Mantan Ketua Pusat Muhammadiyah itu bahkan pernah mengusulkan agar untuk umat Islam melakukan tamasyah surah Al-Maidah agar mendukung langkah-langkah penegak hukum supaya Ahok dijebloskan ke penjara karena telah melecehkan Al-Qur’an.
Dia bahkan pernah menyebutkan bahwa pemerintahan Jokowi didukung oleh siluman-siluman yang bergentayangan. “Kita semua harus tahu, ada kekuatan siluman yang kuat mendukung pemerintahan (presiden) Jokowi (Joko Widodo) saat ini,” ujar AR pada acara tausiyah yang berlangsung di rumah Akbar Tanjung pada tanggal 9 Juni 2015 silam.
Amien mencontohkan soal perekonomian. Saat ini, seluruh sektor ekonomi dikuasai asing dan aseng. “Agar nggak semakin gawat, perlu agar lingkaran-lingkaran Islam ini dikumpulkan lagi. Kita harus menyatukan kelompok-kelompok Islam ini untuk menentukan arah pemerintahan,” tegas AR.
Lalu bagaimana dengan skenario yang menyebutkan bahwa AR ingin dijadikan bulan-bulan oleh penguasa? Saya perlu menegaskan beberapa hal berikut: Pertama,kasus yang melibatkan nama AR sudah jelas, dia menerima uang Rp 600 juta. Nah, peran penegak hukumlah yang akan menentukan apakah benar atau tidaknya uang yang dia terima berkaitan atau tidak dengan korupsi dana Alkes. Kita mestinya tidak membuat gaduh bangsa ini dengan memberikan statemen yang berlebihan, karena sebenarnya apa yang dialami AR baru “penyebutan nama”, belum dipastikan oleh penegak hukum.
Kedua,umat Islam harus melihat persoalan hukum yang akan menjerat AR sebagai kasus yang berdiri sendiri, obyektif, tanpa mengkaitkannya dengan persoalan-persoalan politik dan posisi AR pada gelanggang politik nasional. Saya yakin, bangsa ini sudah mulai bisa belajar untuk membedakan kasus dan rekayasa, jadi umat Islam tinggal menunggu bagaimana sikap dan kesimpulan yang berasal dari KPK.
Ketiga,sekali-kali jangan melibatkan sensitivitas dan jargon pendukung dalam kasus tersebut. Mengapa demikian? Karena hanya akan membuat runyam persoalan yang melibatkan AR. Kader-kader Muhammadiyah, PAN, dan HMI boleh marah karena tokoh yang mereka idolakan dilibatkan dalam kasus tersebut. Mereka juga sah-sah saja mendukung secara moral proses hukum yang akan dikaitkan dengan AR, tapi tetap dalam koridor sebagai pendukung. Sebagai umat yang cinta pada perdamaian dan kenyamanan bangsa, pendukung AR harus tetap memegang teguh prinsip keyakinan pada kerja profesional penegak hukum.
Keempat,tidak mencampuradukkan antara kasus hukum dan politik. Kasus yang melibatkan AR harus mulai dilihat secara obyektif. Saya tidak berupaya memisahkan antara hukum dan politik karena keduanya adalah satu kesatuan yang utuh. Pada fenomena tertentu, mudah bagi kita untuk melihat secara kasat mata keterkaitan-keterkaitan antara keduanya. Oleh karena itu, mengawal kasus tersebut bukan berarti harus ikut menentukan perubahan kasus dari yang “terlibat korupsi” menjadi “tidak terlibat korupsi”. Obyektivitas harus tetap dikedepankan.
Pesan Bagi Generasi Bangsa
Kasus yang melibatkan nama AR sudah menjadi konsumsi publik. Haters yang selama ini menunggu alat yang ampuh untuk memelihara kebencian terhadap AR melihat ini sebagai momentum untuk kembali menjatuhkan tokoh reformasi itu. Lalu bagaimana dengan sikap kita sebagai generasi muda bangsa?
Pertama,banyak tokoh nasional yang akhirnya tumbang karena kasus korupsi. Sebut misalnya Anas Urbaningrum. Sampai kapanpun dia menyebut bahwa kasus yang dialaminya adalah hasil rekayasa, tetap saja persepsi kita tidak pernah bisa dibohongi, masyarakat sudah terlanjur melihat bahwa terjeratnya Anas menjadi bukti kuat keterlibatannya dalam kasus hukum.
Maka anda sebagai pemuda dan pejabat negara harus belajar bahwa musuh pribadi tidak pernah berhenti bekerja menjatuhkan anda. Kekuatan masa lalu, peran, dan pilihan politik erat kaitannya dengan upaya saling menjatuhkan.