Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Ketika Sains Tumpang-tindih dengan Ilmu Metafisik

18 November 2019   12:36 Diperbarui: 18 November 2019   16:09 747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Images: youtube.com/c/TheBeliever

Sains adalah ilmu pengetahuan sistematis tentang dunia fisik-materi.secara spesifik tentang fisik alam semesta dan seisinya

Secara keliru orang sering memparalelkan pengertian 'ilmu pengetahuan' hanya dengan sains,seolah diluar sains tidak ada ilmu pengetahuan. Ideologi keilmuan yang menjadikan sains sebagai satu satunya ilmu pengetahuan yang sah-valid-dapat dipercaya adalah positivisme. Padahal pandangan ini tidak lah tepat karena di luar ilmu fisik ada ilmu metafisik.

Ilmu metafisik adalah bentuk ilmu yang menggumuli obyek non fisik-non materi. Ilmu metafisik digumuli utamanya oleh filsafat dan agama. Ilmu psikologi juga tak bisa dikategorikan sebagai sains karena menggumuli realitas non fisik yang tidak bisa serba di-empirik-kan

Bila kita mulai dari realitas sebagai bahan dasar utama seluruh ilmu pengetahuan maka realitas keseluruhan terbagi kepada dua dimensi antara yang fisik-materi dan yang non fisik-non materi.contoh real tentang fakta ini adalah manusia itu sendiri sebagai realitas yang terdiri dari jiwa-raga, badan-roh, fisik-pikiran.

Nah artinya sains menempati satu bagan- sayap dari realitas keseluruhan.sebab itu dari pemahaman dasar tentang realitas yang dualistik itu kita tak bisa memparalelkan ilmu pengetahuan hanya dengan sains.

Karena beda wilayah-beda obyek kajian maka sains dan ilmu metafisik itu berbeda metodologi. metodologi sains adalah prinsip empirisme,prinsip keilmuan yang bergantung sepenuhnya pada asas pembuktian empirik 

Dalam prinsip empirisme sesuatu disebut benar-memiliki nilai ilmiah hanya apabila berdasar bukti empirik langsung yang dapat diamati atau di verifikasi. Sebab itu dunia panca indera menjadi peralatan ilmiah yang utama dalam sains karena panca inderalah peralatan penangkap obyek empirik. Kedudukan akal dalam sains seolah untuk menunjang kepentingan dunia inderawi.

Sedang metodologi ilmu metafisik lebih menekankan penggunaan akal-cara berpikir sistematis dan sama sekali tidak meniscayakan adanya bukti empirik langsung. Karena dalam ranah ilmu metafisika yang lebih diutamakan dan menjadi tujuan adalah pemahaman akali atau rasionalitas. Sebab itu peralatan ilmiah yang utama dalam dunia metafisika adalah akal pikiran. Di mana berkebalikan dengan dalam sains maka dalam ilmu metafisika kedudukan dunia panca indera adalah sebagai pembantu bagi kepentingan atau eksistensi akal.

Dalam ranah metafisika sesuatu dapat dipandang benar- kebenaran-memiliki nilai ilmiah apabila dapat difahami oleh akal alias memiliki asas rasionalitas walau tanpa berdasar bukti empirik langsung.jadi bukti empirik dalam ranah metafisika hanya sekedar instrumen alat bantu untuk memperkuat rumusan-argumentasi-bukan instrument utama karena prinsip utama yang dicari adalah rasionalitas-prinsip pemahaman akali.

Rumusan-proposisi dalam sains dibuat berdasar bukti empirik yang tertangkap dunia inderawi secara langsung,sedang rumusan-proposisi dalam dunia ilmu metafisika dibuat berdasar hasil kajian akal,berdasar rasionalitas,berdasar pemahaman akal.

Terkait bukti-fakta empirik maka sains mensyaratkan fakta-bukti empirik langsung yang dapat diverifikasi sebagai asas ilmiah sedang ilmu metafisika memakai bukti empirik sebagai bukti tak langsung atau bahan bagi dirumuskannya bukti rasional.

Dengan kata lain,dalam ranah metafisika akal itu memiliki otoritas-kapasitas-kekuatan ilmiah untuk memastikan. Hal yang tentu tidak ada dalam sains yang mutlak hanya harus berdasar bukti empirik langsung. Dalam sains terlibatnya akal-rasionalitas dalam penelitian biasanya masuk wilayah hipotesa.

Ilmu teologi adalah bagan dari ilmu metafisika yang bersandar pada bukti tak langsung sebagai bagian dari kaidah keilmuan.rumusan tentang keharusan adanya Tuhan misal tidak dibuktikan secara langsung dengan pembuktian secara empirik karena Tuhan tidak bisa di-empirik-kan tapi misal menjadikan realitas empirik yang serba terdesain sebagai bukti rasional keharusan adanya sang pendesain-Tuhan.

Konsep alam akhirat adalah bentuk ilmu metafisika yang ada dalam agama artinya suatu ilmu yang dapat difahami oleh akal. Tetapi bukan berdasar pada bukti empirik langsung tapi berdasar pada pemahaman akali mengapa alam akhirat itu harus ada atau ideal bagi adanya. 

Caranya adalah dengan melihat fakta realitas kehidupan dunia di mana didalamnya ada kebaikan dan kejahatan yang mustahil terbalaskan secara sempurna di alam dunia sehingga logis bila harus ada alam akhirat sebagai kelanjutannya. Jadi realitas kehidupan dunia adalah bukti tak langsung atau bukti rasional dari difahaminya konsep balasan akhirat.

..............

Tetapi sayang kaum positivis-materialist yang ada-eksist di dunia sains tidak mengakui proposisi proposisi yang berasal dari wilayah metafisika apakah itu yang berasal dari wilayah filsafat maupun apalagi yang berasal dari wilayah agama sebagai bernilai ilmiah karena bagi mereka yang bernilai ilmiah hanya yang harus berdasar bukti empirik langsung. 

Dengan kata lain mereka menolak dalil akali-rasionalitas yang hanya bersandar pada bukti tak langsung.secara kasar sebagian memvonis proposisi proposisi metafisis dalam wilayah filsafat-agama sebagai 'omong kosong' hanya karena tidak berdasar bukti empirik langsung.

Itulah dualitas dari realitas dan dualitas dari bentuk ilmu pengetahuan yang menyisir realitas yang berbeda dimensi. Dan perlu di deskripsikan secara sistematis karena sering terjadi tumpang tindih dalam hal ini.

Contoh, sebagian saintis berideologi positivist memperlakukan agama dengan memakai standar keilmuan yang harus sama dengan sains yaitu mesti berdasar prinsip empirisme, padahal agama itu intinya adalah ilmu metafisika yang harus lebih banyak menggunakan prinsip akali-asas rasionalitas untuk memahami konsep konsep dasarnya, di mana dalam agama prinsip empirisme menempati hanya sebagian kecil-sebagai penunjang dan bukan bagan utama ilmu pengetahuan karena bagan utamanya bersifat metafisis. Tapi materialist ilmiah selalu menuntut pembuktian secara empirik langsung pada kaum agamawan seluruh deskripsi keagamaan.

Bentuk tumpang tindih lain adalah ketika prinsip sains dicoba dibawa ke ranah metafisika atau membuat rumusan metafisis dengan masih mengatas namakan sains. Contoh, sebagian mungkin menganggap bahwa deskripsi Steven haking-Richard dawkins tentang masalah ketuhanan adalah 'pandangan sains' atau 'berdasar prinsip sains' padahal itu adalah pandangan pribadi atau filosofi masing masing yang sudah ada diluar ranah sains. Karena prinsip sains-prinsip empirisme tak dapat digunakan secara langsung untuk membuat rumusan metafisis,rumusan metafisis itu biasa dibuat oleh akal-berdasar prinsip rasionalitas.

Artinya Hawking-Dawkin adalah orang orang yang mencoba menjelajah dunia metafisika-membuat rumusan tentang Tuhan-agama tapi tidak dengan dasar menggunakan metodologi metafisis yang berdasar rasionalitas tapi masih dengan mengatas namakan sains.

Jadi prinsip sains sebenarnya tak bisa secara langsung merumuskan Tuhan itu ada atau tidak ada.orang merumuskan Tuhan (harus) ada itu karena memakai prinsip rasionalitas bukan berdasar bukti empirik langsung.

Nah kalau teolog memakai akal-rasionalitas-cara berfikir akal yang terstruktur untuk merumuskan atau membuktikan keharusan adanya Tuhan maka kaum atheis materialist di dunia sains memakai kaidah apa untuk merumuskan Tuhan sebagai tidak ada (?), karena prinsip sains tak bisa digunakan sebagai dasar untuk merumuskannya karena Tuhan bukan wujud fisik-materi dan karenanya bukan obyek sains yang bisa di-empirik-kan.

Artinya, tertib metodologi harus dipatuhi ketika kita menjelajah dunia ilmu pengetahuan secara keseluruhan sehingga kapan metodologi sains dipakai serta untuk kepentingan apa dan kapan metodologi ilmu metafisika-metodologi rasionalitas dipakai serta untuk kepentingan apa.

Jangan sampai masuk ke ranah metafisika secara kaku dengan masih bersandar pada metodologi empirik, lalu mengacak acak filsafat-agama menyebutnya sebagai hanya 'omong kosong metafisis'. Atau selalu menuntut terhadap agama bukti bukti empirik langsung, padahal konsep agama lebih untuk difahami oleh akal selain oleh hati bukan untuk serba di-empirik-kan. Kalau semua dalam agama harus di empirikkan maka fungsi akal-hati serta iman sebagai SDM ruhaniah terdalam tidak akan muncul.

Ilmu metafisika itu berfungsi untuk mengasah SDM manusia yang berupa akal-hati untuk memahami realitas secara keseluruhan lalu menuntunnya untuk memiliki prinsip hidup berupa 'keyakinan hakiki' seperti iman. beda dengan sains yang mengasah SDM akal sebatas untuk memahami realitas fisik.

Dan sebagai sesama orang timur kita  juga jangan terkecoh dengan cara pandang keilmuan atau cara pandang terhadap realitas yang serba sebelah atau kalau dalam terminologi agama disebut 'bermata satu' yang sering umum biasa identikkan dengan 'cara pandang barat '

Artinya,realitas hanya difahami secara sebelah seolah realitas itu hanya yang fisik-material,seolah ilmu pengetahuan itu hanya sains,seolah metodologi ilmiah itu hanya metodologi empirisme

Karena bila parameter cara pandang 'barat' yang kita ikuti maka dunia timur seolah akan kehilangan kekuatan ilmiahnya,dan hal metafisik-melalui agama yang menjadi kekuatan dunia timur seolah terpenjara di wilayah yang mengambang-tidak jelas-seolah suatu yang diluar realitas serta dunia ilmu pengetahuan

Dan kita tak boleh lagi membiarkan ketumpang tindihan itu terjadi sambil hanya nunut ikut pandangan mereka yang salah,dimana harga diri keilmuan kita ?

Dan sebagai orang beragama kita harus sadar bahwa Tuhan menyimpan software abstrak dalam jiwa manusia yang bernama akal dan hati dan keduanya dicipta bukan semata untuk sebatas memahami dunia fisik tapi lebih dalam-lebih jauh dan lebih luas lagi untuk memahami realitas non fisik dibalik realitas fisik atau untuk memahami ketersaling hubungan yang fisik dan yang non fisik secara keseluruhan

Dan untuk itu semua tak bisa diraih hanya dengan 'keyakinan' semata,agama tak cukup dengan sekedar 'keyakinan' semata tetapi perlu pemahaman ilmiah pembentuk serta penunjang dan penguat keyakinan itu.dan pemahaman ilmiah itu adalah dengan menguasai metode metode keilmuan nya yang tentu berbeda dwngan metode sainstifik

Kaum positivist membuat stigma bahwa agama bukan berdasar ilmu tapi hanya berdasar keyakinan,itu sebenarnya berasal dari ketidak fahaman mereka terhadap konsep realitas menyeluruh yang dua dimensi serta ketidak fahaman terhadap adanya dua bentuk ilmu serta tentu dua bentuk metodologi keilmuan yang berbeda

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun