Mohon tunggu...
setiadi ihsan
setiadi ihsan Mohon Tunggu... Dosen - Social Worker, Lecturer.

Menulis itu tentang pemahaman. Apa yang kita tulis itulah kita.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Taqwa Dimulai dari Self Awareness

1 Januari 2022   00:06 Diperbarui: 1 Januari 2022   00:10 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia (akramakum) diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa (atqakum) diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal".

(Surat Al-Hujurat (49) ayat 13)


Bagi setiap muslim, tentunya pernah mengenal istilah taqwa. Kata taqwa juga sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia, dan sering digandengkan dengan kata iman, iman dan takwa (imtak) dan pasangan kata ini sering menjadi penyeimbang dari iptek, ilmu pengetahuan dan teknologi. Sekilas, saya melihat bahwa ketika ilmu pengetahuan (sains) adalah bersifat pemahaman maka teknologi adalah terapan dari sains, maka demikian halnya dengan imtak, Iman adalah keyakinan maka dalam tataran implementasinya adalah berupa ketaqwaan. 

Bagi seorang muslim, kata taqwa, menjadi penting ketika orang yang paling ber-taqwa didudukkan-Nya sebagai orang yang paling mulia, sebagaimana telah dituliskan sebagai pembuka tulisan ini. Taqwa menjadi penting ketika Allah melalui alquran juga menjadikannya sebagai bekal terbaik ( ) untuk setiap tindakan dalam menjalani hidup ini. Demikian juga taqwa menjadi penting ketika banyak ayat dalam Alquran berisikan perintah menuju ketaqwaan. Satu contoh, perintah-Nya dengan kalimah ittaqullaha haqaa tuqaatih, menjadi pesan utama para Khatib di mimbar Jum'at. 

Pengertian yang mashur mengenai taqwa ini sikap kesalihan yang ditunjukan dengan upaya menjalankan perintah-Nya dan menjauhi setiap larangan-Nya. 

Secara bahasa, taqwa, yang berasal dari kata waqaya berarti  alat pelindung (protector). Dalam Alquran dikenal istilah libasuttaqwa, yaitu pakaian taqwa dengan penjelasan lebih lanjut sebagai perhiasan yang paling baik ( ). Untuk libasuttaqwa ini, Aungrazeb Yousufzai memaknainya sebagai metaphor bahwa pakaian sebagai suatu perilaku (Libaas- )  yang menyembunyikan kejahatan ( ) dan membawa kebaikan (), dan itu adalah perilaku kehati-hatian (taqwaa).  Dalam banyak perintah-Nya, entah untuk ber-agama (dinul Islam), beribadah dalam arti komunikasi atau menyembah  Tuhan  dan bermuamalah (Interaksi dengan manusia), taqwa menjadi kondisi yang diharapkan-Nya, denga lafadz: la'alakum tattaquun, semoga kalian termasuk orang yang bertaqwa. 

Mengenai ciri-ciri orang bertaqwa pun, sangat mudah ditemukan dalam kitab suci alquran. Merujuk kepada QS 2: 2-6 dan QS 2: 177, saya bisa memahaminya bahwa taqwa adalah gabungan antara keyakinan/keimanan/belief dan pekerjaan ('amal) yang telah digariskan-Nya. Dalam QS 2: 2-6, mereka yang memiliki ciri keyakinan  dan pekerjaan tertentu tersebut sebagai orang-orang yang sukses (al-muflihuun), sementara dalam QS 2: 177 disebutkan bahwa mereka dengan ciri keyakinan dan pekerjaaan adalah mereka orang-orang yang benar (shadaqu) selain sebagai orang-orang yang bertaqwa merujuk kepada kebenaran sejati (al-birru) yang sedang dijelaskan dalam ayat ini.

Kaum Ulama, dalam memberikan pengertian taqwa sangat beragama, antara lain sebagai sikap takut kepada Tuhan, ketaatan atau kepatuhan, kebenaran, dan kesadaran. Makna yang terakhir yaitu awareness (kesadaran) yang merujuk kepada self awareness dan conscious yang merujuk kepada God Conscious (Kesadaran akan Tuhan), dan pengertian inilah yang akan saya coba sharing dalam tulisan ini. Sebagai rujukan utama adalah alquran yang menyebutkan konsep ini sampai sebanyak 258 kali dalam 8 bentuk/variasi kata.

Kesadaran diartikan sebagai atau mengacu pada kesadaran individu tentang pikiran, ingatan, perasaan, sensasi, dan lingkungan unik. Pada dasarnya, kesadaran adalah kesadaran tentang diri kita sendiri dan dunia di sekitar kita. Kesadaran ini subjektif dan unik. Jika kita dapat menggambarkan sesuatu yang kita alami dengan kata-kata, maka itu adalah bagian dari kesadaran kita.

Kita fahami bahwa kesadaran terus menerus bergeser dan berubah. Contoh, saat ini Anda sedang fokus membaca tulisan ini. Kesadaran anda kemudian beralih kepada ingatan Anda tentang kekasih Anda yang sedang marah. Selanjutnya, Anda berhenti membaca artikel ini karena Anda menyadari bahwa saat ini Anda mempunyai janji bertemu dengan teman Anda.  Aliran pemikiran yang terus berubah ini dapat berubah secara dramatis dari satu momen ke momen berikutnya, tetapi pengalaman Anda tentang semua itu tampaknya terekam dengan baik dan mudah.

Sebagaiaman disampaikan sebelumnya, kata taqwa memiliki turunan kata waqaya, yang dapat diterjemahkan sebagai penghalang yang melindungi (pelindung). Misalnya, dalam cuaca panas, wajah kita menggunakan "sun block" atau "sun screen" (tabir surya) untuk melindungi kulit wajah kita dari paparan sinar uv matahari yang dapat membahayakan kulit kita (gosong atau terbakar). Penggunaan tabir surya ini adalah semacam penghalang antara zona bahaya dan zona aman. Ketiadaan tabir surya ini memungkinkan konsekuensi yang memebahayakan. Dalam kaitannya dengan pengertian taqwa sebagai sebuah kesadaran, terkait penjelasan di atas adalah ketika kita menyadari akan adanya bahaya melalui fase mengetahui dan memahami baik dari penyebab dan akibatnya, maka kita menggunakan pelindung untuk solusinya.

Dalam konteks kesadaran inilah, maka aplikasi "taqwa" dapat diimplementasikan dalam contoh sebagai berikut:

Anda mungkin pernah merasa kesal terhadap orang yang Anda cintai yang tidak membalas apa yang Anda lakukan untuknya. Jika Anda berulang kali menunggu sampai perasaan dendam meluap-luap, Anda akan berperilaku tidak sehat. Pada kondisi ini, Anda mungkin secara emosional terputus dari orang-orang penting dalam hidup Anda. Anda mungkin memiliki ledakan emosi yang membuat orang bingung dan berlari mencari perlindungan. Anda mungkin juga merasa bersalah dan mencoba mengabaikan emosi Anda sendiri. Reaksi-reaksi ini bukan karena Anda pada dasarnya adalah orang jahat, tetapi semata-mata karena Anda belum siap menghadapi respons dari lingkungan. Bagaimanapun, Anda tidak mendapatkan apa yang sebenarnya yang Anda inginkan, yaitu hubungan yang indah dan saling memuaskan. Bagaimana kita bisa mengurai kebencian menggunakan konsep waqaya ini? Langkah pertama adalah mencari tahu apa yang Anda inginkan dari orang yang Anda cintai. Seringkali, kita ingin orang yang kita cintai tahu apa yang harus dilakukan dan kapan melakukannya. Ini tidak realistis dan tidak adil. Mengapa membiarkan orang yang mencintai kita harius menebak-nebak ketika kita bisa meminta apa yang kita inginkan? Saya tahu rasanya lebih menyakitkan untuk mengalami penolakan versus kebencian, tetapi jujur, dampaknya sangat berharga karena memiliki hubungan yang terbuka dan otentik dengan orang lain. Oleh karena itu, waqaya untuk menghindari dendam adalah dengan meminta apa yang Anda inginkan dari orang lain sejak dini sebelum mereka sempat mengacaukannya dan sebelum Anda sempat merasa kesal. Dengan cara ini, nada suara Anda akan terbuka dan penuh kasih, bukan menyalahkan.  

Dari contoh di atas, kita bisa bersepakat bahwa konsep taqwa ini bukan serta merta kita diminta menjadi manusia super yang langsung bisa berkata "Tidak" untuk sesuatu yang tidak boleh (haram) dan langsung mengangguk "iya" untuk sesuatu yang diperintahkan-Nya. Konsep taqwa membutuhkan pelatihan, untuk itu Allah Swt mengulang-ngulang pesan-Nya untuk senantiasa mengingatkan kita akan self awareness, dan ini perlu dilatih. Puasa di bulan Ramdhan, adalah salah satu pelatihan untuk menuju kondisi self awareness, Taqwa, la'alakum tattaquun.  

Kembali kepada konsep kesadaran.

Kesadaran telah menjadi diskursus panjang di bidang psikologi. Dimulai dari Rene Descartes 4000 tahun yang lalu, memperkenalkan konsep dualisme pikiran-tubuh atau gagasan bahwa sementara pikiran dan tubuh terpisah, mereka berinteraksi. Setelah psikologi didirikan sebagai disiplin yang terpisah dari filsafat dan biologi, studi tentang pengalaman sadar menjadi salah satu topik pertama yang dipelajari oleh psikolog awal. Penelitian tentang kesadaran manusia telah berkembang pesat sejak tahun 1950-an, dan diskursus kesadaran semakin tidak bisa dipisahkan dari ruang disiplin ilmu kesadaran berada dalam lingkup ilmu psikologi yang mendominasi saat itu yaitu teori behaviorisme oleh John Watson dan BF. Skinner. Beberapa tokoh seperti Carl G. Jung dan Sigmun Freud adalah kontributor dalam teori mengenai kesadaran.

Dari perkembangan teori mengenai kesadaran inilah, penulis mencoba melihat bagaimana konsep ketaqwaan dengan pengertian sebuah kesadaran yang sifatnya mengandung kebebasan berkehendak dan bertindak alih-alih kepada konsep kepatuhan yang sifatnya lebih rigid, seolah-olah memberangus kebebasan berkehendak. Dengan memperhatikan kerangka keadaran mulai dari perhatian (attention), terjaga (weakfullness), bangunan (architecture), pengambilan informasi (recalling knowledge) sampai dengan novelty, emergency dan selectivity dan subjectivity, saya melihat bahwa kesadaran adalah hal yang menarik ketika Allah Swt menjadikannya sebagai hal yang senantiasa diperingatakan kepada manusia. Poin penting yang ingin saya sampaikan, sekali lagi, bahwa konsep ketaqwaan tidak hanya dipahami sebagai kesadaran pasif yang langsung ditelan mentah-mentah sebagai bentuk kepatuhan atau ketakutan semata yang bisa jadi menghilangkan nilai kehendak bebas (free will) dari seorang manusia. 

Di luar konsep kesadaran (consciousness), dalam dunia psikologi juga dikenal unconsciousness dan subconsciousness (Bawah sadar) yang justru lebih dominan dalam peranan aktivitas otak/fikiran manusia. Satu penelitian menyebutkan bahwa 88% aktivitas pemikiran kita dikendalikan oleh "bawah sadar" kita. Inilah yang menguatkan pentingnya memahamikonsep ketaqwaan dalam konteks kesadaran.  

Inilah juga kiranya maksud ketaqwaan sebagai sebuah kesadaran yang senantiasa Allah ingatkan, ketika Allah dengan Rubbubiyah-Nya yang telah menciptakan alam raya termasuk manusia, selanjutnya memberikan pembinaan dan perawatan agar manusia senatiasa mengembangkan kesadaran baik self awareness dan God Conscious.

Allah Swt telah memberikan petunjuk/bimbingan/hidayah-Nya untuk semua penciptaan-Nya. Tak ada satupun dari ciptaan-Nya yang berjalan dengan kesia-siaan. Semuanya menuju kepada maksud tertentu. Manusia diciptakan untuk melakukan pengabdian. Manusia diturunkan ke bumi untuk tugas kekhalifahan, yaitu memakmurkan bumi, bukan sebaliknya melakukan belbagai kerusakan di muka bumi.

Kita mulai dari kesadaran atas diri sendiri, self awareness. Self (diri), dalam bahasa alqur'an adalah nafs. Self telah menjadi kajian penting dalam ilmu psikologi. Cendekiawan Muslim Muhammad  Iqbal adalah salah satu tokoh Muslim yang mengabdikan diri-nya dalam penelusuran mengenai "diri" ini. Kajian nafs dalam kaitannya sebagai salah satu kelengkapan manusia di luar kelengkapan fisik, sebagai penerima hidayah-Nya telah penulis bahas dalam Buku Merancang Perjalanan Indah yang menjelaskan mengenai 4 prinsip Hidayah. Yang ingin saya sampaikan di sini adalah  bagaimana nafs menjadi faktor penting yang harus diketahui manusia dan menjadi penentu dalam pemeliharaan tauhidullah.

"Kepribadian Manusia" atau diri (self) adalah sesuatu yang harus dipelihara dan diatur sendiri, sehingga dapat berkembang menjadi 'Baik' (atau sebaliknya, 'jahat') melalui pikiran dan tindakannya. Nafs tidak sirna dengan kematian. Jika dikembangkan, ia dapat berkembang dalam kehidupan ini dan bertahan bahkan setelah kematian.

Di dalam alqur'an disebutkan bahwa yang menerima petunjuk-Nya adalah nafs itu sendiri (QS 32:13). Dengan demikian, energi (Ruh) Allah diterima oleh Nafs. Nafs mengambil realitas dan karenanya berada dalam kondisi keabadian dan stabil. Nafs/Diri memiliki kapasitas dalam hal "pengalaman nilai". Kemudian, diri berkembang terutama melalui upayanya sendiri. nafs termasuk unsur utama dari manusia, bahkan ada yang mengatakan sebagai intisari dari manusia. Hampir semua ulama, kaum sufi dan filosof muslim ikut berbicara tentangnya dan menganggapnya sebagai bagian yang lebih dahulu diketahui oleh seorang manusia. Dimensi nafs atau jiwa dalam Islam lebih tinggi dari sekedar dimensi fisik dan merupakan bagian dari metasfisika. Ia merupakan penggerak dari seluruh aktifitas fisik manusia. Meskipun saling membutuhkan antara jiwa dan jasad tanpa harus dipisahkan, namun peran jiwa akan lebih banyak mempengaruhi jasad.

Dalam QS 7: 172, diperoleh informasi bahwa nafs lah yang melakukan kesaksian dengan Allah Swt di alam Rahim. Berikutnya Allah memilihkan dinul Islam sebagai agama yang sesuai fitrah kejadian manusia (QS 30:30 dan 2: 132. Nafs sendiri yang menerima hidayah-Nya (QS 32:13) dalam kaitannya dengan hidayah manusia dapat menerima kebenaran Dinul Islam diistilahkan dalam alquran dengan kalimat Allah membuka dada manusia untuk memasuki dinul Islam (QS 6: 1125 dan 39: 22).

Jumhur ulama membagi kelompok nafs ini, menjadi: Nafs ammarah, lawammah dan muthmainnah. Pembagian ini didasarkan kepada tingkat pengaturan baik fikiran, keyakinan dan emosi serta lingkungan sebagiamana pengertian kesadaran sendiri yang telah dijelaskan sebelumnya. Inilah perlunya kesadaran diri dalam mengenali diri dari berbagai aspek seperti kepribadian (personality), nilai (value), kebiasaan (habit) dan emosi (emotions) yang ke-4nya merupakan area kunci dari pengembangan diri. Kesuksesan pribadi ditentukan oleh integrasi ke-4 aspek ini. Dan lagi-lagi, siapa saja yang bisa mengenali, mengelola dan mengendalikan ke-4 aspek diri ini adalah mereka yang akan menjadi pribadi unggul dengan berbagai kebaikan yang akan da peroleh.

Kesadaran diri membantu siapapun untuk mengidentifikasi kesenjangan dalam keterampilan manajemen mereka, yang mendorong pengembangan keterampilan. Tetapi kesadaran diri juga dapat membantu seseorang dalam menemukan situasi di mana mereka akan menjadi paling efektif, membantu pengambilan keputusan secara intuitif, dan membantu manajemen stres dan motivasi diri sendiri dan orang lain. Dan karakteristik kesadaran yang dapat bergeser atau berubah entah itu karena faktor kesadaran lain ataupun bawah sadar yang terbukti menjadi aktivitas otak kita yang paling dominan (88%) menurut penelitian, maka pelatihan self awareness ini diperlukan untuk fokus kepada tujuan termasuk terjaga aspek God Conscious yang harus sudah terpatri dalam fikiran bawah sadar.

Di sinilah kita dapat memahami bagaimana ketaqwaan sebagai proteksi diri, sehingga kita senantiasa berhati-hati atas diri kita dan bagaimana kesadaran dan bawah sadar kita dapat senantiasa dilatih dalam membuahkan entah itu pengembangan kepribadian, nilai, keterampilan (skill dan habits), serta pengelolaan emosi.

Dengan pelatihan diri (self development) di atas, manusia diharapkan dapat mempertahankan fitrah kejadian manusia, yaitu fitrah bertauhid. Namun demikian dari aspek internal, Allah telah memberikan peringatan mengenai adanya sejumlah karakter "buruk" yang melekat pada manusia. Di sinilah perlunya PELINDUNG DIRI, berupa SELF AWARENESS dan AWARENESS of GOD.

Berikut sejumlah karakater manusia yang mesti diwaspadai sesuai dengan informasi dari al-Quranul Kariim, yaitu: Susah payah (QS 90: 4), Lemah (4: 28), Mudah Terperdaya (82: 6), Lalai (102: 1), Suka membantah (16:4), Tergesa-gesa (17:11), Kikir (17:100), Pelupa (10:12), Berpra-sangka (10:36), Berlebih-lebihan (10:12), Berangan-angan (57:72), Zhalim/Bodoh (33:72), Mengeluh (70:19-21), Tidak konsisten (89:15-16), dan Tidak Bersyukur (100:6-8).

Dengan demikian, semoga kita dapat memahami maksud ungkapan ketika kita dapat mengenali diri kita dalam bentuk kesadaran akan diri (self awareness) maka hal ini pula yang akan menuntun kita kepada Tuhan dalam bentuk taqwa sebenar-benarnya taqwa (Conscious of God).

Hal yang menarik lainnya dari taqwa ini adalah janji Allah bahwa mereka yang senantiasa menjaga kesadarannya tetap di dalam koridor God Conscious akan mendapatkan sejumlah kebaikan, sebagaimana digambarkan dalam cover tulisan ini.

Orang yang sadar, adalah mereka yang pada akhirnya mendapatkan predikat al-furqan, yang telah terlatih dalam mengidentifikasi diri, dan lingkungan sehingga perilakunya senantiasa terjaga dalam kesadaran:

"Hai orang-orang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. Dan kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar." (QS 8: 29) 

Berikutnya adalah kesuksesan (dalam alquran disebutkan sebagai "Al-muflihuun"). Salah satu ayat menjelasakan, " Maka bertakwalah kepada Allah semampumu dan dengarkanlah dan taatilah dan berinfaqlah [di jalan Allah]; itu lebih baik untuk dirimu sendiri. Dan barang siapa yang terlindung dari kekikiran jiwanya, maka mereka itulah orang-orang yang sukses."(QS 64: 16)

The last but not the least mereka yang mempunyai tingkat kesadaran yang tinggi adalah akan beroleh kesyukuran. Telah dijelaskan bahwa berbagai kebaikan termasuk kemenangan atau kesuksesan adalah buah dari kesadaran atas diri dan Tuhannya. Maka layaklah kita bersyukur atas nikmat-Nya ini, sebagaimana Allah berfirman, "Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya."(QS 3: 123)

Akihrul kalam, semoga juga kita dapat memahami maksud dari ayat di bawah ini bahwa sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya (Q.S. al-A'raf: 201) juga dalam QS 3: 120 berupa kedermawanan, pengaturan emosi (dari amarah) dan kebesaran hati (memaafkan) yang merupakan indikator sebuah ketaqwaan difahami sebagai output dari personel development.

Taqwa adalah kesadaran diri, kejelasan tentang apa yang diinginkan, dan kejelasan tentang cara mendapatkannya. Ini adalah lambang kehendak bebas dan hak pilihan. Ini adalah memutuskan siapa yang Anda inginkan dan menciptakan kehidupan yang memungkinkan Anda untuk menjadi persis seperti itu, dengan elegant dan mudah.

 Semoga bermanfaat!

 

Garut, 27 Desember 2021

 

Pustaka:

-      Alquranul Kariim,

-      Harun Nasution, Falsafat dan Misticisme Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hlm. 13, dikutip dari (Muhid, April 2008)

-      Muhammad Ustman Najjati, Ad-Dirasat al-Nafsaniyah 'inda al-'Ulama al-Muslimin, (Kairo, Darul Asy-Syuruq, 1993), h. 118, dikutip dari (Muhid, April 2008)

-      Fazlur Rahman, Avecenna's Psychology, (London , Oxford University, 1952), h. 199-200. dikutip dari (Muhid, April 2008)

-      Mazumder, M. A. (2018). Concept of The Self (Khudi) Depicted In Asrar-E-KHudi (The Secret Of The Self) of DR. Muhammad Iqbal. Guwahati: Departemen of Persian Gauhati University.

-      https://soflomuslims.com/taqwa/

-      https://www.verywellmind.com/what-is-consciousness-2795922

-      https://corpus.quran.com/qurandictionary.jsp?q=wqy#(2:2:7)

-      https://quranstruelight.com/the-library/the-myth-of-the-creation-of-adam-installment-64?highlight=WyJ0YXF3YWEiXQ==

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun