Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bila LGBT Disokong Kaum Intelektual, Maka Kembali ke Logika Sederhana

10 Januari 2018   17:26 Diperbarui: 11 Januari 2018   06:02 790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

2.Bila LGBT dianggap sebagai 'given'-pemberian Tuhan

Argumentasinya: mengapa Tuhan tidak murka kepada kucing karena ia mengeong dan anjing karena ia menggonggong ? ..karena baik kucing maupun anjing sudah ditakdirkan-digariskan untuk bersuara demikian sehingga baik kucing maupun anjing tak memiliki kuasa untuk merubahnya.artinya-logikanya : Tuhan tidak murka kepada apa yang sudah ditetapkan atau ditakdirkanNya sendiri dan yang makhluk tak akan bisa merubah nya

Lalu bagaimana dengan LGBT,apakah itu suatu takdir Ilahi dan karenanya manusia tak mungkin bisa merubah nya ? ...inilah inti persoalan yang harus dikaji oleh kaum LGBT se alam dunia dan yang sudah berada di akherat kalau masih dapat mendengar.mereka yang menganggap LGBT sebagai 'given'-takdir-kodrat dan karena nya mereka tak mau berupaya untuk merubah karakternya dan lalu (dengan bersandar pada pemikiran kodrati itu) menganggap hal tersebut sebagai sebuah kenormalan

Lalu mengapa Tuhan murka kepada kaum nabi Luth bila LGBT adalah takdir yang mustahil bisa berubah ? ...artinya dengan mengacu pada peristiwa Sodom dan Gomorra itu dengan logika sederhana kita bisa faham bahwa LGBT adalah sebuah karakter yang bisa diubah tetapi kaum nabi Luth tak mau berupaya untuk merubahnya sehingga karenanya mereka mendapat murka Tuhan

Ini yang harus diperhatikan oleh kaum LGBT yang menganggap karakter nya sebagai kodrat agar tidak terjadi kesalah fahaman : bahwasanya semua manusia yang diturunkan Tuhan ke bumi untuk hidup dan ber eksistensi diatasnya semuanya tanpa kecuali diberi ujian-tantangan-godaan karena alam dunia hakikatnya bukanlah tempat untuk bersenang senang.dan tantangan bagi LGBT adalah apa apa-semua latar belakang yang membuat karakternya lalu menjadi abnormal itu.

Artinya mereka diberi tantangan-ujian-cobaan sebagai lelaki atau sebagai perempuan untuk tetap bertahan dalam fitrahnya sebagai lelaki atau sebagai perempuan.atau dengan kata lain : siapa yang dilahirkan dengan 'peralatan' lelaki maka ia ditantang untuk menjadi seorang lelaki sejati yang sesungguhnya dan demikian pula yang dilahirkan dengan peralatan perempuan

Analogi lain; bila seorang bersahwat tinggi dan lalu dalam kondisi demikian lantas ia lalu memperkosa seorang wanita maka apakah ia pantas menyebut perbuatannya itu sebagai representasi dari 'takdir'-kodrat manusia karena manusia adalah makhluk yang dibekali dengan nafsu syahwat dan karena nya lalu menolak untuk dipersalahkan dihadapan pengadilan ? ... tentu saja tidak,semua pengadilan akan menyalahkannya karena ia tidak berupaya mengendalikan nafsu syahwatnya.artinya adanya nafsu syahwat dalam diri manusia itu menjadi ujian dan cobaan bagi manusia untuk bisa mengendalikannya.jangan malah membuat pembenaran atas semua perilaku hawa nafsu dengan dalih 'takdir-kodrat manusia'

Sekarang coba amati lalu analisis secara seksama orang orang yang semula berkatakter LGBT tapi menganggap itu sebagai tantangan dan lalu berupaya secara sungguh sungguh untuk berubah dan lambat laun ternyata ia dapat merubah karakter menyimpangnya itu.tapi sebaliknya orang orang LGBT yang misal merasa sebagai 'perempuan yang terjebak dalam tubuh lelaki' dan lalu merasa itu sebagai 'takdir' diri nya-(bukan sebagai tantangan) maka memang karakter nya otomatis akan sulit berubah karena filosofi-cara pandang awal nya saja sudah salah

3.Faktor 'X' alias faktor hawa nafsu

Saya sendiri kadang suka heran..heraaan banget,soalnya bila para intelektual penyokong LGBT bicara soal LGBT nampak mereka tak pernah menyabit nyabit sekalipun perihal 'hawa nafsu'. Seperti ada faktor X yang mereka sembunyikan dan mereka nampak lebih suka dengan argument yang dianggapnya lebih nampak ilmiah dan canggih.

Mungkin mereka menganggap argument 'hawa nafsu' itu sebagai tidak ilmiah dan argument rendahan ala publik awam atau dianggap argument dogmatik. Beda dengan para penceramah agama yang dalam ceramah ceramahnya seringkali mengungkit unsur yang melekat dalam jiwa manusia yang sering menjerumuskan manusia pada kebinasaan dunia akherat itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun