Mohon tunggu...
uhan subhan
uhan subhan Mohon Tunggu... Guru - penikmat buku dan traveling

penikmat buku dan traveling.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Peran Guru di Era Teknologi

28 Januari 2020   07:39 Diperbarui: 17 Juni 2021   14:07 5116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu manfaat teknologi di era global macam sekarang adalah mengurangi masalah-masalah yang kerap merundung kehidupan manusia. 

Teknologi, meskipun mempunyai beberapa efek negatif jika digunakan secara sembrono atau tidak bijaksana, memiliki peran yang cukup signifikan dalam upaya mempermudah urusan-urusan manusia dari masa ke masa.

Bukti-buktinya dapat kita baca dan telaah dengan mudah pada berbagai tulisan media dari berbagai belahan dunia. Kaitannya ada yang bersinergi dengan bidang pendidikan, sosial-humaniora, sains, politik atau yang lainnya.

Bagi dunia pendidikan, teknologi terus menjadi sorotan dan mendapat tempat yang leluasa. Hal ini disebabkan karena kebutuhan bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan serta pengaplikasiannya di lapangan memudahkan bagi para guru dan peserta didik dalam upaya memahami materi-materi pembelajaran. 

Selain itu, teknologi juga menjadi pengejawantahan dari tindak lanjut pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan zaman.

Pola pendidikan di era teknologi dan serba canggih ini tidak lagi cocok bertumpu pada pola klasik seperti penekanan untuk menghapal definisi-definisi atau rumus-rumus tertentu. 

Baca juga : Bikin Awet Muda! Inilah 5 Alasan Mengapa Jadi Guru SD Itu Menyenangkan

Itu sudah usang dan relatif tidak memberikan pencerahan karena dinilai tidak mengajarkan para peserta didiknya untuk kritis dan mencari solusi yang mangkus dan sangkil dalam menghadapi setiap persoalan.

Oleh sebab itu, pola pendidikan kita yang masih dominan mengusung konsep satu arah harus betul-betul ditinggalkan. Pada ranah ini guru, tidak lain harus menjadi ujung tombak perubahan karena suksesnya pendidikan amat bergantung pada kreatifitas pembelajaran di dalam kelas. 

Sehebat apa pun kurikulum yang didesain, jika tidak dibarengi dengan kehebatan dan kreatifitas guru, maka kurikulum hanya menjadi onggokan ide atau harapan yang sia-sia.

Berangkat dari pemikiran tersebut, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah intensitas dan konsisten menantang para guru untuk terus mengembangkan pola belajar yang merangsang peserta didiknya terbiasa dengan 'critical thinking' dan 'problem solving'. 

Mengapa demikian? Karena menurut penelitian yang pernah dilakukan oleh Programme for International Student Assesment (PISA), rata-rata para peserta didik kita hanya dapat merampungkan soal-soal di bawah level. Tentu, sedikit atau banyak, hal tersebut akibat andil dari para guru yang masih gagap melakukan inovasi.

Baca juga : Kontribusi Kompetensi Kepribadian Guru

Pola pendidikan di abad 21 ini menuntut kompetensi dasar yang dapat dan mudah beradaptasi. Artinya, di era global macam sekarang, kompetensi itu harus mengarah para bidang dan literasi teknologi informasi dan komunikasi. 

Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian dari Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) bahwa abad 21 akan didominasi oleh pendidikan yang berbasis ICT. Oleh sebab itu, baik guru maupun peserta didik, dituntut untuk terampil menyiasatinya.

Urusan bersiasat tentu banyak wacana yang dapat didiskusikan dan upaya yang dapat dijadikan fondasi solusi. 

Namun demikian, setidaknya ada tiga hal yang cukup penting untuk dijadikan pijakan yakni, (1) harus terampil dalam memanfaatkan informasi, media, dan teknologi, (2) harus terampil dalam belajar dan tidak putus asa untuk terus melakukan upaya-upaya inovasi, dan (3) harus terampil untuk tetap fokus pada karir dan kehidupan masyarakat. 

Diharapkan, dengan adanya pijakan-pijakan tersebut guru dan peserta didik dapat lebih kompeten dan kompetitif.

Sebaliknya, ketiga hal di atas tidak akan berkembang atau tidak berfaedah sama sekali apabila realitas di lingkungan sekolah tersebut kurang mendukung guru untuk belajar dan berinovasi, tidak ada program yang terukur dan konsisten bagi peningkatan kemampuan guru, serta minimnya penghargaan atau apresiasi bagi guru yang (hendak) berprestasi.

Guru di era teknologi atau di era milenial ini tidak boleh kalah cergas dan cerdas dibanding para peserta didiknya dalam upaya memanfaatkan teknologi. Dunia pendidikan akan mengalami stagnasi atau bahkan kemerosotan jika gurunya tidak mampu beradaptasi dengan teknologi. 

Bayangkan saja, jika peserta didik sudah piawai menggunakan komputer dan berbagai aplikasi canggih pada aneka 'gadget' untuk mengembangkan wawasan dan keterampilannya di luar pembelajaran formal, sedangkan gurunya masih gagap dan membosankan, maka proses belajar mengajar menjadi timpang dan kontraproduktif.

Baca juga : Bagaimana Pendidikan Karakter Siswa Bisa Dijalankan Jika Guru Bebas Keluar Masuk Area Sekolah Seenaknya Sendiri?

Ketimpangan tersebut harus segera diatasi mengingat para peserta didik di era teknologi ini tidak lagi tertarik dengan pola-pola kerja yang klasik manakala mereka lulus dari sekolah atau universitas. 

Perubahan tersebut menjadi wajar karena adanya perubahan yang cukup pesat di dunia teknologi yang notabene bersinggungan langsung dalam keseharian mereka.

Unsur-unsur penting dari adanya perubahan tersebut antara lain karena para generasi milenial, pertama, menyukai sistem aktivitas yang bersifat aktif sebagai pemegang kontrol. 

Mereka tidak mau terikat dengan jam kerja yang tradisional dan duduk manis di dalam kelas atau di ruang kerja yang relatif dirasa monoton. 

Mereka lebih menyukai gaya belajar atau gaya bekerja yang dinamis dengan alat-alat komunikasi serbacanggih, menakjubkan, dan menghubungkan langsung mereka dengan simpul-simpul penting ilmu serta pengetahuan di seluruh dunia.

Kedua, menyukai keragaman atau berbagai pilihan. Sebab itu, pola pembelajaran atau pola kerja yang bersifat proyek atau membuat riset menjadi pilihan aktivitas yang menyenangkan dan menantang bagi mereka. 

Hal tersebut menjadi logis karena dalam aktivitas proyek atau membuat riset mereka akan menggunakan teknologi untuk mencari data sebanyak-banyaknya. 

Dengan berbagai pilihan tersebut mereka akan lebih kaya dengan wawasan dan terbiasa dengan kerja analisa sehingga mereka merasa lebih mantap dan bertanggung jawab.

Ketiga, menyukai aktivitas lintas batas. Batasan-batasan negara, bangsa, agama, budaya atau latar belakang pendidikan tidak lagi menjadi masalah bagi mereka. Justru, dengan aktivitas lintas batas tersebut, mereka merasa merdeka dan menjadi bagian dari warga dunia seutuhnya. 

Generasi milenial tidak ingin seperti katak dalam tempurung. Teknologi, bagi mereka, menjadi penghubung sekaligus penguat untuk meruntuhkan tembok-tembok keterkungkungan yang kerap terkemas rapi dalam mitos hebatnya ekslusivitas.

Untuk ketiga hal tersebut, tentu, tinggal membangun profesionalisme dan kompetensi gurunya. Profesionalisme dan kompetensi yang dimaksud bukan hanya dengan menguji dan atau memberi tunjangan sertifikasi. Bukan pula dituntut dengan upaya-upaya klasik agar guru memenuhi jam mengajarnya. 

Lebih dari itu, cara berpikir para guru perlu terus dirangsang, dikembangkan, dan diperkuat agar pola pembelajarannya lebih komprehensif yang ditunjang dengan sarana dan prasarana yang mumpuni seperti ketersediaan laboratorium (untuk pengembangan IPA atau bahasa), ruang dan program-program terobosan perpustakaan, atau akses internet yang kuat.

Khusus untuk urusan kurikulum, institusi pendidikan harus pula mampu merancang dan mendorong atau membiasakan gurunya untuk berpikir dan berlaku 'out of the box'. 

Sebab kurikulum bukan semacam tatanan hukum yang baku dan kaku, melainkan rancangan dasar pembelajaran yang selanjutnya dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan demi meningkatkan skill serta memperkaya wawasan global peserta didik, baik dalam kegiatan pembelajaran formal, intrakurikuler, maupun ekstrakurikuler. 

Dengan demikian, peran guru tidak mengalami stagnasi. Guru dituntut lebih inovatif, terlebih dalam upaya merespons peristiwa-peristiwa dan perubahan global.

Dunia terus mengalami perubahan dan teknologi terus berkembang dalam ritme yang relatif cepat. Menurut penelitian National Education Assocition (NEA) yang berpusat di Amerika, dalam rentang waktu 50 tahun terakhir, dunia telah banyak berubah dan lebih kompleks karena adanya pola komunikasi baru dan komunikasi antarnegara, antaragama, dan antarbudaya yang cukup intensif. 

Hal tersebut, mau tidak mau, suka atau tidak suka, telah mempengaruhi pola atau sistem dunia kerja.

Tantangan tersebut harus dijawab oleh inovasi-inovasi guru dalam pembelajaran. Setidaknya ada empat inovasi yang perlu dilakukan oleh guru di era milenial ini yakni berpikir dan bekerja kritis, pola komunikasi, semangat kerjasama, dan kreativitas. 

Keempatnya, tentu bukan berarti otomatis boleh mengabaikan kompetensi-kompetensi lain yang dianggap baik untuk menunjang pembelajaran yang berkualitas.

Penjelasannya dapat disimak pada paparan singkat berikut ini. Berpikir dan bekerja kritis bukan berarti asal berbeda dengan kebijakan sebelumnya, melainkan mampu berpikir secara saintifik yang berbasis pada data-data valid dan dapat dipertanggungjawabkan serta tetap mengusung semangat objektifitas. 

Pola komunikasi yang perlu diubah adalah cara-cara komunikasi yang tidak efektif. Keefektifan itu antara lain dapat dilihat atau diukur minimal dari penggunaan bahasa yang baik, jelas, dan meyakinkan bagi para penerima pesan.

Semangat kerjasama yang dimaksud adalah selalu membuka diri untuk dapat melakukan sebuah pekerjaan dengan pihak lain. Selain untuk mengikis sifat-sifat individualis yang cenderung introvert atau egoistis, kerjasama juga dimaksudkan agar ada kontrol yang objektif dan dapat menuntaskan pekerjaan pembelajaran secara lebih mangkus dan sangkil. 

Sedangkan untuk inovasi dalam hal kreativitas dimaksudkan agar pekerjaan-pekerjaan dalam pembelajaran yang tengah dilakukan tidak terjebak pada rutinitas atau kejumudan. 

Dengan selalu berpikir kreatif, segala persoalan yang tengah dihadapi tidak lantas mandek dan berakhir dengan frustrasi, melainkan dapat diselesaikan dengan baik karena adanya solusi-solusi jenial yang lahir dari inisiatif yang tinggi.

Dengan demikian, diharapkan, peran guru di era teknologi atau era milenial ini mampu mengantarkan para peserta didik menjadi lebih mantap dalam melihat dan merencanakan masa depannya, khususnya di dunia yang amat kompleks dan serbacepat ini. 

Selain keteladanan dalam akhlak atau budi pekerti, guru juga dituntut menjadi teladan dalam upaya-upaya yang kreatif dalam menggunakan dan memanfaatkan teknologi sebagai bukti bahwa ia telah sanggup dan kompeten dalam menghadapi segala tuntutan di abad, mengutip istilah penyair Afrizal Malna, yang berlari ini.

Akhir kalam, sebagai guru, pantaslah untuk terus mengingat dan merefleksikan semboyan masyhur ini: 'ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani'. 

Demikian kata tokoh besar pendidikan kita Ki Hajar Dewantara. Sungguh, guru memiliki pengaruh besar dalam perjalan hidup para peserta didiknya. Sebab itu, teruslah kreatif dan hebat, guru Indonesia.*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun