Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Catatan 2018, Konsekuensi Menyatakan Kitab Suci Itu Fiksi

1 Januari 2019   10:44 Diperbarui: 1 Januari 2019   16:05 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Images: Tribun Jateng.Tribunnews.com

Bila tak ingin jatuh pada kultus maupun pada kebodohan maka hindari dari mencintai serta membenci seseorang secara berlebihan karena mencintai secara berlebihan dapat membuat seseorang cenderung membenarkan semua kata katanya dan jatuh pada pengkultusan. sebaliknya membenci secara berlebihan dapat membuat seseorang cenderung akan menyalahlan apapun yang dikatakan atau diperbuatnya dan ini dapat menjerumuskan pada kebodohan

Tersihir dengan aura atau penampilan seseorang siapapun apakah tokoh filsafat-politik-agama-seni-budaya dlsb. dapat membuat tanpa terasa manusia jatuh pada mengkultuskan sesamanya. mengkultuskan artinya memandang apa yang dikatakan seseorang sebagai 'selalu baik dan benar' alias mempertuhankan manusia,sehingga sifat kritis dimana dengan itu kita meng analisis benar-salah,baik-buruknya otomatis menjadi hilang. yang ada hanya sifat nunut-turut dan ikut

Saya pribadi mengagumi intelektualitas RG bukan ingin membencinya hanya karena kasus kitab suci itu fiksi misal.pernyataannya yang saya salut misal adalah terkait ijasah;  'ijasah itu tanda pernah sekolah tapi bukan tanda pernah berfikir' atau 'hoax terbaik adalah versi penguasa'. dan karena sikapnya yang out of akademik-tidak secara kaku orientasi pada pandangan akademik bahkan terkesan ingin memberontak walau beliau berkecimpung di dunia akademik serta nampak menyukai pandangan pandangan yang baru itu alasan yang membuat di sisi lain terkadang saya menyukai kehadirannya.

Secara kultur sosial kita membutuhkan orang orang seperti RG diantaranya untuk ikut membongkar isi kepala orang orang tertentu utamanya yang isinya dikemas lebih oleh unsur emosional misal karena orientasi partai atau orientasi golongan karena mencari kebenaran kadang memerlukan orang orang yang posisinya dipandang netral

Tetapi itulah dibalik itu semua manusia-siapapun sesuai dengan sifatnya selalu jatuh pada benar dan salah.sehingga yang saya benci dari RG utamanya hanya satu yaitu andai ada yang cenderung meng kultus kan nya termasuk mengkultus kan pendapat nya tentu alias ogah membuat analisa benar-salah

Berani memberontak pada budaya pengkultusan ? Itu harus di mulai dari awal dari budaya meng analisa tentu utamanya dengan menggunakan instrument dualisme benar-salah
.......

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun