Sebab itu menuntut bukti empirik langsung terhadap suatu proposisi metafisis itu merupakan sebuah kekeliruan besar karena yang dicari atau yang menjadi tujuan dari ilmu metafisika bukanlah kebenaran empirik tapi kebenaran rasional dan kebenaran rasional itu adalah bentuk kebenaran yang tidak bertumpu pada asas pembuktian empirik langsung tapi bertumpu pada pemahaman pemahaman akali. asas kebenaran rasional adalah 'dapat difahami akal' dan bukan dapat ditangkap dunia inderawi.
Jadi karena ilmu fisik dan ilmu metafisik itu berbeda prinsip, berbeda arah tujuan dan berbeda metodologi maka tidak serta merta instrument yang biasa digunakan di ranah ilmu fisik secara sederajat dapat digunakan pula di wilayah ilmu metafisik termasuk polarisasi obyektif-subyektif (dalam artian makna obyektif yang di selaraskan dengan 'empirik').
Sehingga terhadap propisisi propisisi metafisik termasuk deskripsi agama tak bisa misal kita menyatakan harus berdasar obyektifitas bila makna obyektif itu melulu diartikan empirik/
Itulah penyalah gunaan istilah obyektif-subyektif itu misal digunakan ketika satu golongan memvonis pernyataan atau deskripsi yang berasal dari agama sebagai subyektifitas semata dan karenanya tidak memiliki nilai obyektif, padahal yang dituju oleh agama sama sekali bukan obyektifitas atau kebenaran obyektif melainkan kebenaran metafisis termasuk kedalamnya kebenaran rasional.
Jadi penggunaan istilah obyekti-subyektif itu bila dibawa ke ranah metafisika disamping menimbulkan miskonsepsi juga menimbulkan kesalah fahaman,seolah ilmu metafisik itu hatus sederajat dan satu karakter dengan ilmu fisik.
Sebagian orang menganggap kebenaran agama itu juga harus obyektif (dalam artian harus berdasar bukti empirik langsung) sebagaimana kebenaran sains padahal orientasi atau yang dituju oleh sains dan agama jauh berbeda.sains mengejar kebenaran empirik sedang agama mengejar kebenaran metafisis termasuk kedalamnya adalah kebenaran rasional.
Apakah kebenaran rasional sebagai hasil rumusan metafisis itu juga harus obyektif (dalam artian empirik) sebagaimana kebenaran sains ? Tentu saja tidak sebab acuan rasionalitas bukanlah bukti empirik langsung tapi argument akali atau argument yang dikonstruk atau dibangun oleh akal.
Lalu bagaimana jalan keluar agar polarisasi obyektif-subyektif itu masih relevan bisa digunakan di dunia metafisik ?
Kita akan coba tela'ah pada bagian ketika dari tulisan ini nanti
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H