Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

'Berfikir' Menurut Filsafat dan Agama Mengapa bisa Berbeda?

30 November 2017   17:17 Diperbarui: 30 November 2017   20:22 2459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Images : filsafat-ilmu-blogger

......

Berfikir adalah fitrah alami manusia,tetapi apakah berfikir itu sebuah kegiatan yang bisa tanpa memiliki tujuan atau bila sesuatu memiliki tujuan maka ,apa tujuan anda berfikir serta Apa  yang mengarahkan anda pada tujuan itu (?) .... dan bagaimana hubungan antara tujuan berfikir dengan seabreg rambu-peralatan berfikir yang tersedia dalam dunia filsafat itu ?

Kita analogikan kegiatan berfikir itu dengan berkendara di jalanan umum perkotaan yang dipenuhi dengan rambu rambu lalu lintas,nah berfikir pun memiliki rambu rambu nya tersendiri sehingga berfikirpun mesti dengan melihat serta mematuhi rambu rambu tertentu yang telah dibuat serta disepakati yaitu kaidah berfikir yang benar agar kita bisa memperoleh hasil - rumusan yang benar. dengan mematuhi kaidah berfikir itulah kita diharapkan sampai kepada tujuan sebagaimana yang kita inginkan misal mencari kebenaran yang bersifat hakiki.

Tetapi apakah mematuhi semua kaidah berfikir yang benar yang telah disepakati merupakan tujuan utama (?) .. tentu bukan.kita analogikan bila seseorang berkendaraan dari Bandung ke Surabaya dengan tujuan tertentu tentu dijalan ia akan menemukan berbagai rambu lalu lintas yang mau tak mau harus disepakati dan dipatuhinya,tetapi apakah ia berkendaraan dari Bandung ke Surabaya dengan tujuan utama untuk mematuhi semua rambu yang ada di sepanjang jalan yang dilaluinya (?) tentu bukan. sehingga semua rambu yang ada disepanjang jalan dari Bandung ke Surabaya itu hanya sekedar alat-sarana agar ia bisa sampai ke Surabaya dengan selamat,bayangkan andai rambu rambu itu tidak ada maka ia bisa tidak sampai ke Surabaya karena tersesat dijalan atau mengalami kecelakaan dijalan sehingga tidak sampai ke tujuan

Nah sekarang terkait membicarakan masalah rambu rambu berfikir-metodologi berfikir-kaidah berfikir yang benar maka sebaiknya kita masuk terlebih dahulu ke dunia filsafat utamanya cabang ilmu logika,disitu kita akan menemukan seperangkat aturan berfikir yang benar  sesuai kaidah ilmu logika yang bahkan terkesan sangat ketat karena misal disana kita akan di perkenalkan kepada berbagai bentuk sesat fikir apabila manusia melanggar rambu atau kaidah berfikir tertentu sebagaimana yang telah tertulis dan disepakati

Tetapi apakah tujuan anda berfikir ditentukan atau dikendalikan oleh rambu rambu - kaidah kaidah berfikir yang telah dibuat para ahli fikir sebagaimana yang telah ditulis dalam buku buku pengantar filsafat ilmu atau buku buku pengantar ilmu logika (?) .. tentu tidak,analoginya semua rambu lalu lintas yang ada dijalan raya itu tidak bisa menentukan atau mengendalikan arah tujuan anda berkendara.semua rambu-rambu-kaidah berfikir yang telah dibuat itu akan menjadi hanya sekedar alat-sarana-pengantar (menuju tujuan) belaka sebagaimana semua rambu lalu lintas itu hanya sekedar alat,(hati) anda lah yang menentukan kemana arah tujuannya

Dan lalu masalah epistemologis lainnya kemudian adalah ; apakah rambu rambu-kaidah kaidah berfikir benar yang telah dibuat para ahli itu bisa mengantar anda kepada menemukan kebenaran sejati-hakiki-menyeluruh misal

Lalu selain otak apa fungsi hati dalam kegiatan berfikir ? Mana yang lebih mengendalikan kegiatan berfikir antara otak dengan hati ? Beda antara keduanya adalah ; otak itu tidak memiliki sifat personal jadi ia hanya alat dan hanya mengikuti keinginan hati.sedang hati itu memiliki sifat personal atau bahkan pusat dari sifat personal manusia karena disana terdapat : niat,kehendak,keinginan,tekad,cita cita,tujuan

Sebab berfikir adalah kegiatan fikiran yang tidak saja melibatkan otak tetapi juga hati karena arah berfikir itu lebih ditentukan oleh hati,apakah arah berfikir itu mengarah ke kiri atau ke kanan,kepada yang benar atau yang salah,yang baik atau yang buruk maka itu dikendalikan oleh hati otak seolah hanya melaksanakan apa yang diperintahkan oleh hati.sehingga : apakah rambu rambu-kaidah kaidah berfikir yang telah dibuat para ahli fikir di dunia filsafat itu bisa meng akomodasi semua apa yang ada dalam isi hati manusia (?) ... semua itu merupakan hal hal yang perlu di uji tentunya 

Misal contoh,bila hati manusia berkehendak mengenal apa itu kebenaran sejati-kebenaran yang sesungguhnya atau bentuk kebenaran yang berkaitan dengan masalah ketuhanan maka apakah rambu rambu berfikir yang ada dalam dunia filsafat itu dapat mengakomodasinya ?

Sebab itu dalam berfikir (termasuk didalamnya kegiatan berlogika) yang terutama harus ditekankan memang adalah tujuan nya.sebab orang berfikir-berlogika itu tujuannya bisa berbeda beda, bisa untuk tujuan benar-baik bisa pula untuk tujuan yang salah-buruk.sebagai contoh,seorang yang memiliki tujuan tujuan yang jahat maka ia akan berfikir-berlogika demi untuk tujuan salah nya itu,dan seorang yang hendak mencari kebenaran hakiki untuk dijadikan keyakinan hakiki yang menjadi pegangan maka ia pun akan berfikir-berlogika yang menuju ke arah sana.sebab 'kebenaran hakiki' itu tidak bisa diraih hanya dengan sekedar 'meyakini' secara dogmatis-tanpa kegiatan berfikir,(sehingga keliru bila beranggapan bahwa keyakinan agama itu sesuatu yang bisa diraih serta dipegang tanpa berfikir-berlogika,kecuali agama yang memang sekedar berisi perangkat moral semata-tidak berisi konsep kebenaran hakiki)

Sekali lagi,apakah semua fasilitas berfikir termasuk didalamnya rambu rambu berlogika yang tersedia dalam dunia filsafat yang telah diciptakan oleh semua ahli fikir terbaik dunia itu bisa mengantarkan manusia pada meraih kebenaran hakiki-kebenaran yang sesungguhnya-bentuk kebenaran yang berkaitan dengan keyakinan yang akan dipegang sebagai pedoman hidup-bentuk kebenaran yang terkait dengan hakikat kehidupan ?

Itulah salah satu titik tekan bahasan ini adalah bahwa tujuan utama berfikir itu bukan untuk membahas atau menciptakan atau sekedar menetapi rambu rambu-kaidah kaidah berfikir-berlogika semata sebagaimana yang tertera dalam buku buku ilmu logika utamanya tetapi untuk mengikuti niat serta keinginan hati yang menjadi tujuan.semua rambu-peralatan berfikir-berlogika yang dibuat para ahli fikir kenamaan dan telah disepakati bersama itu hanya akan merupakan alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dan tujuan itu bergantung pada niat hati masing masing,ada yang tujuannya ke kiri ada yang ke kanan, ada yang tujuannya benar dan ada tujuan yang salah.sebagai contoh, baik maling maupun polisi bisa sama sama menggunakan rambu rambu-kaidah kaidah berfikir-berlogika yang sama sebagaimana yang telah disepakati tetapi masing masing bisa menggunakannya untuk tujuan yang berbeda

Dan sekali lagi,bisakah filsafat mengakomodasi semua keinginan hati manusia-sang pengendali kegiatan berfikir itu yang pastinya memiliki tujuan yang berbeda beda termasuk (utamanya) keinginan untuk mengenal 'kebenaran hakiki'-yang berkaitan dengan masalah ketuhanan ? Atau untuk yang satu ini manusia terpaksa harus 'menyelinap keluar dengan mengendap ngendap melalui pintu belakang filsafat' ?

Karena bila terus terang menyatakan keluar dari 'pintu resmi' maka kelak sang pemilik keyakinan terhadap kebenaran hakiki itu bisa saja memperoleh vonis sebagai 'telah masuk ke wilayah dogma' dan kebenaran yang dipegangnya dapat di vonis sebagai 'kebenaran dogmatis' (!) Bentuk kebenaran yang 'ilegal' menurut aturan berfikir dalam dunia filsafat

Dengan kata lain,bila kaidah ilmu logika yang superketat itu tetap tak bisa menunjukkan manusia ke arah 'kebenaran hakiki' mungkin manusia perlu 'guide' lain katakanlah itu 'kitab suci'.masalahnya adalah apabila sebagian orang lantas mem vonis jalur itu sebagai 'bukan jalur berfikir yang benar sesuai kaidah berfikir yang benar' tetapi menganggapnya sebagai jalur 'doktrinisasi' atau jalur 'dogmatisasi'

Nah sampai disini kita dapat menemukan fakta bahwa makna 'berfikir' menurut filsafat mungkin bisa berbeda dengan makna berfikir menurut kitab suci.karena kitab suci yang dibawa para nabi pun mendeskripsikan bahwa kebenaran Ilahiah itu hanya dapat digapai oleh mereka yang berfikir dan berfikir dalam kitab suci bukan hanya dengan menggunakan sarana otak tetapi juga dengan menggunakan sarana hati-nurani

Nah mungkin kini kita sudah dapat memahami bahwa perbedaan substansial antara filsafat dengan agama dalam hal berfikir terletak pada sarana berfikir nya.filsafat nampak menitik beratkan pada penggunaan sarana 'otak'-pada keterampilan bermain logika.sedang dalam pandangan agama berfikir tak cukup dengan hanya bermain logika tetapi juga harus menggunakan hati,karena hal hal yang bersifat essensial,mendalam hanya bisa didalami serta dihayati oleh hati

Dan karena dalam agama bahkan ada bentuk ilmu yang tidak bisa direkonstruksi oleh cara berfikir otak atau keterampilan bermain logika semata tetapi harus dengan menggunakan pengertian hati yaitu bentuk 'ilmu hikmat'. Dan dengan kata lain agama bukan tidak mengakomodasi alur bermain logika karena untuk urusan berlogika maka dalam dunia agama bahkan manusia bisa bebas bermain logika dengan syarat 'bermata dua'-tidak materialist karena dalam agama tak ada tempat bagi menegakkan paradigma logika dialektika materialist,yang ada adalah logika dialektika universalist-menyeluruh atau melalui alur dualisme totalistik

Tetapi ada hal hal yang lebih penting-utama-essensial-mendasar yang untuk memahaminya tak bisa dengan hanya menggunakan 'otak' tetapi harus menggunakan hati.dan itulah,letak perbedaan antara agama dengan filsafat dalam hal berfikir adalah agama memberi jalan pada apa yang sudah tidak bisa diselesaikan oleh otak yaitu melalui 'jalan belakang'-karena merupakan jalur berfikir non formal menurut filsafat yaitu melalai hati

Dan karena itulah dalam agama 'hati' merupakan peralatan berfikir yang sangat urgent dan bahkan sangat menentukan karena mengendalikan kearah mana proses berfikir itu bermuara

.............

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun