Penyair terbiasa mengenakan sayap pada tiap kata lalu menerbangkannya jauh tinggi bahkan jauh melewati perbatasan yang dapat di izinkan nalar
Tuhan menempatkan kata pada tiap realitas yang diciptakanNya-kata adalah juru tafsir kenyataan ! Demikian perkataan bara bijak ... Tapi penyair terbiasa menerbangkan kata jauh melampaui kenyataan tempatnya berpijak
Penyair terbiasa mengatakan bahkan apa yang mereka sendiri  tidak alami dalam kenyataan
Maka nalar pun tak bisa lagi berfungsi sebagai penjaga kata yang biasa bertanya; ini benar atau salah ? Itulah pertanyaan terakhirnya ketika kata kata berhamburan memaksa keluar dari ruang nyata
Bagi penyair yang penting adalah membawa  kata kata sejauh mungkin ke dunia imajinasi dan dari sana membombardir nalar manusia persis seperti peluru berhamburan
Maka .. matilah nalar dan berkuasalah imajinasi !
Lihatlah korban puisi puisi,bergelimpangan seperti korban tsunami, tubuhnya ada didunia nyata tapi kesadarannya terbelenggu di dunia imajinasi
Mereka mengalami semacam kecanduan memainkan kata kata !
..................
Ketika kata kata tengah asyik bermain di dunia imajinasi maka nalar menjadi kosong tanpa penghuni
Ketika nafsu ber imajinasi demikian menggelora maka kata kata beterbangan dari tempat berpijaknya semula, persis seperti burung burung yang beterbangan dari sarangnya
Maka nalar pun berteriak 'wahai para perampok kata kembalikan kata ke tempat yang semestinya!'
Mengapa nalar harus mengawal kata kata? karena nalar adalah penjaga kata kata agar ia tetap berpijak pada tempatnya semula dan menjalankan fungsi hanya sebagai pelukis realita
Maka dalam aturan nalar imajinasi pun tak boleh bertindak semena mena hingga menyihir kesadaran manusia hanya karena kata kata dibungkus imajinasi sedemikian rupa
Tunggulah nalar hingga ia kembali dan mencekik para pemanipulasi kata !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H