"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia (akramakum) diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa (atqakum) diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal".
(Surat Al-Hujurat (49) ayat 13)
Bagi setiap muslim, tentunya pernah mengenal istilah taqwa. Kata taqwa juga sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia, dan sering digandengkan dengan kata iman, iman dan takwa (imtak) dan pasangan kata ini sering menjadi penyeimbang dari iptek, ilmu pengetahuan dan teknologi. Sekilas, saya melihat bahwa ketika ilmu pengetahuan (sains) adalah bersifat pemahaman maka teknologi adalah terapan dari sains, maka demikian halnya dengan imtak, Iman adalah keyakinan maka dalam tataran implementasinya adalah berupa ketaqwaan.Â
Bagi seorang muslim, kata taqwa, menjadi penting ketika orang yang paling ber-taqwa didudukkan-Nya sebagai orang yang paling mulia, sebagaimana telah dituliskan sebagai pembuka tulisan ini. Taqwa menjadi penting ketika Allah melalui alquran juga menjadikannya sebagai bekal terbaik ( ) untuk setiap tindakan dalam menjalani hidup ini. Demikian juga taqwa menjadi penting ketika banyak ayat dalam Alquran berisikan perintah menuju ketaqwaan. Satu contoh, perintah-Nya dengan kalimah ittaqullaha haqaa tuqaatih, menjadi pesan utama para Khatib di mimbar Jum'at.Â
Pengertian yang mashur mengenai taqwa ini sikap kesalihan yang ditunjukan dengan upaya menjalankan perintah-Nya dan menjauhi setiap larangan-Nya.Â
Secara bahasa, taqwa, yang berasal dari kata waqaya berarti  alat pelindung (protector). Dalam Alquran dikenal istilah libasuttaqwa, yaitu pakaian taqwa dengan penjelasan lebih lanjut sebagai perhiasan yang paling baik ( ). Untuk libasuttaqwa ini, Aungrazeb Yousufzai memaknainya sebagai metaphor bahwa pakaian sebagai suatu perilaku (Libaas- )  yang menyembunyikan kejahatan ( ) dan membawa kebaikan (), dan itu adalah perilaku kehati-hatian (taqwaa).  Dalam banyak perintah-Nya, entah untuk ber-agama (dinul Islam), beribadah dalam arti komunikasi atau menyembah  Tuhan  dan bermuamalah (Interaksi dengan manusia), taqwa menjadi kondisi yang diharapkan-Nya, denga lafadz: la'alakum tattaquun, semoga kalian termasuk orang yang bertaqwa.Â
Mengenai ciri-ciri orang bertaqwa pun, sangat mudah ditemukan dalam kitab suci alquran. Merujuk kepada QS 2: 2-6 dan QS 2: 177, saya bisa memahaminya bahwa taqwa adalah gabungan antara keyakinan/keimanan/belief dan pekerjaan ('amal) yang telah digariskan-Nya. Dalam QS 2: 2-6, mereka yang memiliki ciri keyakinan  dan pekerjaan tertentu tersebut sebagai orang-orang yang sukses (al-muflihuun), sementara dalam QS 2: 177 disebutkan bahwa mereka dengan ciri keyakinan dan pekerjaaan adalah mereka orang-orang yang benar (shadaqu) selain sebagai orang-orang yang bertaqwa merujuk kepada kebenaran sejati (al-birru) yang sedang dijelaskan dalam ayat ini.
Kaum Ulama, dalam memberikan pengertian taqwa sangat beragama, antara lain sebagai sikap takut kepada Tuhan, ketaatan atau kepatuhan, kebenaran, dan kesadaran. Makna yang terakhir yaitu awareness (kesadaran) yang merujuk kepada self awareness dan conscious yang merujuk kepada God Conscious (Kesadaran akan Tuhan), dan pengertian inilah yang akan saya coba sharing dalam tulisan ini. Sebagai rujukan utama adalah alquran yang menyebutkan konsep ini sampai sebanyak 258 kali dalam 8 bentuk/variasi kata.
Kesadaran diartikan sebagai atau mengacu pada kesadaran individu tentang pikiran, ingatan, perasaan, sensasi, dan lingkungan unik. Pada dasarnya, kesadaran adalah kesadaran tentang diri kita sendiri dan dunia di sekitar kita. Kesadaran ini subjektif dan unik. Jika kita dapat menggambarkan sesuatu yang kita alami dengan kata-kata, maka itu adalah bagian dari kesadaran kita.
Kita fahami bahwa kesadaran terus menerus bergeser dan berubah. Contoh, saat ini Anda sedang fokus membaca tulisan ini. Kesadaran anda kemudian beralih kepada ingatan Anda tentang kekasih Anda yang sedang marah. Selanjutnya, Anda berhenti membaca artikel ini karena Anda menyadari bahwa saat ini Anda mempunyai janji bertemu dengan teman Anda. Â Aliran pemikiran yang terus berubah ini dapat berubah secara dramatis dari satu momen ke momen berikutnya, tetapi pengalaman Anda tentang semua itu tampaknya terekam dengan baik dan mudah.
Sebagaiaman disampaikan sebelumnya, kata taqwa memiliki turunan kata waqaya, yang dapat diterjemahkan sebagai penghalang yang melindungi (pelindung). Misalnya, dalam cuaca panas, wajah kita menggunakan "sun block" atau "sun screen" (tabir surya) untuk melindungi kulit wajah kita dari paparan sinar uv matahari yang dapat membahayakan kulit kita (gosong atau terbakar). Penggunaan tabir surya ini adalah semacam penghalang antara zona bahaya dan zona aman. Ketiadaan tabir surya ini memungkinkan konsekuensi yang memebahayakan. Dalam kaitannya dengan pengertian taqwa sebagai sebuah kesadaran, terkait penjelasan di atas adalah ketika kita menyadari akan adanya bahaya melalui fase mengetahui dan memahami baik dari penyebab dan akibatnya, maka kita menggunakan pelindung untuk solusinya.
Dalam konteks kesadaran inilah, maka aplikasi "taqwa" dapat diimplementasikan dalam contoh sebagai berikut:
Anda mungkin pernah merasa kesal terhadap orang yang Anda cintai yang tidak membalas apa yang Anda lakukan untuknya. Jika Anda berulang kali menunggu sampai perasaan dendam meluap-luap, Anda akan berperilaku tidak sehat. Pada kondisi ini, Anda mungkin secara emosional terputus dari orang-orang penting dalam hidup Anda. Anda mungkin memiliki ledakan emosi yang membuat orang bingung dan berlari mencari perlindungan. Anda mungkin juga merasa bersalah dan mencoba mengabaikan emosi Anda sendiri. Reaksi-reaksi ini bukan karena Anda pada dasarnya adalah orang jahat, tetapi semata-mata karena Anda belum siap menghadapi respons dari lingkungan. Bagaimanapun, Anda tidak mendapatkan apa yang sebenarnya yang Anda inginkan, yaitu hubungan yang indah dan saling memuaskan. Bagaimana kita bisa mengurai kebencian menggunakan konsep waqaya ini? Langkah pertama adalah mencari tahu apa yang Anda inginkan dari orang yang Anda cintai. Seringkali, kita ingin orang yang kita cintai tahu apa yang harus dilakukan dan kapan melakukannya. Ini tidak realistis dan tidak adil. Mengapa membiarkan orang yang mencintai kita harius menebak-nebak ketika kita bisa meminta apa yang kita inginkan? Saya tahu rasanya lebih menyakitkan untuk mengalami penolakan versus kebencian, tetapi jujur, dampaknya sangat berharga karena memiliki hubungan yang terbuka dan otentik dengan orang lain. Oleh karena itu, waqaya untuk menghindari dendam adalah dengan meminta apa yang Anda inginkan dari orang lain sejak dini sebelum mereka sempat mengacaukannya dan sebelum Anda sempat merasa kesal. Dengan cara ini, nada suara Anda akan terbuka dan penuh kasih, bukan menyalahkan. Â