Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Post modernisme, mencari cari makna (?)

23 September 2015   12:44 Diperbarui: 23 September 2015   13:30 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

……..

Postmodernisme adalah sebuah istilah dan sebuah fenomena kekinian yang hidup dalam alam fikiran orang orang yang mengapresiasi kehadirannya tentunya.suatu yang dianggap cara pandang alternative dari narasi narasi besar yang telah terbentuk dalam sejarah pemikiran umat manusia sekaligus yang mencoba menggugat serta mempertanyakannya kembali.istilah itu dianggap telah memikat masyarakat luas-kaum intelektual khususnya dan dianggap memiliki kemampuan mengartikulasikan beberapa krisis-perubahan sosio-kultural fundamental yang dialami masyarakat terkini.intinya post modernisme hadir untuk merevisi pandangan modernisme

Bila kita bicara dari sudut filsafat maka karakter yang khas dalam modernisme adalah bahwa ia selalu mencari dasar segala pengetahuan tentang ‘apa’ nya realitas dengan cara kembali ke subyek yang mengetahui itu sendiri. disana diharap ditemukan kepastian mendasar bagi pengetahuan kita tentang realitas itu.kepastian itu persisnya terdapat dalam hukum logika…dalam modernisme filsafat memang berpusat pada epistemologi yang bersandar pada gagasan tentang subyektivitas dan obyektivitas murni, yang satu sama lain terpisah-tak saling berkaitan.... tugas pokok filsafat adalah mencari fondasi segala pengetahuan (fondasionalisme),dan tugas khusus subyek adalah merepresentasikan kenyataan obyektif (representasionalisme). demikian maka klaim klaim dari kaum pot modernist tentang ‘berakhirnya modernisme’ biasanya dimaksudkan untuk menunjukkan berakhirnya anggapan modern tentang ‘subyek’ dan ‘dunia obyektif tadi…lalu postmodernisme  dimengerti sebagai upaya upaya untuk mengungkapkan segala konsekuensi dari berakhirnya modernisme itu beserta metafisika tentang fondasionalisme dan representasionalismenya.(Bambang sugiharto-post modernism tantangan bagi filsafat)

Dengan kata lain, sebelum membuat kritik lebih jauh terhadap postmodernisme atau menilainya dari sudut pandang lain misal sudut pandang agama maka sebaiknya kita mengetahui latar belakang kelahiran 'ontologis' postmodernisme yang sebenarnya keluar dari rahim tempat modernisme hidup dan berkembang juga  

 

……………………………………………………………………………..

Lalu bagaimana sebenarnya definisi yang ‘pasti’ dari bentuk bangun postmodernisme secara ontologis-epistemologis mengingat aspek keragaman tafsir yang melingkunginya ? mungkin ada banyak ‘benang merah’ yang ingin dibuat orang-para pemikir kontemporer khususnya tentang hal itu yang intinya berbeda dengan ‘modernisme’ atau pandangan pandangan filsafat klasik, tetapi saya ingin membentangkan sebuah benang merah yang saya anggap paling fenomenal karena secara jelas-radikal mencirikan arus keterbalikan paradigma dengan yang menjadi ciri khas modernisme dan keterbalikan dengan pandangan pandangan klasik yang telah mapan khususnya seputar meta narasi ‘rasionalitas-realitas-kebenaran’

Tetapi sebelum kita berbicara lebih jauh serta panjang lebar perihal ‘pos mo’ maka kita harus membingkai nya terlebih dahulu tiada lain agar bahasan tentang masalah ini tidak disertai pandangan atau anggapan yang meleber keluar batas misal menganggap kebenaran yang dideskripsikannya bersifat ‘hakiki-pasti-mutlak’ dan lalu mengkultuskan postmodernisme sebagai ‘sumber kebenaran’,dan bingkai itu adalah ‘kacamata sudut pandang manusia’.artinya, sebagaimana kala kita berselancar ke dunia filsafat tempat beragam jenis kacamata sudut pandang manusia berada maka bingkai ‘kacamata sudut pandang manusia’ itu tidak boleh kita lepaskan agar ‘kebenaran’nya dapat selalu kita identikan dengan unsur manusia dengan segala keterbatasannya

Atau dengan kata lain sebelumnya kita harus memahami bahwa pada dasarnya kita tetap harus melihat ‘hakikat’ postmodernisme sebagai satu dari sekian banyak ‘kacamata sudut pandang manusia’khususnya yang inti atau gagasan utamanya merupakan produk  dunia filsafat,sesuatu yang lantas membentuk ‘world view’ yang lambat laun bisa berubah menjadi ‘ideology’ (ketika sudah dianggap sebagai ‘kebenaran yang diyakini’).disebut ‘kacamata sudut pandang manusia’ tentu saja karena pos mo lahir dari kepala atau persepsi manusia.dan karena pos mo adalah sebuah kacamata sudut pandang atau cara pandang maka suatu saat ia akan digunakan untuk melihat-membaca dan lalu menafsirkan beragam  fenomena-realitas yang ada-terjadi beserta dengan beragam problematika yang mengelilinginya yang ujung ujungnya akan melahirkan ide dasar baru tentang ‘kebenaran’ yang akan berbeda dengan ‘yang bukan pos mo’ tentunya.dan sebagaimana juga kacamata kacamata sudut pandang lain yang pernah lahir maka pos mo pada ujung ujungnya juga akan berusaha memposisikan diri sebagai ‘kebenaran’. tetapi karena pos mo lahir dari kepala manusia-kacamata sudut pandang manusia-penafsiran manusia maka hakikat kebenarannya tentu saja bersifat relative-bisa spekulatif-bisa temporer,dalam arti lain; tidak bersifat hakiki

Sebagai sebuah gerakan maka post modernisme sering dipandang sebagai sebuah gerakan yang hendak merevisi modernisme beserta tatanan sosial yang diakibatkannya yang dianggap melahirkan berbagai konsekuensi buruk bagi manusia seperti merekayasa masyarakat bagai mesin,sehingga masyarakat cenderung  menjadi tidak manusiawi (mungkin ini satu sisi ‘positif’ dari moral post modernism disamping sisi negative paradigmatiknya )

Tetapi disatu sisi postmodernisme sering dipandang sebagai suatu yang tidak memiliki makna essensial-dianggap hanya sekedar refleksi yang bersifat reaksioner belaka atas perubahan perubahan sosial yang kini sedang berlangsung,tetapi sebagian orang memandangnya sebagai suatu yang memiliki kemampuan mengartikulasikan beberapa krisis dan perubahan sosio kultural fundamental yang kini sedang manusia alami.artinya,sebagian orang menafsirkan serta menyikapi dunia-realitas dengan beragam problematikanya dengan menggunakan kacamata sudut pandang ‘pos mo’ dan itu melahirkan ide-gagasan-pandangan yang dapat berbeda dengan era sebelumnya khususnya dengan yang disebut ‘modernisme’-sebuah cara pandang yang dianggap masih menggantungkan diri pada narasi narasi besar atau meta narasi semacam ‘rasionalisme’-‘strukturalisme’-‘kebenaran konstruktif-tunggal’.manusia pos mo nampak mulai lari dari hal hal yang bagi sebagian orang sudah dianggap ‘fundamental’-‘asasi’-‘hakiki’-‘konstruksi’. itu sebab postmodernisme sering diidentikkan dengan istilah ‘post strukturalisme’ dan lekat dengan semangat ‘dekonstruksionisme’-semangat mendekonstruksi konsep konsep lama yang dianggap sudah mapan,melahirkan cara pandang yang makin individualistik-tidak universalistik, pluralistik-penolakan terhadap bentuk kebenaran tunggal,partikularistik-tidak orientasi pada kemenyeluruhan.dalam pos mo gagasan gagasan dasar seperti ‘rasionalitas’-‘epistemologi’ (elemen yang membangun bentuk kebenaran konstruktif-tunggal) dan pasti tentunya ‘kebenaran’ itu sendiri (versi klasik-modern) dipertanyakan kembali

Itu adalah gambaran umum-mayor tentang post modernisme diluar dari gambaran gambaran minor yang dapat beragam mengikuti tafsiran orang per orang tentunya, karena itu definisi istilah ‘pos mo’  dapat majemuk dan ambigu kalau kita merangkum keseluruhan penafsiran yang dapat berbeda beda,tetapi secara umum-mendasar ia berbeda (atau ingin berbeda?) dengan ‘modernisme’ dan gambaran paradigmatik yang membentuknya 

Dan artinya,kalau kita melihatnya dari kacamata sudut pandang agama (Ilahiah) yang sangat menekankan-mensakralkan serta mengedepankan konsep konsep ‘meta narasi’ : kebenaran hakiki,kebenaran yang satu, kebenaran rasional,maka kehadiran ‘ideologi’ pos mo menunjukkan bahwa makin mendekati akhir zaman cara pandang manusia makin ‘mengulit’-makin orientasi ke ‘permukaan kulit luar’- makin dangkal-makin menjauh dari mendalami hal hal yang bersifat hakiki-essensial dan itu seperti suatu keadaan yang persis sebagaimana yang dinubuatkan oleh para nabi tentang karakteristik cara pandang manusia di akhir zaman,bahkan istilah ‘dajjal’ sering diidentikan dengan cara pandang manusia yang orientasi ke satu dimensi : dimensi yang nampak dan menjauhkannya dengan dimensi yang abstrak-tak nampak.sehingga al hadits mengatakan ‘diakhir zaman Al qur’an hanya tinggal tulisannya semata’,artinya di saat itu essensi kitab suci sudah tak lagi didalami dan difahami,sudah dianggap hanya ‘salah satu fenomena’ dari beragam fenomena yang dapat ditafsirkan secara beragam mengikuti sudut pandang individu per individu (dipandang tidak harus mengikuti pandangan ‘mainstream’ yang memandangnya sebagaimana Tuhan memandangnya-tidak dipandang sebagai suatu yang mengandung informasi tentang bentuk kebenaran yang bersifat tunggal-hakiki-menyeluruh)

Post modernis umumnya cenderung tidak mempercayai adanya bentuk kebenaran mutlak-hakiki yang bersifat tunggal (karena kebenaran mutlak-hakiki mustahil bersubstansi ganda atau banyak dimana masing masing saling berlawanan atau saling meruntuhkan satu sama lain-sehingga mesti bersifat tunggal), hal itu tentu karena orientasi mereka bukan kepada kemenyeluruhan tetapi lebih kepada pandangan individu per individu yang menangkap sesuatu cenderung secara partikularistik sehingga pluralitas-keragaman mendapat tempat istimewa dalam pandangan mereka.tetapi sikap demikian tentu memiliki konsekuensi yang sebenarnya bisa melemahkan bahkan meruntuhkan ‘keyakinan’nya sendiri, sebagai contoh,ketika seorang post modernis kukuh menganggap konsep agama sebagai suatu yang ‘salah’ atau ‘tidak benar’ bila dilihat dari sudut pandang tertentu maka mereka tak boleh menganggap pandangannya itu sebagai bersifat ‘hakiki’-‘pasti mutlak benar’ sebab bila demikian maka mereka jatuh pada prinsip kemutlakan yang pada awal mulanya sudah mereka tolak sendiri

Dan mungkin kalau kita mendalami aspek benar-salah diantara kemelut modernisme-postmodernisme maka mungkin kita dapat menemukan bahwa selalu ada sisi benar-salah tersendiri dari eksistensi keduanya, modernisme memang bisa dianggap ‘benar’ apabila mengusung meta narasi konsep strukturalisme-pencarian akan bentuk kebenaran terstruktur tetapi mungkin dapat dianggap ‘salah’ ketika hanya memuarakannya kepada rasionalitas yang kering dari penghayatan dan pendalaman ruhaniah misal,dan pos mo pun mungkin ‘benar’ ketika memberontak dari kecenderungan seperti itu tetapi ‘salah’ apabila memuarakannya lebih pada pandangan pandangan individu yang beragam semata misal, sebab hal itu akan menjatuhkan meta narasi ‘kebenaran’ kepada relativisme-partikularisme-subyektifisme. bandingkan dengan dalam agama Ilahiah dimana orientasi dari konsep ‘kebenaran’ tentu saja tidak diarahkan serta ditekankan pada sudut pandang orang per orang yang bisa banyak-beragam dan saling berlawanan satu sama lain tetapi di arahkan pada kebenaran Ilahiah yang bersifat tunggal dimana semua umat manusia mesti tunduk pada bentuk kebenaran seperti itu,bandingkan dengan dalam pos mo dimana manusia di setting tidak mesti tunduk pada suatu bentuk kebenaran tunggal atau meta narasi besar tertentu,semua seperti bebas ber eksistensi-berimprovisasi serta mempersepsi dunia-kehidupannya dan mungkin semuanya dapat sama sama dibingkai sebagai ‘kebenaran’-walau (andai) berlawanan satu sama lain, setidaknya menurut sudut pandang pos mo,(karena mungkin pos mo tidak memiliki parameter 'hakiki' untuk menilai sesuatu itu mutlak benar atau mutlak salah

Setelah itu,secara pribadi-individu per individu apa saja makna yang dapat kita temukan dalam pos mo ?

…………………………………………………

 images : warosu.org

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun