Jadi prinsip sains sebenarnya tak bisa secara langsung merumuskan Tuhan itu ada atau tidak ada.orang merumuskan Tuhan (harus) ada itu karena memakai prinsip rasionalitas bukan berdasar bukti empirik langsung.
Nah kalau teolog memakai akal-rasionalitas-cara berfikir akal yang terstruktur untuk merumuskan atau membuktikan keharusan adanya Tuhan maka kaum atheis materialist di dunia sains memakai kaidah apa untuk merumuskan Tuhan sebagai tidak ada (?), karena prinsip sains tak bisa digunakan sebagai dasar untuk merumuskannya karena Tuhan bukan wujud fisik-materi dan karenanya bukan obyek sains yang bisa di-empirik-kan.
Artinya, tertib metodologi harus dipatuhi ketika kita menjelajah dunia ilmu pengetahuan secara keseluruhan sehingga kapan metodologi sains dipakai serta untuk kepentingan apa dan kapan metodologi ilmu metafisika-metodologi rasionalitas dipakai serta untuk kepentingan apa.
Jangan sampai masuk ke ranah metafisika secara kaku dengan masih bersandar pada metodologi empirik, lalu mengacak acak filsafat-agama menyebutnya sebagai hanya 'omong kosong metafisis'. Atau selalu menuntut terhadap agama bukti bukti empirik langsung, padahal konsep agama lebih untuk difahami oleh akal selain oleh hati bukan untuk serba di-empirik-kan. Kalau semua dalam agama harus di empirikkan maka fungsi akal-hati serta iman sebagai SDM ruhaniah terdalam tidak akan muncul.
Ilmu metafisika itu berfungsi untuk mengasah SDM manusia yang berupa akal-hati untuk memahami realitas secara keseluruhan lalu menuntunnya untuk memiliki prinsip hidup berupa 'keyakinan hakiki' seperti iman. beda dengan sains yang mengasah SDM akal sebatas untuk memahami realitas fisik.
Dan sebagai sesama orang timur kita  juga jangan terkecoh dengan cara pandang keilmuan atau cara pandang terhadap realitas yang serba sebelah atau kalau dalam terminologi agama disebut 'bermata satu' yang sering umum biasa identikkan dengan 'cara pandang barat '
Artinya,realitas hanya difahami secara sebelah seolah realitas itu hanya yang fisik-material,seolah ilmu pengetahuan itu hanya sains,seolah metodologi ilmiah itu hanya metodologi empirisme
Karena bila parameter cara pandang 'barat' yang kita ikuti maka dunia timur seolah akan kehilangan kekuatan ilmiahnya,dan hal metafisik-melalui agama yang menjadi kekuatan dunia timur seolah terpenjara di wilayah yang mengambang-tidak jelas-seolah suatu yang diluar realitas serta dunia ilmu pengetahuan
Dan kita tak boleh lagi membiarkan ketumpang tindihan itu terjadi sambil hanya nunut ikut pandangan mereka yang salah,dimana harga diri keilmuan kita ?
Dan sebagai orang beragama kita harus sadar bahwa Tuhan menyimpan software abstrak dalam jiwa manusia yang bernama akal dan hati dan keduanya dicipta bukan semata untuk sebatas memahami dunia fisik tapi lebih dalam-lebih jauh dan lebih luas lagi untuk memahami realitas non fisik dibalik realitas fisik atau untuk memahami ketersaling hubungan yang fisik dan yang non fisik secara keseluruhan
Dan untuk itu semua tak bisa diraih hanya dengan 'keyakinan' semata,agama tak cukup dengan sekedar 'keyakinan' semata tetapi perlu pemahaman ilmiah pembentuk serta penunjang dan penguat keyakinan itu.dan pemahaman ilmiah itu adalah dengan menguasai metode metode keilmuan nya yang tentu berbeda dwngan metode sainstifik