Ibarat upaya meruntuhkan bangunan sebuah rumah hingga fondasi yang menopangnya sehingga konstruksi besar yang menopang gagasan lama yang bercorak logosentrisme seperti runtuh berantakan dan harus kita pahami corak logosentrisme dalam filsafat itu ber efek melahirkan ilmu teologi sebagaimana yang digunakan failosof aliran kanan Thomas aquinas dll. utamanya para filosof muslim untuk mendeskripsikan ilmu teologi secara lebih terstruktur, sehingga efek yang ditimbulkan akibat dekonstruksionisme bukan hanya terhadap filsafat tapi juga terhadap ilmu teologi dan kelak secara umum terhadap agama.
Hadirnya paham pluralisme yang cenderung menyamaratakan semua agama karena lebih orientasi pada keragaman-pluralitas bukan kepada konsep ketunggalan yang menjadi orientasi logosentrisme dan juga agama tauhid adalah efek dari gelombang dekonstruksionisme yang melanda alam pikiran umat manusia sekaligus membuktikan betapa kuat pengaruh filsafat barat terhadap pembentukan world view cara pandang umumnya manusia di era kekinian.
Tetapi mungkin kecurigaan saya akan kesamaan post islamisme dengan karakter post modernisme terlalu berlebihan mengingat konstruksi agama bukan seperti rasionalisme yang seperti dapat di dekonstruksi begitu saja karena konstruksi kebenaran dalam agama bersandar pada hal hal yang hakiki semisal hukum kehidupan pasti serta prinsip dualisme yang hingga kini masih tetap kokoh berdiri dan tak pernah dapat didekonstruksi oleh siapapun.
Walau secara pribadi dan secara psikologis, istilah "post" di era kekinian memang mudah menimbulkan semacam "phobia". Ini mungkin efek dari proyek dekonstruksi ala post modernisme dan gelombang dahsyat yang ditimbulkannya dalam peradaban saat ini.
Lalu muncul istilah "post truth", bagaimana kalau kelak muncul istilah "post tauhid" misal ya berarti tamatlah sudah kalau bermakna serupa dengan posmo.
Apakah post islamisme memiliki karakter yang serupa dengan post modernisme dalam menyikapi kemapanan?
Tak perlu berlama lama menerangkan gerakan dekonstruksionisme dalam ranah filsafat kontemporer yang sudah sering saya bahas, maka mari kita melihat struktur bangunan yang menopang agama sebagai model yang serupa dengan sebagaimana yang telah dibangun oleh para failosof klasik. Bedanya bangunan para filosof klasik dibangun oleh konsep rasionalisme, berdasarkan akal-logo sentris,sedang konstruksi bangunan agama dibangun oleh konsep IlahiahÂ
Tetapi dalam bangunan konstruksi agama itu pun terdapat tiang tiang yang ditegakkan oleh rasionalitas, artinya dalam agama prinsip logosentrisme sebagaimana dalam filsafat klasik itu juga ada-serupa hanya beda dengan dalam filsafat klasik hingga ke modern dalam agama itu tidak dijadikan sebagai tiang utama satu satunya.
Sebab itu sekali lagi, ketika proyek dekonstruksi dibuat maka efek nya juga berimbas terhadap agama, konsep-konsep dasar agama seperti konsep kebenaran mutlak-tunggal-permanen seperti juga ikut dilibas.
Intinya, apakah post islamisme juga cenderung anti kemapanan anti mainstream dan lebih suka kepada kebebasan menafsir secara individu misal? hal itu mungkin lebih baik ditanyakan langsung kepada individu individu yang merasa terlibat di dalamnya karena mungkin tak ada seorang pun atau satu corak tertentu atau satu golongan tertentu yang betul betul mengendalikan wacana atau gagasan atau gerakan ini secara sepenuhnya.
Sehingga polanya dapat saja beragam dan berbeda beda, yang penting kendali jangan sampai jatuh ketangan islamlib yang ditengarai cenderung mirip karakter kaum dekonstruksionist, mereka menafsirkan agama cenderung lepas dari prinsip prinsip dasar serta konstruksi yang membangunnya lantas memilih menjadi oposisi dari mainstream.