"Sudah kawin? Eh, maksudnya: Nikah?" Mulut si bapak meneteskan liur, matanya berhias gumpal kecil kekuningan.
"Kawin sih udah, kalo Nikah... ummh, yang lebih mahal, banyaaakk..." Jawabku asal.
Bapak itu kembali tertidur. Mendengkur dengan sebegitu puasnya.
* * *
Buah Batu, Bandung. Ada mobil ambulans di depan rumah itu. Perasaanku mendadak tak enak. Dua orang berpakaian serba putih mendorong ranjang besi keluar, ada selimut putih terbaluri warna merah. Sebuah tangan menyembul dari sana. Tangan yang berlumur darah di pergelangan. Rumah itu sepi. Mungkin kabarnya belum sampai ke istana gading. Menyedihkan, jika orangtuanya sampai jadi orang yang terakhir kali tahu. Aku tak berani mendekat.
Kuhampiri seorang pria berseragam coklat, bertanya: "Sudah...?" kalimatku terpotong.
Bapak itu menggelengkan kepala, "Belum, semoga masih bisa..."
Sedikit lega, meski masih di ambang batas ketidakpastian. Jantungku melemah. Tubuhku goyah. Rasanya ada alarm yang mengingatkan: ini sudah bukan permainan lagi. Aku mesti mundur dan beristirahat. Panggilan kerja yang kemarin rasanya sudah harus dipertimbangkan. Rutin memang, tapi tidak bikin jantungan..
Jadi teringat dengan kalimat terakhir yang dia kirimkan:
"Aneh, Kak. Kali ini gak begitu sakit rasanya..."
***