Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

'Berfikir' Menurut Filsafat dan Agama Mengapa bisa Berbeda?

30 November 2017   17:17 Diperbarui: 30 November 2017   20:22 2459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekali lagi,apakah semua fasilitas berfikir termasuk didalamnya rambu rambu berlogika yang tersedia dalam dunia filsafat yang telah diciptakan oleh semua ahli fikir terbaik dunia itu bisa mengantarkan manusia pada meraih kebenaran hakiki-kebenaran yang sesungguhnya-bentuk kebenaran yang berkaitan dengan keyakinan yang akan dipegang sebagai pedoman hidup-bentuk kebenaran yang terkait dengan hakikat kehidupan ?

Itulah salah satu titik tekan bahasan ini adalah bahwa tujuan utama berfikir itu bukan untuk membahas atau menciptakan atau sekedar menetapi rambu rambu-kaidah kaidah berfikir-berlogika semata sebagaimana yang tertera dalam buku buku ilmu logika utamanya tetapi untuk mengikuti niat serta keinginan hati yang menjadi tujuan.semua rambu-peralatan berfikir-berlogika yang dibuat para ahli fikir kenamaan dan telah disepakati bersama itu hanya akan merupakan alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dan tujuan itu bergantung pada niat hati masing masing,ada yang tujuannya ke kiri ada yang ke kanan, ada yang tujuannya benar dan ada tujuan yang salah.sebagai contoh, baik maling maupun polisi bisa sama sama menggunakan rambu rambu-kaidah kaidah berfikir-berlogika yang sama sebagaimana yang telah disepakati tetapi masing masing bisa menggunakannya untuk tujuan yang berbeda

Dan sekali lagi,bisakah filsafat mengakomodasi semua keinginan hati manusia-sang pengendali kegiatan berfikir itu yang pastinya memiliki tujuan yang berbeda beda termasuk (utamanya) keinginan untuk mengenal 'kebenaran hakiki'-yang berkaitan dengan masalah ketuhanan ? Atau untuk yang satu ini manusia terpaksa harus 'menyelinap keluar dengan mengendap ngendap melalui pintu belakang filsafat' ?

Karena bila terus terang menyatakan keluar dari 'pintu resmi' maka kelak sang pemilik keyakinan terhadap kebenaran hakiki itu bisa saja memperoleh vonis sebagai 'telah masuk ke wilayah dogma' dan kebenaran yang dipegangnya dapat di vonis sebagai 'kebenaran dogmatis' (!) Bentuk kebenaran yang 'ilegal' menurut aturan berfikir dalam dunia filsafat

Dengan kata lain,bila kaidah ilmu logika yang superketat itu tetap tak bisa menunjukkan manusia ke arah 'kebenaran hakiki' mungkin manusia perlu 'guide' lain katakanlah itu 'kitab suci'.masalahnya adalah apabila sebagian orang lantas mem vonis jalur itu sebagai 'bukan jalur berfikir yang benar sesuai kaidah berfikir yang benar' tetapi menganggapnya sebagai jalur 'doktrinisasi' atau jalur 'dogmatisasi'

Nah sampai disini kita dapat menemukan fakta bahwa makna 'berfikir' menurut filsafat mungkin bisa berbeda dengan makna berfikir menurut kitab suci.karena kitab suci yang dibawa para nabi pun mendeskripsikan bahwa kebenaran Ilahiah itu hanya dapat digapai oleh mereka yang berfikir dan berfikir dalam kitab suci bukan hanya dengan menggunakan sarana otak tetapi juga dengan menggunakan sarana hati-nurani

Nah mungkin kini kita sudah dapat memahami bahwa perbedaan substansial antara filsafat dengan agama dalam hal berfikir terletak pada sarana berfikir nya.filsafat nampak menitik beratkan pada penggunaan sarana 'otak'-pada keterampilan bermain logika.sedang dalam pandangan agama berfikir tak cukup dengan hanya bermain logika tetapi juga harus menggunakan hati,karena hal hal yang bersifat essensial,mendalam hanya bisa didalami serta dihayati oleh hati

Dan karena dalam agama bahkan ada bentuk ilmu yang tidak bisa direkonstruksi oleh cara berfikir otak atau keterampilan bermain logika semata tetapi harus dengan menggunakan pengertian hati yaitu bentuk 'ilmu hikmat'. Dan dengan kata lain agama bukan tidak mengakomodasi alur bermain logika karena untuk urusan berlogika maka dalam dunia agama bahkan manusia bisa bebas bermain logika dengan syarat 'bermata dua'-tidak materialist karena dalam agama tak ada tempat bagi menegakkan paradigma logika dialektika materialist,yang ada adalah logika dialektika universalist-menyeluruh atau melalui alur dualisme totalistik

Tetapi ada hal hal yang lebih penting-utama-essensial-mendasar yang untuk memahaminya tak bisa dengan hanya menggunakan 'otak' tetapi harus menggunakan hati.dan itulah,letak perbedaan antara agama dengan filsafat dalam hal berfikir adalah agama memberi jalan pada apa yang sudah tidak bisa diselesaikan oleh otak yaitu melalui 'jalan belakang'-karena merupakan jalur berfikir non formal menurut filsafat yaitu melalai hati

Dan karena itulah dalam agama 'hati' merupakan peralatan berfikir yang sangat urgent dan bahkan sangat menentukan karena mengendalikan kearah mana proses berfikir itu bermuara

.............

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun