Ketimpangan tersebut harus segera diatasi mengingat para peserta didik di era teknologi ini tidak lagi tertarik dengan pola-pola kerja yang klasik manakala mereka lulus dari sekolah atau universitas.Â
Perubahan tersebut menjadi wajar karena adanya perubahan yang cukup pesat di dunia teknologi yang notabene bersinggungan langsung dalam keseharian mereka.
Unsur-unsur penting dari adanya perubahan tersebut antara lain karena para generasi milenial, pertama, menyukai sistem aktivitas yang bersifat aktif sebagai pemegang kontrol.Â
Mereka tidak mau terikat dengan jam kerja yang tradisional dan duduk manis di dalam kelas atau di ruang kerja yang relatif dirasa monoton.Â
Mereka lebih menyukai gaya belajar atau gaya bekerja yang dinamis dengan alat-alat komunikasi serbacanggih, menakjubkan, dan menghubungkan langsung mereka dengan simpul-simpul penting ilmu serta pengetahuan di seluruh dunia.
Kedua, menyukai keragaman atau berbagai pilihan. Sebab itu, pola pembelajaran atau pola kerja yang bersifat proyek atau membuat riset menjadi pilihan aktivitas yang menyenangkan dan menantang bagi mereka.Â
Hal tersebut menjadi logis karena dalam aktivitas proyek atau membuat riset mereka akan menggunakan teknologi untuk mencari data sebanyak-banyaknya.Â
Dengan berbagai pilihan tersebut mereka akan lebih kaya dengan wawasan dan terbiasa dengan kerja analisa sehingga mereka merasa lebih mantap dan bertanggung jawab.
Ketiga, menyukai aktivitas lintas batas. Batasan-batasan negara, bangsa, agama, budaya atau latar belakang pendidikan tidak lagi menjadi masalah bagi mereka. Justru, dengan aktivitas lintas batas tersebut, mereka merasa merdeka dan menjadi bagian dari warga dunia seutuhnya.Â
Generasi milenial tidak ingin seperti katak dalam tempurung. Teknologi, bagi mereka, menjadi penghubung sekaligus penguat untuk meruntuhkan tembok-tembok keterkungkungan yang kerap terkemas rapi dalam mitos hebatnya ekslusivitas.
Untuk ketiga hal tersebut, tentu, tinggal membangun profesionalisme dan kompetensi gurunya. Profesionalisme dan kompetensi yang dimaksud bukan hanya dengan menguji dan atau memberi tunjangan sertifikasi. Bukan pula dituntut dengan upaya-upaya klasik agar guru memenuhi jam mengajarnya.Â