Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Catatan 2018, Konsekuensi Menyatakan Kitab Suci Itu Fiksi

1 Januari 2019   10:44 Diperbarui: 1 Januari 2019   16:05 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bingkai Rocky gerung

Nah sekarang meloncat ke masa kini ke tahun 2018,seorang Rocky gerung (RG) mencoba membingkai kitab suci dengan menggunakan instrumen kata 'fiksi' dan lalu menghasilkan rumusan 'kitab suci itu fiksi' yang lalu menimbulkan kehebohan tersendiri dimata publik tetapi karena disertai oleh argement argumen yang dinyatakan oleh seorang yang dipandang intelek maka kasus itu seolah teredam dengan sendirinya bayangkan kalau rumusan itu secara lantang dinyatakan oleh orang 'biasa' tanpa argument yang memadai maka mungkin ia akan dikenai pidana.apa tujuan RG melukiskan kitab suci dengan menggunakan instrument 'fiksi' hanya beliau yang tahu.

Mengapa menimbulkan kehebohan ?

Itu tiada lain karena sifat-makna-definisi dari kata 'fiksi' itu sendiri sudah terlanjur negatif dimata publik karena sudah terlanjur diparalelkan dengan kata 'fiktif',sudah terlanjur diparalelkan dengan novel serta film-film fiksi yang adalah bersifat khayali.bahkan sebagai legalitas dari pandangan publik tersebut maka mengacu pada KBBI makna 'fiksi' adalah ;

fiksi/fik*si/ n 1 Sas cerita rekaan (roman, novel, dan sebagainya); 2 rekaan; khayalan; tidak berdasarkan kenyataan: nama Menak Moncer adalah nama tokoh -- , bukan tokoh sejarah; 3 pernyataan yang hanya berdasarkan khayalan atau pikiran

Sehingga andai-bila aparat hukum hanya mengacu kepada definisi versi KBBI maka RG dapat dibawa ke ranah pidana dengan fatsal penodaan agama

Tetapi bukan RG namanya apabila tidak bisa menjelaskan makna dari sesuatu yang bahkan mungkin diluar kerangka teks formal-suatu yang mungkin membingungkan kalangan akademisi itu sendiri karena RG suka membuat makna-definisi yang diluar rumusan atau pengertian umum-publik bahkan mungkin kalangan akademisi.

Tetapi secara moral keilmuan tentu RG memiliki kewajiban menjelaskan secara tuntas alasan atau pernyataannya dan kita sebagai masyarakat wajib mengkritisinya secara terus menerus

Beda dengan persepsi publik terhadap makna 'fiksi' yang cenderung negatif secara keilmuan, RG ingin menggambarkan serta lalu mem posisikan fiksi sebagai suatu yang seolah selalu positif-baik dan menariknya ke wilayah ilmiah sebagai instrument untuk membedah semisal kitab suci.

'Fiksi itu suatu yang baik' kata nya karena menurutnya fiksi itu dapat memantik imajinasi.lalu ia mencontohkan sorga yang tidak bisa ditangkap serta difahami melalui jalur pengalaman melainkan dengan bantuan imajinasi.ini mungkin salah satu alasan mengapa ia berani merumuskan agama sebagai wilayah fiksi.kunci nya adalah konklusi bahwa imajinasi adalah sesuatu yang lahir dari wilayah fiksi-bukan dari wilayah realitas.di sisi lain karena tidak bisa melalui jalur pengalaman maka agama-kitab suci membutuhkan imajinasi

Nah sampai disini muncul pandangan sekaligus kritik dari saya pribadi;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun