Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lumbang Lanong, Bisakah Chaotisme Membunuh Prinsip Dualisme?

7 Juli 2016   14:00 Diperbarui: 7 Juli 2016   15:49 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Images : www.siperubahan.com

…………………………………………………………

Kita mulai dari konsep benar-salah,baik-buruk sebagai prinsip dualisme yang paling mendasar

Ketika seorang hakim mengetuk palu untuk memutuskan perkara maka biasanya ia akan berkata : ‘anda bersalah dan dihukum 10 tahun !’ .. Bayangkan apabila ia memutus perkara dengan konsep yang tidak jelas misal berkata : ‘anda bersalah sekaligus tak bersalah’.lalu bila sang terdakwa tidak diputuskan bersalah atau tak bersalah lalu bagaimana sang hakim akan memberi putusan yang pasti. Apakah pengadilan akan orientasi pada putusan yang abu abu-samar-tak jelas ?

Demikian pula dalam dunia pendidikan,bayangkan apabila manusia tak mengenal konsep benar-salah. Seorang murid di luluskan karena ia dinilai dapat menjawab soal ujian kebanyakannya dengan benar dan sebaliknya yang tidak lulus karena memberi jawaban yang kebanyakan salah.hal hal yang samar-absurd-tak jelas tentunya tidak akan bisa menjadi patokan atau parameter dalam dunia pendidikan

Demikian pula dalam konsep pendidikan akhlak-moral-etika manusia akan diajari perihal konsep baik-buruk dan tidak akan diajari konsep konsep yang samar-tidak jelas-abu abu

Itulah dualisme menjadi kerangka dari tegaknya dunia hukum serta dunia pendidikan

Dalam kehidupan bermasyarakat maka konsep yang jelas dan tegas alias 'konseptual' itulah yang akan dipakai bukan yang abu abu apalagi chaos,ketika diadakan pertandingan olah raga maka konsep yang dipakai adalah dualisme menang-kalah,ketika hendak mendata penduduk atau membuatkan KTP nya maka konsep dualism yang dipakai adalah jenis kelamin laki laki atau perempuan bukan identitas yang tak jelas,bila seseorang tengah berduka maka hal yang didambakannya adalah merasakan sukacita bukan perasaan yang tidak jelas atau samar atau perasaan kacau

Makna ‘dualisme’ mengandung arti bahwa didalamnya terdapat muatan muatan-konsep konsep-entitas-entitas yang dapat ditarik kepada dua kutub yang secara jelas berbeda dan atau berlawanan, misal : benar-salah,lelaki-wanita,bahagia-derita,teratur-kacau,cacat-sempurna,gelap-terang dlsb. Memang ada hal-obyek-wujud yang nampak samar-chaos-kacau-tak jelas-absurd-shades of grey tetapi dalam membangun konsep-rumusan-ilmu pengetahuan manusia tentu berpegang pada hal yang jelas-pasti-permanen.

Secara keliru manusiapun ada yang menyalah fahami fenomena chaos-kekacauan-kecacatan-absurditas sebagai ‘pembunuh’ dualisme padahal semua itu adalah pasangan dari keteraturan-kesempurnaan-kejelasan.sebab kita dapat memahami apa-bagaimana itu ‘teratur’-‘jelas’-‘sempurna’-‘tertata’ karena sebelumnya kita pernah menangkap yang kebalikannya.sebagaimana, bagaimana manusia bisa tahu-faham apa itu ‘bahagia’ kalau belum pernah merasakan penderitaan ? Bagaimana kita dapat memaknai ‘terang’ apabila belum mengalami kegelapan ?

Bahkan pencetus teori ‘chaos’ pun bisa mendeskripsikan chaotisme karena sebelumnya ia pernah berpengalaman melihat wujud yang teratur-tidak kacau.jadi dualisme adalah sebuah keniscayaan bagi akal fikiran untuk bisa memahami segala suatu,tanpa ada dualism maka bagaimana akal dapat bekerja ?

Itulah konsep dualisme adalah ‘benang merah’ diantara ketak jelasan-ke samar samar an,kerangka bagi akal dalam merumuskan konsep konsepnya.bayangkan bila tak ada konsep dualisme yang jelas-tegas-terang benderang.artinya akal akan selalu mencari nilai dualism yang jelas dan terang benderang diantara hal hal yang absurd-tak jelas sebab eksistensi akal tak bisa berpijak pada hal hal yang absurd-tak jelas-chaos

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun