Mohon tunggu...
uhan subhan
uhan subhan Mohon Tunggu... Guru - penikmat buku dan traveling

penikmat buku dan traveling.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah yang Menjawab Tantangan Era Metaverse

9 Februari 2022   08:09 Diperbarui: 9 Februari 2022   08:21 738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia di era metaverse tidak (akan) lagi bergantung pada banyaknya tenaga manusia. Buktinya, kini kita sudah merasakan betapa kecanggihan teknologi yang mewujud dalam beragam aplikasi telah menjamur dan menggantikan peran manusia. Coba saja cermati, dahulu mesin-mesin di setiap pabrik harus dioperasikan oleh banyak orang, kini cukup dioperasikan dengan satu komputer yang dipegang oleh satu orang. Selain itu, lingkar birokrasi yang dahulu rumit dan lelet, kini kian ramping dan supercepat.

Sebagai imbasnya, terutama dari kacamata ekonomi, selain pekerjaan menjadi lebih praktis, juga dapat mengurangi biaya operasional. Konsekuensinya, hal itu pasti berdampak pada banyaknya manusia yang kehilangan pekerjaan. Dengan demikian, persaingan manusia di dunia kerja kian ketat dan pasti amat selektif.

Lalu, bagaimana peran sekolah atau dunia pendidikan dalam melihat dan merespons fenomena tersebut? Tentu, kita berharap, jawaban atas pertanyaan itu tidak lantas mengerucut atau terjebak pada urusan masih lega atau kian sempitnya peluang kerja belaka. Sebab ada yang lebih penting dari itu, yakni bagaimana agar hidup manusia di era metaverse itu tidak merasa terasing atau tersisihkan. Sebaliknya, agar umat manusia, khususnya para generasi penerus setelah kita, harus lebih cerdas, inovatif, dan penuh makna.

Sekolah Modern

Membahas ihwal pentingnya peran pendidikan dalam merespons setiap perubahan zaman, kiranya amat relevan jika saya kutip pernyataan jenial dari seorang sahabat Nabi Muhammad SAW, yakni Ali bin Abi Thalib. Ia pernah berpesan dengan amat jelas dan lugas. "Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka, bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian."

Saya yakin, di luar urusan teknis, siapa pun yang memahami pesan tersebut pasti akan setuju dan memilih lembaga pendidikan atau sekolah yang modern dibanding yang masih tradisional atau konservatif. Menghadapi dan mengarungi era metaverse yang serbadigital dan rentan dengan perubahan, sekolah-sekolah modern telah siap dengan rumusan pendidikan yang visional, yang dihasilkan dari kajian yang mendalam.

Seperti telah disinggung di awal tulisan, sekolah modern adalah sekolah yang mampu menawarkan, bahkan menerapkan, sistem pendidikan dan metode belajar mengajar yang dapat membantu para muridnya menjadi mandiri dalam belajar, memiliki pengetahuan akademik yang mumpuni, inovatif, berani kritis serta siap mengaplikasikan pengetahuannya dalam beragam konteks. Di dalamnya, tentu, sudah mengakomodir dan memperkuat pendidikan karakter yang bersifat terbuka dan fleksibel.

Dalam konteks Indonesia kini, sekolah yang demikian merupakan sekolah yang menerapkan prinsip merdeka belajar seperti yang gencar dikampanyekan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim. Kita mafhum bahwa paradigma yang diusung di dalamnya adalah upaya untuk menjawab tantangan perubahan yang harus terjadi agar pembelajaran itu mulai diterapkan di berbagai sekolah.

Sebab itu, bagi sekolah-sekolah yang belum melakukan transformasi, kini kiranya waktu yang tepat untuk segera berbenah agar tidak tergerus zaman. Lebih dari itu, jika sekolah tidak mau berubah, kita khawatir malah akan menjadi penghambat bagi perkembangan para generasi bangsa.

Sejatinya, konsep sekolah modern bukanlah ide baru. Gagasan tersebut telah muncul berpuluh-puluh tahun lalu. Di Indonesia, setidaknya, kita mengenalnya lewat dua tokoh yang cukup berpengaruh. Pertama, dari Ki Hadjar Dewantara yang sempat mendirikan dan mengembangkan lembaga pendidikan bertajuk Taman Siswa. Dari sanalah konsep merdeka belajar yang kini diusung oleh Nadiem Anwar Makarim itu diadopsi. Ki Hadjar Dewantara menekankan agar para murid senantiasa mandiri, berpikiran terbuka, dan tidak bergantung pada pikiran-pikiran orang lain.

Demi mengembangkan dan memperkuat karakter tersebut, Ki Hadjar Dewantara telah memberikan konsep belajar yang senantiasa relevan hingga saat ini yaitu konsep tripusat pendidikan yang mencakup sekolah, rumah, dan masyarakat. Terlebih, pada masa pandemi Covid-19 seperti sekarang, konsep tersebut terasa kian penting untuk diterapkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun