Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengatasnamakan 'Nurani' Demi untuk Kepentingan Politis(?)

5 Juni 2016   14:32 Diperbarui: 5 Juni 2016   17:46 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

…

Bagi umat manusia ‘nurani’ adalah sebuah simbol kebenaran tersendiri,dan sebab itu banyak orang atau kelompok yang mengklaim mengatas namakan nurani ketika mereka tengah memperjuangkan sesuatu atau tengah menyampaikan aspirasi-keinginan-kehendak tertentu, karena mereka meyakini merasa berada dijalan yang benar atau karena mereka ingin diakui atau dipandang sebagai fihak yang berada dijalan yang baik dan benar.mengapa (?)

Karena nurani adalah sebuah software atau unsur jiwa yang bersifat abstrak yang Tuhan tanam di lubuk hati manusia yang terdalam,yang memiliki fungsi sebagai alat baca kebenaran serta kebaikan atau agar manusia dapat mengenal serta memahami mana benar dan mana salah, mana baik dan mana  buruk. sehingga orang yang tidak peduli pada kebenaran dan kebaikan sering disebut sebagai ‘orang yang tak bernurani’.dan bila kedudukan nurani adalah sebagai raja dalam jiwa manusia maka kedudukan akal adalah sebagai sang perdana menterinya, yang berfungsi membantu tugas pokok sang raja.secara insting-naluriah nurani dapat meraba mana benar mana salah tetapi dengan bantuan akal maka mana benar mana salah itu dapat digambarkan atau dikonsepsikan secara lebih jelas-terstruktur-konseptual-'obyektif'.

(Walau tidak sedikit orang yang memenjarakan 'sang raja dalam jiwa itu' lalu sebagai gantinya mengangkat hawa nafsu yang seharusnya kedudukannya adalah sebagai hamba sahaya menjadi sang raja yang baru) 

Dengan kata lain walaupun seseorang atau sekelompok orang menyadari bahwa yang mereka perjuangkan adalah hal yang salah menurut agama tetapi rasanya tak akan ada diantara mereka yang secara terus terang mengatasnamakan ‘hawa nafsu’ misal,artinya walau dengan malu malu kucing mereka mungkin masih akan tetap mengatas namakan ‘nurani’. karena mereka tahu bahwa ‘hawa nafsu’ adalah symbol dari keburukan oleh karena sifatnya yang mudah jatuh pada hal hal yang buruk.dengan kata lain sudah merupakan realitas kalau segala suatu yang baik dan benar akan disandarkan pada atau diparalelkan dengan ‘nurani’ sedang yang buruk dan salah akan disandarkan pada atau diparalelkan dengan ‘hawa nafsu’.dan pembedaan hakikat karakter keduanya itu memang memiliki sandaran pada kitab suci,karena kitab suci menjelaskan baik secara eksplisit maupun implisit karakteristik keduanya yang nampak selalu bertolak belakang itu,jadi pemahaman hakiki perihal sifat kontradiktif antara nurani dengan hawa nafsu itu bukan hasil kesepakatan para psikolog misal

Dengan kata lain, selalu ada penyalahgunaan dalam mengatas namakan nurani untuk hal-hal yang salah-tidak tepat-tidak pada tempatnya,sebagai contoh :  mengatas namakan nurani ketika berdemo menolak penutupan lokalisasi pelacuran,ketika menolak UU anti pornografi, ketika berdemo membela kebebasan seks, ketika berdemo membela ajaran yang menyesatkan,dan banyak lagi.sebab tentu saja bila di konsepsikan dengan memakai bantuan logika akal maka mungkinkah suara hati nurani dapat membenarkan lokalisasi-membenarkan pornografi atau membenarkan penolakan terhadap pornografi-membenarkan kebebasan seks-membenarkan ajaran yang menyesatkan ?

Contoh lain,di berbagai negara yang memberlakukan system demokrasi ala parpol mungkin ada partai politik tertentu yang menggunakan kata ‘nurani’ sebagai nama partainya,semisal ‘partai Hanura’ di Indonesia, seolah ingin memberi penekanan pada publik bahwa yang ingin mereka perjuangkan adalah hal hal yang bersesuaian dengan nurani,dan tentu tak akan ada partai politik yang secara terus terang mengusung kepentingan hawa nafsu.walau tentu kita harus mengamati serta mempertanyakan apakah yang diperjuangkannya itu adalah hal hal yang betul betul ‘bersesuaian dengan nurani’ ? atau,apakah nurani dapat membenarkan ambisi seseorang atau satu golongan terhadap kekuasaan utamanya yang menempuh cara cara  yang tidak baik dan tidak benar dan yang hanya demi untuk tujuan kepentingan pribadi serta duniawiah  ?

Dan inilah yang menjadi permasalahan berikutnya :

Bahkan yang unik adalah ketika ada dua pihak yang saling berlawanan pandangan-berlawanan kehendak keduanya ternyata sama sama mengatas namakan nurani (!) .. tak ada yang satu mengatas namakan nurani dan yang lain mengatas namakan hawa nafsu misal

Sebagai contoh nyata : fihak yang pro kepada gubernur Ahok-mendukung pencalonannya kembali serta tentu berharap kemenangan gubernur Ahok di pilkada tahun depan mulai ada yang secara berapi api mengatasnamakan nurani ketika menyuarakan aspirasi nya, di sisi lain fihak fihak yang merasa sakit hati dengan kebijakan yang dilakukan gubernur Ahok terhadap warga miskin Jakarta melalui penggusuran sedang disisi lain dianggap memberi fasilitas kepada orang kaya melalui pemberian izain reklamasi sehingga disamping menolak pencalonannya kembali mereka juga tentu tak berharap gubernur Ahok memenangkan pilkada tahun depan dan dalam menyuarakan aspirasinya itu mereka juga sama sama mengatasnamakan nurani

Lalu mana yang benar-mana pihak yang memang bersesuaian dengan nurani ? saya tidak tahu,sebab saya tidak mengamatinya dilapangan dan hanya bisa menonton lewat TV atau membaca dari media,saya juga tidak tahu pasti apakah warga miskin Jakarta secara umum hidup lebih sengsara atau telah lebih baik dibawah kepemimpinan gubernur Ahok,saya tak mau berprasangka hanya berharap semoga warga miskin DKI saat ini hidup secara lebih baik dibalik pembangunan fisik Jakarta-jangan hanya menjadi korban,sebab menurut nurani saya apa artinya DKI yang mewah-gemerlap-tertib-teratur-rapi-smart-hijau dlsb.prestasi prestasi yang bersifat material bila dibalik itu ada banyak keluh kesah yang berasal dari kesengsaraan manusia yang tertindas.sebab materi itu fana-kelak pada saatnya akan dihancurkan Tuhan tetapi manusia itu abadi-akan diabadikan Tuhan.artinya semiskin apapun manusia tetaplah ia memiliki derajat yang lebih tinggi ketimbang materi semisal gedung gedung megah dan mewah.sehingga aspek kemanusiaan tetap tak boleh diabaikan dalam membangun serta mengelola sebuah kota besar seperti Jakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun