Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Post modernisme, mencari cari makna (?)

23 September 2015   12:44 Diperbarui: 23 September 2015   13:30 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Itu adalah gambaran umum-mayor tentang post modernisme diluar dari gambaran gambaran minor yang dapat beragam mengikuti tafsiran orang per orang tentunya, karena itu definisi istilah ‘pos mo’  dapat majemuk dan ambigu kalau kita merangkum keseluruhan penafsiran yang dapat berbeda beda,tetapi secara umum-mendasar ia berbeda (atau ingin berbeda?) dengan ‘modernisme’ dan gambaran paradigmatik yang membentuknya 

Dan artinya,kalau kita melihatnya dari kacamata sudut pandang agama (Ilahiah) yang sangat menekankan-mensakralkan serta mengedepankan konsep konsep ‘meta narasi’ : kebenaran hakiki,kebenaran yang satu, kebenaran rasional,maka kehadiran ‘ideologi’ pos mo menunjukkan bahwa makin mendekati akhir zaman cara pandang manusia makin ‘mengulit’-makin orientasi ke ‘permukaan kulit luar’- makin dangkal-makin menjauh dari mendalami hal hal yang bersifat hakiki-essensial dan itu seperti suatu keadaan yang persis sebagaimana yang dinubuatkan oleh para nabi tentang karakteristik cara pandang manusia di akhir zaman,bahkan istilah ‘dajjal’ sering diidentikan dengan cara pandang manusia yang orientasi ke satu dimensi : dimensi yang nampak dan menjauhkannya dengan dimensi yang abstrak-tak nampak.sehingga al hadits mengatakan ‘diakhir zaman Al qur’an hanya tinggal tulisannya semata’,artinya di saat itu essensi kitab suci sudah tak lagi didalami dan difahami,sudah dianggap hanya ‘salah satu fenomena’ dari beragam fenomena yang dapat ditafsirkan secara beragam mengikuti sudut pandang individu per individu (dipandang tidak harus mengikuti pandangan ‘mainstream’ yang memandangnya sebagaimana Tuhan memandangnya-tidak dipandang sebagai suatu yang mengandung informasi tentang bentuk kebenaran yang bersifat tunggal-hakiki-menyeluruh)

Post modernis umumnya cenderung tidak mempercayai adanya bentuk kebenaran mutlak-hakiki yang bersifat tunggal (karena kebenaran mutlak-hakiki mustahil bersubstansi ganda atau banyak dimana masing masing saling berlawanan atau saling meruntuhkan satu sama lain-sehingga mesti bersifat tunggal), hal itu tentu karena orientasi mereka bukan kepada kemenyeluruhan tetapi lebih kepada pandangan individu per individu yang menangkap sesuatu cenderung secara partikularistik sehingga pluralitas-keragaman mendapat tempat istimewa dalam pandangan mereka.tetapi sikap demikian tentu memiliki konsekuensi yang sebenarnya bisa melemahkan bahkan meruntuhkan ‘keyakinan’nya sendiri, sebagai contoh,ketika seorang post modernis kukuh menganggap konsep agama sebagai suatu yang ‘salah’ atau ‘tidak benar’ bila dilihat dari sudut pandang tertentu maka mereka tak boleh menganggap pandangannya itu sebagai bersifat ‘hakiki’-‘pasti mutlak benar’ sebab bila demikian maka mereka jatuh pada prinsip kemutlakan yang pada awal mulanya sudah mereka tolak sendiri

Dan mungkin kalau kita mendalami aspek benar-salah diantara kemelut modernisme-postmodernisme maka mungkin kita dapat menemukan bahwa selalu ada sisi benar-salah tersendiri dari eksistensi keduanya, modernisme memang bisa dianggap ‘benar’ apabila mengusung meta narasi konsep strukturalisme-pencarian akan bentuk kebenaran terstruktur tetapi mungkin dapat dianggap ‘salah’ ketika hanya memuarakannya kepada rasionalitas yang kering dari penghayatan dan pendalaman ruhaniah misal,dan pos mo pun mungkin ‘benar’ ketika memberontak dari kecenderungan seperti itu tetapi ‘salah’ apabila memuarakannya lebih pada pandangan pandangan individu yang beragam semata misal, sebab hal itu akan menjatuhkan meta narasi ‘kebenaran’ kepada relativisme-partikularisme-subyektifisme. bandingkan dengan dalam agama Ilahiah dimana orientasi dari konsep ‘kebenaran’ tentu saja tidak diarahkan serta ditekankan pada sudut pandang orang per orang yang bisa banyak-beragam dan saling berlawanan satu sama lain tetapi di arahkan pada kebenaran Ilahiah yang bersifat tunggal dimana semua umat manusia mesti tunduk pada bentuk kebenaran seperti itu,bandingkan dengan dalam pos mo dimana manusia di setting tidak mesti tunduk pada suatu bentuk kebenaran tunggal atau meta narasi besar tertentu,semua seperti bebas ber eksistensi-berimprovisasi serta mempersepsi dunia-kehidupannya dan mungkin semuanya dapat sama sama dibingkai sebagai ‘kebenaran’-walau (andai) berlawanan satu sama lain, setidaknya menurut sudut pandang pos mo,(karena mungkin pos mo tidak memiliki parameter 'hakiki' untuk menilai sesuatu itu mutlak benar atau mutlak salah

Setelah itu,secara pribadi-individu per individu apa saja makna yang dapat kita temukan dalam pos mo ?

…………………………………………………

 images : warosu.org

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun