Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Miskonsepsi Istilah Obyektif-Subyektif (2)

15 Februari 2020   20:53 Diperbarui: 15 Februari 2020   20:57 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya ulangi kembali bahwa dalam kamus ilmu pengetahuan manusia pernah membuat konsep konsep polarisasi dalam upayanya mendefinisikan kebenaran secara lebih konstruktif, salah satu yang mengemuka adalah polarisasi melalui istilah 'obyektif-subyektif'

Maksudnya tiada lain untuk menempatkan suatu proposisi-pernyataan pada salah satu dari dua kutub yang berbeda atau berlawanan (polarisasi) antara dinilai obyektif atau subyektif untuk kepentingan melabelinya sebagai kebenaran atau bukan kebenaran dinilai sebagai kebenaran karena dipandang obyektif dan dinilai bukan kebenaran karena dipandang berdasar subyektifitas.

Tetapi konsep atau polarisasi demikian sebenarnya hanya cocok diterapkan di dunia empirik-ranah sains,mengapa? Kkarena makna 'obyektif' telah kadung difahami sebagai atau paralel dengan 'empirik' dan makna 'subyektif' diparalelkan sebagai hanya pandangan pribadi yang tidak berlandaskan fakta empirik langsung.

Atau dengan kata lain, konsep demikian ketika di praktekkan di dunia empirik-sainstifik di mana makna obyektif di paralelkan dengan 'empirik' nampak mengena-relevan karena dalam ranah empirik satu satunya kebenaran yang di cari atau dikejar adalah kebenaran empirik yang bersifat umum (dapat ditangkap serta difahami bersama secara umum) sehingga yang tidak bisa memberi bukti obyektif yang bersifat umum dianggap hanya argument bernilai subyektif dan dalam ranah empirik sudah mafhum bahwa nilai kebenaran dari subyektifitas itu bersifat relatif, dengan kata lain, dalam ranah ilmu empirik subyektifitas itu tidak diparalelkan dengan kebenaran karena yang dikejar murni kebenaran obyektif atau kebenaran yang dapat diterima oleh umum.

Nah masalahnya sekarang, bagaimana bila dualisme istilah obyektif-subyektif itu dibawa ke ranah metafisika-non empirik-non sains dan digunakan untuk menela'ah persoalan persoalan metafisik?

Disinilah miskonsepsi-kesalah fahaman-penjungkir balikkan makna obyektif itu terjadi. Di ranah empirik sudah biasa terjadi apabila pendapat atau argumentasi kita ingin diterima umum sebagai kebenaran maka pendapat kita harus obyektif dalam arti 'harus berdasar fakta empirik langsung yang dapat diterima oleh publik'.

Nah diranah metafisika apakah kita harus melakukan hal atau polarisasi serupa agar pandangan kita diterima sebagai kebenaran?

Apakah argument metafisika juga harus obyektif dalam artian harus 'berdasar bukti empirik langsung' ? Kalau harus berdasar bukti empirik langsung maka apa bedanya dengan prinsip serta kaidah ilmu fisik ?

Bukankah metafisika itu berbicara tentang hal hal atau entitas yang non fisik yang ada dibalik dunia fisik sehingga bagaimana mungkin hal atau entitas non fisik itu dapat di empirikkan mengingat substansinya juga adalah non materi dan karenanya mustahil dihadirkan secara empiris?

Sekarang bagaimana bila rumusan atau proposisi metafisika itu lalu dipandang cuma asumsi-tidak memiliki nilai kebenaran karena dianggap tidak berdasar obyektifitas karena tidak membawa atau tidak berdasar bukti empirik langsung?

Lalu apa bedanya proposisi metafisika dengan rumusan empiris bila dipandang sederajat sehingga juga harus berdasar bukti empirik langsung? Bukankah karakter ilmu metafisika itu berbeda dengan karakter ilmu fisik dan demikian pula metodologi keduanya juga adalah berbeda?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun