Seorang rekan Kompasioner menulis risalah singkat perihal filsafat dalam hubungannya yang bersifat substansial-mendasar dengan ilmu pengetahuan.disitu ia ingin menunjukkan kepada kita dimana serta bagaimana meletakkan kedudukan filsafat dalam dunia ilmu pengetahuan. beliau menyebut filsafat sebagai induk atau 'ibu' dari semua jenis ilmu pengetahuan.
Awalnya sebenarnya cuma berasal dari rasa penasaran sebab dalam risalah singkatnya itu sama sekali tidak atau belum disebut : Tuhan,agama.sehingga kadang saya berfikir dimana serta bagaimana sebenarnya tempat Tuhan serta agama dalam dunia filsafat dan sekaligus dalam ranah ilmu pengetahuan ? Apakah juga bersifat substansial-mendasar atau cuma sekedar pelengkap atau 'pemeran pembantu' ?
Sebelumnya,kalau boleh diperbandingkan dengan pandangan ontologic agama, maka dalam kacamata agama (Ilahiah-yang dibawa para nabi) semua ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia itu dinyatakan sebagai berasal dari Tuhan dan makna terdalam dari semua ilmu pengetahuan itu akan kembali kepada Tuhan.contoh : bila manusia mendalami ilmu anatomi tubuh manusia maka makna terdalamnya diantaranya mengantarkan manusia pada mengakui kebesaran serta keagungan Tuhan dalam mencipta struktur tubuh manusia.demikian pula dengan cabang ilmu lainnya,selalu bermuara pada penghayatan yang bersifat Ilahiah.dan itu dikaitkan dengan visi misi Ilahi dalam memberikan ilmu pengetahuan kepada manusia
Tetapi dalam ranah filsafat peran 'ontologis' Tuhan terkait eksistensi ilmu pengetahuan di dunia manusia seperti yang dideskripsikan kitab suci itu nampak di 'cut',sehingga ilmu pengetahuan pun disana lebih nampak menjadi sebagai sesuatu yang seolah berasal dari manusia-ciptaan manusia-untuk manusia dan makna terdalamnya selalu dikembalikan kepada manusia dan artinya tidak ada lagi gambaran visi-misi Ilahiah lagi didalamnya
Walaupun,kalau saya boleh kembali ke pemahaman mendasar; kerangka dasar yang membangun konsep kebenaran versi filsafat dengan versi agama secara ontologic memang jauh berbeda.secara ontologis kerangka dasar yang membangun konsep kebenaran dalam filsafat itu dibentuk oleh atau melalui cara berfikir manusia sedang dalam agama dibentuk oleh atau melalui Tuhan.atau dengan kata lain filsafat adalah hasil olah fikir manusia sedang agama hasil olah fikir Tuhan.
Sebab itu filsafat diparalelkan dengan sudut pandang manusia,persepsi persepsi manusiawi,sedang agama diparalelkan dengan kacamata sudut pandang Tuhan.walau untuk meraih pemahaman terhadap 'kacamata sudut pandang Tuhan' itu manusia harus terlebih dahulu menjalani proses berfikir sebagai manusia itu artinya agama bukan doktrin yang bisa langsung melekat begitu saja kedalam alam fikiran manusia,sama seperti dalam filsafat untuk dapat memahaminya manusia harus menjalani proses berfikir sebagai manusia walau 'orang luar' mungkin lebih melihatnya sebagai 'indoktrinasi'
......
Nah bila pada hal hal yang bersifat fundamental saja filsafat dengan agama sudah demikian berbeda sehingga nampak seperti berada pada dua kutub yang terpisah maka,bisakah keduanya dipertemukan atau di titik persimpangan mana keduanya lalu dapat bertemu ?
Masalahnya adalah,sebelumnya harus kita fahami serta sadari terlebih dahulu bahwa baik filsafat maupun agama sama sama beredar di dunia manusia dan sama sama bergumul dengan kehidupan manusia dan lebih spesifik lagi ; sama sama mempengaruhi aktifitas berfikir manusia-sama sama bisa menjadi acuan dalam berfikir sehingga wajar kalau kita bertanya perihal kemungkinan keduanya dapat bertemu pada satu titik temu,walau di sisi lain juga tidak bisa dipungkiri kalau sering terjadi clash antara keduanya,dan clash itu pada prinsipnya sebenarnya terjadi antara cara pandang manusia dengan cara pandang Tuhan yang tentunya dalam sejarah kehidupan manusia sudah sering serta sudah terbiasa terjadi
Nah itulah,yang saya renungi dan coba telusuri dari tulisan rekan Kompasioner itu adalah saya tertarik menelusuri dimana dan bagaimana sebenarnya filsafat dan agama bisa bertemu utamanya yang terkait atau yang berkaitan dengan konsep 'ilmu pengetahuan' ?
................
Kita tidak akan mulai dari awal atau dari hakikat atau dari ontologi ilmu pengetahuan yang memang sudah berbeda antara klaim filsafat dengan klaim agama tetapi justru akan dimulai dari ujung ilmu pengetahuan
Apa sebenarnya ujung-muara yang paling ideal serta paling maksimal yang bisa diberikan oleh ilmu pengetahuan untuk manusia,apakah hanya sekedar menjadikan manusia memiliki berbagai jenis ilmu pengetahuan dan lalu setelah itu selesai sudah ?
Andai-bila filsafat berpandangan demikian maka tidak demikian dengan agama,dalam persfectif agama manusia yang memiliki berbagai jenis ilmu pengetahuan itu saja tidaklah cukup karena  perjalanan hidup manusia itu panjang tidak hanya sekedar di alam dunia dan secara konstruksi dalam pandangan agama sebagaimana disebut diatas,ujung dari ilmu pengetahuan itu bermuara pada hal hal yang bersifat Ilahiah dan itu akan terkait dengan masalah 'keyakinan' atau 'iman' dimana dalam agama,'keyakinan' itu adalah suatu jembatan yang menghubungkan manusia dengan Tuhan.sehingga bila ditarik benang merah maka ada hubungan eksistensial antara ilmu pengetahuan dengan iman.jadi dalam pandangan agama,ilmu pengetahuan tidak berdiri sendiri sebagai ilmu pengetahuan semata melainkan ia menjadi jembatan bagi iman atau yang menyeberangkan manusia pada iman
Nah dalam kutub kutub perbedaan ontologis-epistemologis antara agama dengan filsafat utamanya-salah satunya soal ilmu pengetahuan itu maka kita harus mencoba menempatkan manusia di tengah tengahnya,lalu mencoba melihat serta mendalami misal; apa sih sebenarnya yang manusia cari dalam kehidupannya,apakah sekedar ilmu pengetahuan misal atau yang lebih dalam dari itu misal keyakinan akan kebenaran 'hakiki' ?
Nah bila berbicara tentang ilmu pengetahuan itu sendiri sebagai sebuah konsep apakah memang filsafat telah bisa menuntaskan semua persoalan internal yang ditemukan didalamnya ? misal bila kita menelusur ilmu pengetahuan tentang alam semesta atau tentang manusia sebagai salah satu penghuni utamanya maka,bila ilmu pengetahuan tentang keduanya itu kita telusuri hingga ke ujungnya dan ternyata bermuara pada hal yang bersifat kompleks semisal pertanyaan : darimana alam semesta serta para penghuninya termasuk manusia berasal,..maka bisakah filsafat menjawabnya ?
Bagi manusia sendiri,secara spiritual memiliki ilmu pengetahuan semata ternyata tidaklah cukup sebab ada tuntutan batiniah dalam jiwa orang orang dengan mata batin yang peka terhadap persoalan persoalan mendasar semisal persoalan kebenaran (hakiki), keyakinan,makna serta tujuan hidup hakiki,persoalan keabadian dlsb.sehingga bila dikaitkan dengan eksistensi filsafat maka; bisakah filsafat meng akomodasi semua persoalan yang bersifat mendasar ini ?
Dalam dunia filsafat manusia dilatih berlogika setajam mungkin dan bahkan hukum hukum logika ditegakkan secara formil sebagai sebuah keniscayaan,tetapi fakta bahwa dalam  kehidupan logika setajam apapun ternyata belum tentu dapat menyelesaikan suatu persoalan,termasuk persoalan keilmuan yang sudah bersifat kompleks sehingga manusia banyak yang menambatkan perahu logika nya ke pantai iman dan itu bukan suatu yang irrasional tetapi justru sebaliknya,karena memperkuda logika untuk bisa menjawab semua persoalan itu yang irrasional
Dalam dunia filsafat pun kita seolah selalu dilatih untuk bersikap kritis dan selalu mempertanyakan segala suatu tidak terkecuali konsep agama yang menjadi kepercayaan.tetapi masalah mendasarnya adalah : sepanjang hidupnya manusia tak bisa selalu terus menerus dan terus menerus bertanya,mereka juga secara alamiah selalu mencari serta menginginkan jawaban atas apa yang mereka kritisi dan pertanyakan.
Nah masalahnya kalau dalam filsafat mereka tak menemukan jawabannya atau bingung dengan jawaban yang teramat beragam dan kadang berlawanan satu sama lain maka kemana manusia mencari cari jawaban 'hakiki' nya? Â disini juga rasional kalau lalu manusia mulai berdialog dengan agama,yang irrasional adalah kalau lalu manusia memilih bersikap skeptis, menganggap kebenaran yang sesungguhnya tidak ada,sebab kalau kebenaran yang sesungguhnya atau 'hakiki' itu tidak ada maka ilmu pengetahuan pun secara maknawiah menjadi tidak bermakna.karena kehadiran ilmu pengetahuan di dunia tentu bukan sekedar menjadikan manusia menjadi spesialis berbagai cabang ilmu tetapi sebagai jalan menuju mrmahami apa itu 'kebenaran'.sehingga suatu yang ironis kalau menelusuri jalur ilmu pengetahuan tetapi terperosok atau berakhir dilubang skeptisisme
Nah terkait soal itu,siapa yang menyeret ilmu pengetahuan ke jurang skeptisisme,agama atau kah filsafat ?
Dalam ranah filsafat tiap pertanyaan yang lahir dari ranah ilmu pengetahuan selalu kembali berujung dengan pertanyaan karena filsafat itu sendiri yang menyuruhnya untuk terus bertanya dab bertanya tanpa akhir,sedang dalam agama wadah bagi semua pertanyaan yang sudah tak bisa dijawab oleh manusia sudah tersedia : ruang Ilahiah,sehingga manusia tak harus terjatuh ke ruang skeptisisme.walau ruang Ilahiah itu tak bisa begitu saja digapai lewat jalur dogma melainkan mesti tetap melalui proses berfikir serta proses mengalami beragam pengalaman terlebih dahulu
Nah pada titik inilah manusia bisa menempatkan dimana dan bagaimana keyakinan harus ditempatkan sebab mustahil menempatkan keyakinan di ranah skeptisisme sebab landasan skeptisisme bukanlah keyakinan terhadap adanya kebenaran hakiki melainkan sebaliknya; meragukannya
Dan seperti yang pernah saya sebutkan bahwa akhir yang paling ideal dari perjalanan panjang keilmuan seseorang adalah diperolehnya keyakinan yang 'hakiki',artinya sebentuk keyakinan paling mendasar-terkuat, yang dipegang oleh seseorang hingga ke saat kematiannya. dan keyakinannya itu diperoleh setelah ia bergumul dengan 1001 macam persoalan baik yang menyangkut kehidupan maupun terkait substansi keilmuan serta kebenaran
ebegitu urgent kah makna 'keyakinan' bagi manusia dan mengapa manusia selalu mencari carinya  ?
Untuk menjawabnya tentu lebih baik kita bertanya pada diri sendiri serta tentu pada orang orang yang senantiasa berusaha mencari cari nya bukan pada kaum skeptis.atau misal mencoba menghubungkan antara keyakinan dengan kebahagiaan spiritual.sebab bagi saya pribadi keyakinan itu ternyata memberi efek kebahagiaan batiniah yang luar biasa sehingga bila ada yang 'mengusiknya' maka secara spontan saya bereaksi atasnya
Kesimpulan : kapan filsafat bisa berangkulan dengan agama ?
Untuk menelusurinya secara singkat kita harus terlebih dahulu menempatkan dua entitas itu secara proporsional-berdasar hakikatnya.filsafat harus kita tempatkan sebagai ranah manusia-tempat manusia bergumul dengan segala persoalan kemanusiaannya sedang agama harus kita tempatkan sebagai ranah Ilahi tempat Tuhan memberi jawaban atas semua permasalahan yang tidak bisa dipecahkan oleh manusia.dengan cara demik8an maka filsafat dan agama masih dapat dipertautkan
Tetapi bila di awal kita menempatkan filsafat serta agama tidak secara proporsional,misal mengkultuskan filsafat sebagai 'ibu kebenaran' yang bisa menyelesaikan semua persoalan manusia lalu di sisi lain memandang agama sebagai 'hanya hasil budaya','hanya ilusi' dlsb.sebagaimana persfectif para 'ahli sejarah Tuhan' atau 'ahli sejarah agama' dari dunia 'barat' sana maka filsafat tidak akan pernah bersua dengan agama
Sebab filsafat memang harus kita akui disamping ranah yang melahirkan 1001 macam ilmu pengetahuan juga sebagai ranah berfikir kritis sehingga didalamnya kita bisa memperoleh landasan baik secara ontologis maupun epistemologis untuk bertanya dan terus bertanya bahkan mempertanyakan apa yang sudah ada atau semua yang telah eksist
Tetapi masalah mendasarnya adalah selalu dan selalu : bisakah filsafat menjawab semuanya-bahkan hingga tuntas ? ..... ini adalah pertanyaan besar dan mendasar untuk menguak kelebihan dan sekaligus kelemahan filsafat serta untuk lalu menempatkan filsafat secara proporsional pafa tempat yang semestinya bukan pada tempat yang tidak semestinya,dan karena masih banyak orang yang menempatkan filsafat termasuk sains pada tempat yang bukan semestinya sehingga agama seolah menjadi tereliminasi dari kehidupan manusia
Karena terus terang secara psikologispun ilmu pengetahuan belaka belum cukup untuk memenuhi hasrat kebutuhan batiniah manusia yang paling mendasar,dan kebutuhan yang paling mendasar yang membuat manusia bahagia secara batiniah adalah : keyakinan (terhadap hal yang hakiki)
Dan secara filsafati ; cukupkah dengan hanya memenuhi pikiran kita dengan segudang pertanyaan (yang sebagiannya mustahil bisa dijawab oleh filsafat) ?
Dengan kata lain,filsafat akan bertemu dengan agama kalau filsafat memberi ruang pada agama untuk ikut menyelesaikan semua pertanyaan yang tidak akan pernah bisa dijawabnya itu. maka disitu filsafat yang semula bahkan nampak berseberangan jalan dengan agama pun bisa bertemu serta berangkulan dengan agama.lain dengan bila filsafat menolak campur tangan agama dan membiarkan setumpuk pertanyaan yang tak pernah bisa dijawab itu bertumpuk di ruang hampa dan lalu menjadi landasan ideologis kaum skeptis dalam rangka menolak eksistensi adanya kebenaran 'hakiki' dalam kehidupan ini
Atau dengan kata lain,di titik persimpangan tertentu (terkait pertanyaan pertanyaan yang tak bisa dijawabnya itu) filsafat tidak akan bersua dengan agama kalau ia menyerahkan semua pertanyaan kompleks nya itu kepada kaum skeptis
........
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H