Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Bisakah Seseorang Menjadi Hakim atas Nama Nalar?

4 Februari 2019   18:45 Diperbarui: 4 Februari 2019   19:54 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahkan nalar tak bisa begitu saja diklaim milik kaum atheis-gnostik atau bahkan teis melainkan argumentasi srgumentasi yang mendasari filosofi mereka itu yang akan dianalisis untuk dirumuskan apakah bersesuaian dengan kaidah nalar atau tidak.Nalar juga tak bisa begitu saja di klaim milik individu yang berada dalam institusi sains-filsafat atau agama sehingga berada didalamnya merasa berhak atas nalar melainkan tetap akan diperiksa argumentasi yang dibangunnya tanpa pilih kasih atau pandang bulu

Seorang failosof ternama pun tak bisa jadi simbol nalar sebab tidak selalu ia berfikir berdasar azas nalar suatu saat bila cara berfikir nya sudah cenderung spekulatif-tak berdasar logosentris berarti ia telah meninggalkan prinsip berfikir berdasar nalar karena ciri dari nalar-akal sehat adalah cara berfikir terstruktur yang dapat dibaca oleh akal fikiran para pembaca atau pendengarnya. Aneh kalau mengklaim rasional misal tapi pandangannya berdasar cara berfikir yang spekulatif,dan spekulatif artinya bangunan berfikir yang tidak jelas benar-salahnya atau cara berfikir yang tidak memiliki bangunan yang terstruktur.semisal pandangan bahwa 'dari kebetulan bisa lahir wujud terdesain'

Dengan kata lain bila ingin disebut bernalar tak harus menyebut diri saintis atau failosof atau agamawan melainkan paparkan saja argumentasi yang anda miliki maka dari situ akan terlihat apakah anda mengikuti kaidah nalar atau tidak.

Nalar itu juga tak bisa di klaim milik kubu politik tertentu sebab bisa jadi suatu saat kubu politik tertentu memakai dalil nalar tapi pada waktu lain mereka bisa tidak melakukannya karena mengutamakan kepentingan lain yang tak berhubungan dengan nalar misal

Yang pasti adalah nalar itu milik Tuhan karena Ia lah penciptanya dan Tuhan tentu memiliki tujuan dengan penciptaan nalar itu,sehingga aneh kalau (secara langsung) nalar ditubrukan dengan wahyu Ilahi. Tapi ini menyangkut keyakinan (rasional) tentunya.

Dengan kata lain nalar tidak berfihak pada klaim tertentu kecuali yang berdasar argumentasi yang dapat di rekonstruksi oleh nalar sehat kembali.ada fihak yang mengklaim nalar atau berdasar nalar tapi argumentasinya kadang sulit difahami akal,contohnya adalah argumentasi kaum atheistik ketika mereka berbicara tentang Tuhan.

.......

Bila kembali ke pertanyaan diatas; bisakah seseorang menjadi hakim atas nama nalar,lalu membuat vonis; ini berdasar akal sehat dan yang itu dungu (?)

Walau hampir mustahil tetapi dapat dicoba bila mau,syaratnya adalah;  cara berfikirnya harus selalu nyetel dengan prinsip bernalar-dengan hukum logika-tidak boleh dipengaruhi emosi-harus netral-tidak boleh berdiri pada kepentingan tertentu-harus steril dari pengaruh emosional,tak boleh berada dalam tekanan,tak boleh terpengaruh indoktrinasi dlsb.

Intinya harus steril dari hal hal yang 'manusiawi'.dan yang bisa melakukan itu kelak nanti mungkin semacam mesin berfikir yang memakai teknologi Artifical Intelegence (AI) karena manusia sulit dipisahkan dengan perasaan emosinya, termasuk sulit melepaskan diri dari pengaruh kepentingan atau tekanan

Rocky gerung ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun