Mohon tunggu...
setiadi ihsan
setiadi ihsan Mohon Tunggu... Dosen - Social Worker, Lecturer.

Menulis itu tentang pemahaman. Apa yang kita tulis itulah kita.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menuju Juru Damai Dunia

18 Mei 2021   00:09 Diperbarui: 18 Mei 2021   00:31 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar diambil dari google

Islam, sebagai agama yang dipeluk mayoritas penduduk Indonesia, secara bahasa berarti tunduk/patuh, juga bermakna "selamat" atau "damai". Untuk itu, mudah difahami bahwa keselamatan dan/atau perdamaian menjadi pokok ajaran Islam.

Triliterasi (س ل م) penyusun kata benda "salaaman" (سَلَامًا), terjadi sebanyak 140 kali dalam 16 variasi bentuk kata dan makna. Kata benda "salaaman", terjadi 42 kali, salah satunya dalam QS 25: 63 di bawah ini:

...وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا

Terjemahannya: "dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) perdamaian/keselamatan."

Penggunaan kata untuk makna "mendamaikan", atau "rekonsiliasi", dalam alqur'an, juga menggunakan kata "ishlah" atau "ashlahu". Kedua kata ini berasal dari triliterasi (ص ل ح), terjadi dalam alquran sebanyak 180 kali. Kata kerja "shalaha" (bertindak menjadi orang baik), dan kata benda "shalihan" (berarti perbuatan baik) mungkin lebih sering kita dengar. Keduanya mempunyai triliterasi/root yang sama dengan "ishlah" yang berarti berdamai atau mengadakan perdamaian, dan "ashlihu", yaitu tindakan memperbaiki sesuatu (termasuk perdamaian/rekonsiliasi).

Mari kita lihat contoh ayat dengan menggunakan kata "ishlah", yang berarti membuat perdamaian/rekonsiliasi:

"Tidak ada gunanya (kebaikan) dalam banyak percakapan pribadi mereka, kecuali bagi mereka yang memerintahkan amal (charity/sedekah) atau apa yang baik (ma'ruf) atau konsiliasi antara manusia  (أَوْ إِصْلَـٰحٍۭ بَيْنَ ٱلنَّاسِ ۚ ). Dan barangsiapa melakukan perbuatan itu karena mencari keridhaan Allah - maka Kami akan memberinya pahala yang besar". (QS 4: 114)

Dari ayat ini, kita belajar bahwa tak ada sesuatu yang berguna/baik dari setiap pembicaraan private/rahasia (لَّا خَيْرَ فِى كَثِيرٍۢ مِّن نَّجْوَىٰهُمْ) kecuali: Pertama, pemufakatan soal kegiatan amal/charity/sedekah, kedua: seruan terhadap kebaikan, dan ketiga adalam melakukan kegiatan rekonsiliasi/perdamaian.

"Ishlah" ini juga merupakan tugas kenabian, sebagaimana disampaikan N. Syua'aib kepada kaumnya: " ... Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan (إِلَّا ٱلْإِصْلَـٰح) selama aku masih berkesanggupan..." (QS 11: 88).

Sementara kata "ashlihu", dapat kita simak dalam QS 49: 9 sebagaimana di bawah ini:

"Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya (فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَهُمَا)! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil (فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَهُمَا بِٱلْعَدْلِ وَأَقْسِطُوٓا۟); sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil."

Dalam ayat ini, dua kali perintah mendamaikan di antara dua golongan berseteru, yaitu pada saat terjadi konflik, dan yang kedua pada saat kondisi telah surut, dengan didahului adanya kondisi pelanggaran perjanjian atas kesepakatan yang telah dibangun oleh salah satu pihak.

Dari beberapa keterangan di atas, dapat menjadi pemahaman bagi kita bahwa salah satu tugas muslim adalah menciptakan kedamaian di muka bumi ini. Dan dalam menjalankan misi ini, maka kita hendaklah menjadi arbiter (wasit, juru damai) yang adil (QS 49:9) dan jangan dilupakan sang arbiter punya KEMAMPUAN (QS 11: 88).

Dalam sebuah konflik, dari sudut pandang interaksi atau komunikasi, dapat dipastikan bahwa kedua belah pihak mempunyai kontribusi, bahkan kontribusi tersebut hanya 0,001%. Walau demikian, tetap saja terdapat kontribusi dari konflik yang terjadi. Maka, panduan alquran adalah mendamaikan keduanya (فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَهُمَا), tidak berpusat kepada salah satu pihak, untuk selanjutnya tugas arbiter adalah melakukannya secara adil.

Misi menciptakan perdamaian, sebagaimana dikukuhkan dalam ajaran Islam dan juga tugas kenabian, sebenarnya sudah tertulis dalam pembukaan UUD 1945 pada alinea empat yang berbunyi, 'melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial'.

Dengan demikian, dalam konteks konflik Israel vs Palestina, sudah tidak harus diperdebatkan lagi keharusan NKRI dalam melaksanakan ketertiban dunia. Dan adalah sudah tepat, ketika berbagai upaya masyarakat dalam mengingatkan tugas Negara ini. Namun, secara konstitusional adalah tetap hal ini menjadu tugas Negara dalam pelaksanaannya.

Dua hal di bawah ini, yaitu soal dua syarat menjadi ARBITER harus menjadi perhatian kita semua, yaitu, PERTAMA: Bagaimana kita bisa menciptakan perdamaian abadi di dunia, sementara perdamaian di dalam negeri pun masih memerlukan perhatian khusus. Inilah bicara soal syarat KESANGGUPAN. Perlu diingat, bahwa tuntunan ketika mendamaikan pada tahap awal adalah tercapainya "kata damai", dan apabila salah satunya mencederai kesepakatan damai, maka sang arbiter dapat melakukan agresi kepada pihak yang mengkhianati, dan setelah surut, maka dilakukan perdamaian tahap berikutnya.  KEDUA, bisakah NKRI bertindak sebagai arbiter yang adil, ketika kebijakan politik Indonesia terhadap dua Negara yang saat ini berkonflik adalah berbeda? Sebagaimana kita ketahui, hubungan diplomatik NKRI baru terealisasi dengan salah satu pihak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun