Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

"Nothing to Lose" sebagai Sebuah Strategi Mental

29 Januari 2016   16:28 Diperbarui: 25 Agustus 2020   11:21 14573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malah ambisi yang terlalu besar yang tidak dibingkai oleh sikap mental yang baik bisa menjadi ibarat api yang karena tak bisa dikendalikan malah membakar semuanya.

Tidak sedikit orang yang tadinya memiliki semangat yang menggebu malah berujung frustasi--kehilangan semangat.

Itu karena api semangatnya tidak terkendali secara baik. Bayangkan seseorang yang pikirannya dibebani target-target tertentu yang terlalu besar, maka beban itu bisa berbalik menjadi boomerang yang melemahkan semangatnya sendiri.

Salah satu cara untuk membingkai semangat yang menggebu adalah bersikap pasrah atau dalam bahasa agama melakukan semuanya "karena Allah" dan itu bukan sikap yang negatif.

Bingkai "pasrah" itu akan mengendalikan api semangat yang menggelora yang oleh kekuatan manusia terkadang sulit dikendalikan. Banyak orang yang secara materi-duniawi merasa berhasil, tetapi jiwanya kosong dari rasa bahagia misalnya.

Padahal, perjuangannya meraih kesuksesan duniawi itu secara mental sangat melelahkannya. Bahkan, tidak sedikit orang sukses yang mati muda akibat penyakit jantung karena ia tak kuasa menahan gejolak ambisinya--menjadi seorang yang gila kerja tetapi efeknya itu memakan jantungnya sendiri.

Sedang orang kecil yang biasa bersikap "nothing to lose"--apa adanya malah nampak hidup bahagia dan panjang umur.

Sebenarnya kalau didalami merupakan kerugian besar apabila seseorang harus kehilangan kebahagiaan akibat terlalu mengikuti hasrat nafsu yang menggebu--terhadap apa pun.

Sedang kebahagiaan (sejati) itu hanya bisa hadir apabila kita bisa menghadirkan nuansa batiniah dalam perikehidupan keseharian kita. Nah, sikap berserah diri karena Allah berfungsi menyeimbangkan struktur jiwa, di mana dengan sikap seperti itu, nuansa batin dengan nuansa rasa perasaan nafsu akan saling berkelindan menciptakan keseimbangan.

Artinya, rasa perasaan nafsu yang sering menggebu--bergelora sehingga sering keluar kontrol terimbangi dengan hadirnya nuansa batin dalam jiwa. Artinya dalam hidup, rasa senang (nafsu) dan rasa bahagia (batin) itu mesti hadir secara berimbang.

Seorang yang terlalu memporsir kehadiran rasa perasaan nafsu-terlalu mengejar kenikmatan yang bersifat fisik--materi akan menghadirkan rasa hampa di sisi lain, dan hampa berarti hilangnya rasa bahagia secara batiniah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun