Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apakah Segala Sesuatu Harus Masuk Akal?

4 Agustus 2017   10:25 Diperbarui: 4 Agustus 2017   13:27 2725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

'Segala suatu harus masuk akal' nampak sebagai sebuah postulat yang benar yang bahkan bagi sebagian fihak nampak tidak bisa diganggu gugat.dan memang bisa menjadi sebuah pernyataan yang benar itupun apabila ditempatkan pada tempat yang semestinya artinya bisa menjadi tidak benar apabila ditempatkan tidak pada tempat yang semestinya.

Oleh karena dalam kehidupan ini kita tidak melulu bergumul dengan persoalan kehidupan atau keilmuan atau hal hal yang bisa diselesaikan secara akali dengan cara bermain logika,atau tidak semua hal dapat diselesaikan secara langsung melalui keterampilan manusia dalam memainkan akal fikirannya

Sebab suatu saat adakalanya kita harus masuk ke ruang kalbu tentu bukan untuk bermain logika formal dengan menggunakan rumus Aristoteles misal tetapi untuk merenungi sesuatu sambil mencari cari intuisi sebagai jawabannya, dan di wilayah intuisi kita tak bisa lagi berprinsip 'segala suatu harus masuk akal' sebab intuisi bukan lagi sesuatu yang dapat kita kendalikan dan mainkan dengan keterampilan bermain logika sebab ia adalah sesuatu yang datang dari 'luar' dan masuk ke alam kesadaran kita tanpa bisa kita setting sepenuhnya. Sebab, itu intuisi bisa memberi kepada kita hal hal yang bahkan diluar dugaan kita sebelumnya, bahkan terkadang yang sulit masuk kedalam logika akal kita,dalam arti  lain kita tentu tak bisa meminta intuisi sekehendak kita misal hanya harus yang masuk akal.sehingga secara tiba tiba misal,kita dapat memahami sesuatu tanpa kita duga atau tanpa kita rekayasa sebelumnya dengan logika akal fikiran kita

Dan itulah, logika nampak sebagai fikiran fikiran yang dapat kita kendalikan serta permainkan sekehendak kita,bahkan kita dapat menentukan arah-tujuannya sekehendak kita misal ingin memikirkan atau membahas masalah apa.artinya karena berada diluar kendali kita maka intuisi berada diluar skema permainan logika kita,sehingga terkadang intuisi memberi jawaban berbeda dengan yang kita bayangkan atau perkirakan atau targetkan. intuisi biasanya hadir disaat kita berhadapan dengan sesuatu yang sudah sulit kita logika kan atau sulit kita pecahkan dengan kemampuan bermain logika

Sebab itu prinsip 'segala suatu harus masuk akal' bisa juga nampak sebagai sebuah keangkuhan tersendiri apabila mengingat suatu saat dalam kehidupannya manusia pasti akan berhadapan dengan persoalan yang rumit serta pelik yang sudah sulit diselesaikan dengan cara bermain logika termasuk tentunya persoalan persoalan kefilsafatan yang biasa digumuli para failosof, dimana saat itu manusia mengharapkan kehadiran intuisi dan bagi yang meyakininya itu adalah semacam jalan untuk memperoleh petunjuk Ilahi,artinya selain wahyu dan mimpi Tuhan juga diyakini hadir kedalam dunia manusia melalui intuisi intuisi

Artinya prinsip 'segala sesuatu harus masuk akal' itu terbatas dalam artian benar apabila kita tengah bergumul di wilayah rasionalitas dimana kebenaran rasional tengah dijadikan parameter atau saat kita membahas persoalan yang memang memerlukan kemampuan berlogika dalam penyelesaiannya.di wilayah empirik misal ketika terjadi perdebatan panjang antara kaum evolusionis vs kaum kreasionis maka yang harus dikedepankan tentu fakta fakta empirik bukan argument rasional,disana argument rasional diperlukan sebatas apabila ia bisa memperkuat atau memperjelas posisi-kedudukan dari fakta empirik.itulah, dalam dunia sains yang berlaku adalah prinsip 'semua harus empirik', lain bila kita beralih kepada wilayah filsafat yang bercorak rasional maka prinsip diatas yang berlaku

'segala suatu harus masuk akal'?...ya apabila saat itu rasionalitas atau konsep kebenaran yang bersifat akali sedang atau bahkan harus dijadikan acuan-parameter kebenaran-keilmuan.lalu bagaimana apabila sesuatu itu sulit masuk akal atau sulit dilogika kan apakah kita harus menyingkirkannya ke wilayah 'mistik' atau menguncinya di wilayah noumena dengan memberinya label 'sesuatu yang mustahil diketahui' (?) ..bagi kalangan tertentu yang skeptis itulah mungkin satu satunya jalan terakhir dan terbaik

Tetapi tidak bagi orang yang menyadari bahwa alat berfikir bukan cuma akal, bahwa ilmu bukan hanya ilmu logika, bahwasanya jalan ilmiah bukan hanya satu atau dua. artinya manusia harus mulai berfikir kapan rasionalitas-kebenaran berdasar logika itu harus dijadikan parameter-acuan dan kapan tidak,dan tentu harus mulai berfikir apakah selain rasionalitas-kebenaran berdasar logika akal terdapat parameter kebenaran lain yang bisa dijadikan acuan tersendiri ?

Dunia filsafat utamanya yang bercorak rasional tentu menjadikan rasionalitas sebagai benang merah kebenaran tetapi dalam dunia agama lazim terjadi pembagian posisi sebab struktur keilmuan dalam dunia agama Ilahi itu lebih luas ketimbang yang manusia kenal dalam filsafat.dalam dunia agama ada saat kapan dunia inderawi yang harus dikedepankan, maka ayat ayat yang berisi perintah mengamati segala suatu yang ada di alam semesta secara inderawi pun bertebaran. setelah itu lalu berlanjut ke tahap penggunaan akal -perintah untuk berfikir konstruktif dengan tujuan untuk merumuskan hasil pengamatan inderawi itu kedalam rumusan rumusan yang bercorak rasional, misal simpulan 'mesti ada sang pendesain dibalik wujud terdesain' atau 'mesti ada konsep balasan akhirat sebagai kelanjutan perikehidupan dunia yang didalamnya ada kebaikan dan kejahatan yang tidak dapat terbalaskan secara sempurna di alam dunia',dlsb.

Nah setelah merumuskan hasil pengamatan inderawi kedalam rumusan rumusan yang bercorak rasional itu maka apakah problem kebenaran telah selesai..ternyata tidak,dalam dunia agama itu baru tahap pertengahan, setelah itu yang terakhir adalah tahap optimalisasi hati atau 'kalbu' (hati terdalam) sebagai perangkat berfikir yang memiliki kapasitas lebih luas dan lebih dalam ketimbang isi kepala tempat manusia bermain logika formal.walau mungkin masih sedikit yang menyadari bahwa kalbu adalah perangkat berfikir tersendiri yang memiliki karakter tersendiri yang berbeda dengan karakter isi kepala,buktinya kebanyakan orang mungkin menunjuk ke kepala saat ingin mengatakan 'ayo berfikir'

Saat kita bermain logika dalam isi kepala maka saat itu mungkin kita akan merasa terikat dengan berbagai bentuk hukum logika yang super ketat dan ruang berfikirpun terasa sempit,tetapi ketika kita masuk ke ruang kalbu maka itu akan seperti masuk kedalam samudera lautan nan luas dan dalam,disana kita tidak akan berkutat atau bergumul melulu dengan hukum hukum berfikir yang superketat tetapi kita akan berselancar dengan 'pengertian pengertian'. 'Pengertian' adalah cara berfikir hati yang lentur serta fleksibel-tidak kaku serta tidak hitam putih ala logika sebab itu memiliki landasan cara pandang yang lebih luas dan mendalam. dalam kalbu itu pula kita dapat bergaul secara lebih intens dengan intuisi intuisi,dengan kata lain,diruang kalbu intuisi itu akan nampak lebih terasa-lebih nampak jelas dan terang wujudnya itu karena kalbu lebih peka terhadap kehadiran intuisi,walau intuisi itu pun dapat hadir kedalam isi kepala tentunya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun