran otak tengah off, jalan jalan seolah tertutup bagi lalu lintas berfikir tapi fikiran tidak off total, ketika tertidur fikiran hadir melalui mimpi,bukan kesadaran otak yang menghadirkan mimpi mimpi tapi kesadaran ruh dimana fikiran fikiran berada didalamnya
Demikian ketika seseorang mengalami koma atau mati suri misal,maka fikirannya dapat melayang kesana kemari-mengalami ini dan itu,dan hal itu terjadi karena fikiran dibawa oleh kesadaran ruh nya, sehingga ketika ia siuman dan kesadaran motorisnya pulih kembali maka ia dapat mengingat pengalaman abstrak ketika tengah koma atau mati suri itu
Demikian pula ketika seseorang dinyatakan meninggal dunia maka fikiran fikirannya akan ikut kedalam ruhnya dan bukan ikut mati bersama jasmaninya
Sehingga di alam kuburnya fikiran manusia masih tetap hidup karena ia hidup dalam ruh dan dapat mengingat seluruh memori ketika hidup di alam dunia termasuk mengingat dosa dan kesalahannya dan itulah yang lalu membuatnya tersiksa secara batiniah
Itu adalah penjelasan sang pencipta dalam kitab suci tentang siklus kehidupan manusia mulai dari dunia hingga menuju kehidupannya di akherat, bisa disebut juga sebagai grand design Tuhan atas manusia
Pandangan kaum materialist
Nah bagaimana dengan pandangan kaum materialist yang tidak percaya adanya ruh dalam diri manusia dan otomatis tidak percaya bahwa fikiran adalah instrument ruh atau suatu yang bersumber dari  dan hidup dalam ruh
Maka materialisme ilmiah berupaya memposisikan fikiran tidak sebagai element ruh tapi sebagai bagian dari jasmani alias sebagai 'materi' ini juga adalah konsekuensi atas penolakan mereka terhadap keberadaan ruh dibalik jasad
Dan menjadikan otak sebagai sumber asal fikiran dan dan satu satunya alat berfikir sehingga ketika manusia mati dan otakpun mati maka mati pula lah fikiran manusia-tak ada keabadian dalsm pandangan kaum materialist tentunya tapi ini tentu sekedar teori manusia bukan grand design Tuhan
Ada hal menggelitik yang dipertanyakan kaum beragama khususnya ketika materialist menyatakan bahwa fikiran adalah instrument jasmani sebagaimana misal sel sel tubuh halus lainnya.pertanyaannya adalah ; bila fikiran adalah bagan atau partikular atau instrument dari jasmani maka mungkin sebagaimana darah sebagai instrument jasmani  itu bisa di cuci oleh mesin medis maka apakah fikiran juga bisa dicuci oleh mesin medis agar menjadi bersih misal ?
Atau bila pergerakan sel sel tubuh dapat dipantau atau dideteksi oleh mesin tekhnologi medis maka apakah jalan fikiran manusia juga bisa diperlakukan serupa ?
Itu adalah pertanyaan pertanyaan yang tentunya menjadi beban bagi kaum materialist untuk bisa menjawabnya
Karena ketika materialist memposisikan realitas hanya satu dimensi sebagai 'materi' maka beragam fenomena termasuk fenomena ruhaniah seperti 'berfikir' mau tak mau harus dijelaskan dengan menggunakan metode dan terminologi materialistik