Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Waspada 'penipuan ilmiah' yang terjadi dalam sains (!)

26 Juli 2015   17:55 Diperbarui: 26 Juli 2015   18:56 866
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

…….

Sebenarnya merupakan sebuah kajian yang agak aneh dan ganjil apabila sains membicarakan ‘tujuan alam semesta’ apalagi lalu kemudian ada yang mengklaim dapat membuat suatu kesimpulan bahwa alam semesta adalah wujud yang ‘tidak memiliki tujuan’ atau sebaliknya ‘memiliki tujuan’,… tetapi itulah, dalam buku yang membahas hubungan sains-agama karya John F.haught ada bab tersendiri yang membahas masalah ini dengan diberi judul : ‘apakah alam semesta memiliki tujuan ?’

Sebab menurut saya masalah ini sama sekali bukan ranah sains,karena sains itu terikat oleh metodologi yang dibuatnya sendiri dan metodologi sains itu membatasi ruang gerak sains sedemikian rupa sehingga sains tak bisa secara liar masuk menjelajah wilayah metafisik termasuk membahas masalah tujuan alam semesta misal,yang menurut saya lebih ideal apabila masuk kedalam kajian agama-filsafat,khususnya agama yang sangat menekankan pendalaman terhadap masalah tujuan hakiki dari segala suatu

Ketika sains menela’ah alam semesta bukankah yang jadi obyek perhatian seharusnya adalah lebih kepada seputar ‘bagaimana’ bukan ‘mengapa’,misal bagaimana benda benda jatuh bukan mengapa benda benda jatuh, sebab, mengapa benda jatuh bisa saja terjadi oleh sesuatu yang bersifat ‘mistery’-gaib, tetapi bagaimana benda jatuh itu hukumnya dapat diselidiki.apabila berbicara ‘mengapa’, misal mengapa ada ketertataan di alam semesta maka itu akan masuk ke wilayah metafisis yang seharusnya didalami oleh agama serta filsafat. sehingga dengan kata lain para saintis harus menahan diri dari keinginan membawa sains ke wilayah yang sebenarnya bukan kewenangannya,andai kalaupun ia ingin menyatakan hal hal yang bersifat metafisis seperti yang berkaitan dengan masalah ketuhanan-masalah teleologis maka katakan secara terus terang bahwa itu adalah kesimpulan pribadi bukan kesimpulan sains

………………………………….

Sains sering dikaitkan dengan metode eksperimental, sebuah metode yang biasanya terus menerus diulang ulang sampai menghasilkan rumusan-hukum yang valid-obyektif-pasti dan publik pun dapat mempelajari serta dapat memegangnya sebagai hukum-kaidah ilmiah.nah,lalu metode sainstifik apa yang dapat dipegang oleh publik sehingga mereka lalu dapat diyakinkan bahwa alam semesta itu sesuatu yang ‘tidak memiliki tujuan’ atau sebaliknya ‘memiliki tujuan’ misal,.. dari sudut pandang ini saja kita sudah dapat melihat keganjilannya apabila sains dipaksa untuk menafsirkan hal hal yang metafisis

Sebab itu bila ada kajian keilmuan yang melibatkan sains didalamnya yang kemudian sampai pada kesimpulan kesimpulan yang bersifat metafisis seperti : ‘alam semesta itu tidak memiliki tujuan’ atau ‘alam semesta tidak memerlukan Tuhan’ atau ‘tidak ada sang pendesain dibalik alam semesta’ maka ketahuilah bahwa itu sama sekali bukan kesimpulan sains tetapi kesimpulan yang lahir dari sudut pandang pribadi orang orang tertentu yang berdiri dibalik atau berkecimpung dalam sains (!)

Andai sains melakukan eksplorasi terhadap alam semesta dengan menggunakan metodologi saintifik tertentu yang valid-dapat dipercaya lalu menghasilkan rumusan bahwa alam semesta ternyata ‘tidak memiliki tujuan’ maka semua orang yang masuk ke ranah sains dan menyelidik alam semesta secara mendalam akan secara otomatis menemukan rumusan serupa-seragam sehingga orang yang menyatakan bahwa alam semesta itu ‘memiliki tujuan’ mungkin akan dianggap sebagai ‘keluar dari prinsip sainstifik’. Tetapi karena rumusan ‘alam semesta tidak memiliki tujuan’ adalah rumusan pribadi sang saintis’ bukan rumusan resmi sains maka orang orang yang menyelidik alam semesta tak perlu merasa bahwa mereka harus  berpandangan serupa atau andai tidak berpandangan serupa tak perlu merasa ‘telah keluar dari prinsip sains’

Jadi publik harus dapat memilah serta membedakan antara sains dengan saintis atau antara sains dengan ideology-filosofi-sudut pandang pribadi orang orang berkecimpung di dunia sains.sebagaimana publik harus dapat membedakan antara ‘sains’ dengan ‘saintisme’,sebab sains adalah sebuah entitas dengan metodologi keilmuan yang jelas-teruji bahkan oleh publik, sedang ‘saintisme’ adalah kepercayaan bahwa hanya sainslah yang dapat menyingkap segala suatu,sebuah kepercayaan yang lalu mengkristal menjadi sebuah ideology-cara pandang.sehingga perlu diwaspadai jangan jangan rumusan ‘alam semesta tidak memiliki tujuan’ atau ‘alam semesta tidak memerlukan Tuhan’ itu hanyalah rumusan yang berasal dari sebuah ideology-cara pandang tertentu misal ?

Coba bacalah bab ‘apakah alam semesta memiliki tujuan’ ? dari buku John F haught ‘perjumpaan sains-agama’ maka didalamnya anda akan menemukan pernyataan pernyataan yang berasal dari sudut pandang orang orang (saintis) tertentu yang selama ini berkecimpung di dunia sains,dan publik awam tentu bisa saja mengira bahwa itu adalah ‘kesimpulan sains’ padahal sama sekali bukan,sebab kalau itu merupakan kesimpulan resmi sains maka secara otomatis sang saintis harus mempelihatkan dengan penuh tanggung jawab metode ilmiah yang bagaimana yang lalu bisa menyampaikan manusia kearah kesimpulan demikian itu sehingga publik tak melihatnya sebagai ‘kesimpulan berdasar sudut pandang pribadi’

Itulah kemelut,kerancuan hingga perselisihan yang terjadi di dunia sains terjadi sebab didalamnya para saintis ternyata bukan murni hanya ‘memainkan’ metodologi saintifik semata melainkan juga ‘memainkan’ ide-gagasan-sudut pandang-filosofi masing masing yang lebih bersifat pribadi,sehingga tak bisa disebut ‘hasil resmi sains’. bandingkan dengan metode ilmiah resmi yang bukan bersifat pribadi-tidak subyektif tetapi bersifat obyektif-umum-terbuka dan bisa digeneralisir

Memang sungguh aneh bila sains yang adalah peralatan penelusur dunia alam materi-fisik tetapi dianggap dapat menghasilkan rumusan rumusan ilmiah resmi yang bersifat metafisis (!) .. dan merupakan sebuah penipuan ilmiah terhadap publik apabila memaksa publik untuk menerima seolah rumusan metafisis itu adalah ‘hasil kajian sains’ padahal itu hanyalah sekedar sudut pandang pribadi belaka

Sebab itu mulai saat ini masyarakat dunia harus disadarkan terhadap perlunya memurnikan kembali sains dari berbagai ‘benalu’ yang ada disekelilingnya yang berupa ideology-filosofi-sudut pandang pribadi sang saintis yang oleh public awam sering disalah fahami seolah rumusan yang murni berasal dari sains.misal,tengoklah professor fisika kenamaan yang membuat buku serta pernyataan yang menggegerkan dunia ,ia mengatakan ‘Tidak perlu pertolongan Tuhan untuk menciptakan alam semesta’- ‘alam semesta seperti ini tidak memerlukan Tuhan …’.bagi yang faham maka mereka akan maklum dengan pernyataannya yang tidak lebih sebagai pernyataan pribadi yang sama sekali tak ada kaitannya dengan metodologi saintifik,tetapi celakanya bagi publik tertentu yang awam mereka malah sering mengaitkan pernyataan pernyataan ‘metafisis’ nya itu dengan sains seolah itu ‘hasil rumusan sains’.padahal apakah tujuan sains adalah mencari rumusan metafisis atau apakah sains dapat melahirkan rumusan rumusan metafisis yang serba pasti dan terukur misal ?

Dan itulah kerancuan yang dialami manusia ketika mereka berbicara seputar sains adalah tanpa sadar mereka sering membawa bawa sains kesana kemari bahkan dengan ‘terlalu liar’ hingga masuk ke wilayah yang sebenarnya sudah berada diluar wilayah sains itu sendiri.sehingga waspada andai bila ada orang-saintis yang dengan mengatasnamakan sains mengatakan bahwa alam semesta ini ‘tidak memiliki tujuan’ atau sebaliknya ‘memiliki tujuan’ misal,.. sebab metodologi sains yang bagaimana yang dipakai dan dapat dipertanggung jawabkan kehadapan publik untuk menganalisisnya hingga dapat membuat kesimpulan metafisis seperti demikian ?

Seorang saintis yang religious dapat saja berkata bahwa alam semesta adalah suatu yang memiliki tujuan,tetapi hal itu pun harus lebih disandarkan pada rasionalitas yang berkaitan dengan keidealan serta lebih jauh lagi dengan : iman,atau dengan kata lain minimal harus mengatasnamakan rasionalitas bukan secara langsung memijakkannya kepada metodologi sains

Sains dapat membawa pencerahan kepada umat manusia apabila ia berperan secara murni sesuai dengan metodologi keilmuan yang diembannya,sebab tujuan sains bukanlah mencari serta mewartakan kebenaran kebenaran metafisis tetapi sebatas mencari serta mewartakan kebenaran yang bersifat fisik-material sebuah tugas yang berbeda dengan agama-filsafat yang lebih menekankan persoalan metafisis.bila ingin menemukan metodologi keilmuan yang dapat membawa manusia ke arah  pemahaman teleologis (berkaitan tujuan alam semesta) misal anda dapat mencarinya dalam agama.artinya,sains dapat kembali kepada kemurniannya apabila ia dapat dilepaskan dari monopoli kekuatan ideologis tertentu yang mencengkeramnya.

Bukankah wajar wajar saja apabila kita bercuriga jangan jangan sains berada dalam cengkeraman monopoli ideology materialisme ilmiah atau ideology saintisme misal ? … sebuah kecurigaan yang justru dapat melahirkan sikap positif karena tentu akan makin mewaspadai setiap pernyataan yang keluar dari ranah sains dan tentu berupaya untuk dapat memurnikannya kembali.dan kalau kita dalami secara lebih jauh mungkin bahkan akan lebih banyak terungkap ‘penipuan ilmiah’ yang terjadi dalam ranah sains

Kapan sesuatu disandarkan pada sains

Kapan sesuatu disandarkan pada rasionalitas

Kapan sesuatu disandarkan pada iman

Tetapi penganut saintisme ingin semua disandarkan hanya pada sains,itu masalahnya.padahal sains hanya memiliki dasar yang terbatas untuk problem keilmuan tertentu,tetapi penganut saintisme memaksakan hal hal yang diluar sains menjadi lanskap agar nampak bisa menampung semua problem keilmuan yang manusia temukan

……………………………

 Images : moviepilot.com

 

 

 ‘

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun