Mohon tunggu...
setiadi ihsan
setiadi ihsan Mohon Tunggu... Dosen - Social Worker, Lecturer.

Menulis itu tentang pemahaman. Apa yang kita tulis itulah kita.

Selanjutnya

Tutup

Money

Setidaknya Mereka Dapat Tersenyum

8 Juni 2019   13:54 Diperbarui: 8 Juni 2019   14:05 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sedekah atau charity  ibarat dua keping mata uang.  Selain sebagai sebuah kebaikan, sedekah juga bisa menyakitkan. Sedekah yang tidak bijak bisa jadi membuat penerima terhina dan juga terpenjara dalam ketidakberdayaan.

Sedekah menyakitkan salah satu contohnya adalah sedekah yang dibumbui dengan kata-kata menyakitkan dan/atau membuat si penerima merasa tersinggung bahkan terhina.

Kasus lain...
Dapat dibayangkan kalau tetangga kita setiap hari, minggu, bulan atau setiap tahun, mendapatkan sedekah dari kita. Karena terbiasa menerima sedekah, dampaknya adalah mereka sangat bergantung hidupnya akan sedekah dan kebaikan orang lain.
Dalam kasus ini, sedekah telah memenjarakan mereka dalam kemiskinan atau ketidakberdayaan.
Sedekah terbaik harusnya dapat mengubah kaum tak berdaya menjadi berdaya.

Ini pula yang menjadi perhatian atau kekhawatiran pengusaha tenar Amrik, Johd D. Rockefeller, mengenai charity yang tidak bijak:
Charity is injurious unless it helps the recipient to become independent of it.

Sedekah adalah hal yang menyakitkan kecuali ketika sedekah membuat penerima manfaat menjadi mandiri.

Istilah sedekah yang melukai atau menyakitkan bagi si penerima, walaupun dalam konteks yang beebeda, disebut juga dalam Al-Qur'an Surat AlBaqarah (2) ayat 264.

Perenungan Rockefeller, sejalan dengan apa yang diamanatkan dalam WahyuNya dalam Qur'an khususnya ketika menjelaskan tentang zakat yang terkait sebagai kewajiban bagi yang mampu dan mengeluarkannya bagi yang berhak dengan pengaturan pemerintah.
(sebagai bahan kajian lebih lanjut bisa dilihat, a.l dalam QS 6:141  17:26, 30:38).

Zakat, bagian dari sedekah mempunyai tujuan untuk mengusahakan dan meningkatkan kemakmuran masyarakat, salah satunya adalah dengan memperkecil gap antara penguasaan asset oleh si kaya dan si miskin.
Zakat dikelola oleh pemerintah, secara nash Qur'an disebut amil.

Dalam konteks NKRI, amil zakat saat ini ada di bawah koordinasi Baznas baik di pusat ataupun di daerah serta lembaga-lambaga amil zakat (LAZ) resmi.

Satu bulan, tepatnya 4 minggu, yaitu seminggu dan 3 minggu sebelum dan sesudah Ramdhan , kami yang mengelola sebuah LAZ perusahaan bekerja mengimpulkan zakat, infak dan sedekah (ZIS) dari para karyawan. Alhamdulillah kami dapat mendistribusikan hasil pengelolaan kepada lebih dari 70.000 penerima manfaat di 16 provinsi di Indonesia.

Di luar keharusan bagaimana pemgelolaan ZIS yang bijak seperti dibahas di atas, kami sebagai amil, banyak menemukan pelajaran, khususnya mengenai sekelumit kehidupan masyarakat Indonesia yang kurang berintung dan/atay tidak berdaya.

Mereka tidak melihat apa dan berapa banyak yang kami salurkan, namun kepedulian atau perhatian yang justru menjadi fokus mereka.

Kebahagiaan anak-anak ketika mendapat kotak nasi untuk berbuka, tas, alat tulis, baju, mukena, sarung baru dan santunan uang adalah cerminan bahwa hal demikian jarang mereka terima. Hal yang belum tentu terjadi kalau si penerima adalah bukan pihak yang membutuhkan.

Demikian juga kaum manula, baik yang berada di rumah sederhana mereka, rumah sakit ataupun panti, terukir senyum kegembiraan mereka. Lagi-lagi, saya melihatnya sebagai response atas kepedulian, bahwa masih ada kelompok masyarakat yang memperhatikan mereka.

Sejenak, mereka melupakan kesedihan dan kenestapaan yang menyertai nasib mereka, sebaliknya bisa mengukir senyum dan tawa kebahagiaan, tidak lupa, terselip ungkapan syukur kepada YMK, dan perkataan terima kasih serta do'a kebaikan buat para donatur/muzakki.

Nyata sudah, di luar sisi sedekah yang menyakitkan, sedekah dalam arti santunan masih tetap dibutuhkan, setidaknya sebagai bentuk perhatian, dan pendekatan awal untuk masuk ke tahap sedekah yang bersifat pemberdayaan.

Bicara soal zakat, potensi Zakat di Indonesia yang mencapai angka 217 Trilyun (2017), apabila dikelola dengan baik, 50% saja dialokasikan untuk pemeberdayaan, saya kira problem kemiskinan di Indonesia dapat secara cepat teratasi.

Tahun 2018, seperti yang dilaporkan BAZNAS pusat, pengumpulan dana ZIS sudah melampaui angka Rp. 8 Trilyun, angka yang masih jauh dari potensi ZIS, lebih dari 200 Milyar. Pencapaian angka 4% ini ternyata sudah berdampak baik dalam pengentasan kemiskinan.

Menurut laporan BAZNAS pusat tahun 2018 disampaikan bahwa penyaluran dana ZIS telah berhasil meningkatkan pendapatan mustahik rata-rata sebesar 97,88%, atau mendekati 100%. Selanjutnya, secara signifikan memperbaiki tidak hanya kesejahteraan ekonomi mustahik, tetapi juga kesejahteraan spiritual mustahik, tingkat pendidikan dan kesehatan mustahik dan kemandirian ekonomi mustahik. Dan, dilaporkan juga berhasil mengentaskan 28% mustahik dari garis kemiskinan versi Badan Pusat Statistik (BPS).

Dengan melihat fakta di atas, sudah saatnya BAZNAS dan LAZNAS bergandengan tangan dalam menghimpun, mengelola dan menyalurkan dana ZIS kaum muslimin menuju kesejanteraan masyarakat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun