Nah pada titik inilah manusia bisa menempatkan dimana dan bagaimana keyakinan harus ditempatkan sebab mustahil menempatkan keyakinan di ranah skeptisisme sebab landasan skeptisisme bukanlah keyakinan terhadap adanya kebenaran hakiki melainkan sebaliknya; meragukannya
Dan seperti yang pernah saya sebutkan bahwa akhir yang paling ideal dari perjalanan panjang keilmuan seseorang adalah diperolehnya keyakinan yang 'hakiki',artinya sebentuk keyakinan paling mendasar-terkuat, yang dipegang oleh seseorang hingga ke saat kematiannya. dan keyakinannya itu diperoleh setelah ia bergumul dengan 1001 macam persoalan baik yang menyangkut kehidupan maupun terkait substansi keilmuan serta kebenaran
ebegitu urgent kah makna 'keyakinan' bagi manusia dan mengapa manusia selalu mencari carinya  ?
Untuk menjawabnya tentu lebih baik kita bertanya pada diri sendiri serta tentu pada orang orang yang senantiasa berusaha mencari cari nya bukan pada kaum skeptis.atau misal mencoba menghubungkan antara keyakinan dengan kebahagiaan spiritual.sebab bagi saya pribadi keyakinan itu ternyata memberi efek kebahagiaan batiniah yang luar biasa sehingga bila ada yang 'mengusiknya' maka secara spontan saya bereaksi atasnya
Kesimpulan : kapan filsafat bisa berangkulan dengan agama ?
Untuk menelusurinya secara singkat kita harus terlebih dahulu menempatkan dua entitas itu secara proporsional-berdasar hakikatnya.filsafat harus kita tempatkan sebagai ranah manusia-tempat manusia bergumul dengan segala persoalan kemanusiaannya sedang agama harus kita tempatkan sebagai ranah Ilahi tempat Tuhan memberi jawaban atas semua permasalahan yang tidak bisa dipecahkan oleh manusia.dengan cara demik8an maka filsafat dan agama masih dapat dipertautkan
Tetapi bila di awal kita menempatkan filsafat serta agama tidak secara proporsional,misal mengkultuskan filsafat sebagai 'ibu kebenaran' yang bisa menyelesaikan semua persoalan manusia lalu di sisi lain memandang agama sebagai 'hanya hasil budaya','hanya ilusi' dlsb.sebagaimana persfectif para 'ahli sejarah Tuhan' atau 'ahli sejarah agama' dari dunia 'barat' sana maka filsafat tidak akan pernah bersua dengan agama
Sebab filsafat memang harus kita akui disamping ranah yang melahirkan 1001 macam ilmu pengetahuan juga sebagai ranah berfikir kritis sehingga didalamnya kita bisa memperoleh landasan baik secara ontologis maupun epistemologis untuk bertanya dan terus bertanya bahkan mempertanyakan apa yang sudah ada atau semua yang telah eksist
Tetapi masalah mendasarnya adalah selalu dan selalu : bisakah filsafat menjawab semuanya-bahkan hingga tuntas ? ..... ini adalah pertanyaan besar dan mendasar untuk menguak kelebihan dan sekaligus kelemahan filsafat serta untuk lalu menempatkan filsafat secara proporsional pafa tempat yang semestinya bukan pada tempat yang tidak semestinya,dan karena masih banyak orang yang menempatkan filsafat termasuk sains pada tempat yang bukan semestinya sehingga agama seolah menjadi tereliminasi dari kehidupan manusia
Karena terus terang secara psikologispun ilmu pengetahuan belaka belum cukup untuk memenuhi hasrat kebutuhan batiniah manusia yang paling mendasar,dan kebutuhan yang paling mendasar yang membuat manusia bahagia secara batiniah adalah : keyakinan (terhadap hal yang hakiki)
Dan secara filsafati ; cukupkah dengan hanya memenuhi pikiran kita dengan segudang pertanyaan (yang sebagiannya mustahil bisa dijawab oleh filsafat) ?