Langkah pertama Kadaster adalah melakukan inventaris tanah milik rakyat, menemukan pemiliknya dan atas musyawarah lingkungan sekitarnya melakukan pengukuran. Hasil pengukuran dipetakan dan oleh Kadaster diterbitkan menjadi surat ukur (meetbrief).Â
Setelah pengukuran atas tanah rakyat berakhir, Kadaster juga melakukan pengukuran atas tanah milik negara/kerajaan. Dari sini untuk tanah-tanah milik kerajaan ditindaklanjuti dengan adanya pengesahan oleh raja sebagai penguasa negara dan diterbitkan bukti kepemiliknnya dalam wujud Grondkaart. Dari Grondkaart ini bisa diketahui batas-batas lokasi fungsi dan status dari tanah-tanah sebagai milik negara/kerajaan. Dengan demikian ada tanah-tanah yang digunakan untuk kepentingan keluarga raja dan institusi rumah tangga raja, ada juga yang digunakan untuk kepentingan negara.Â
Kepentingan negara yang dimaksudkan disini antara lain adalah bangunan-bangunan pemerintah, prasarana publik, infrastruktur publik, rumah ibadah, dan fasilitas umum.Â
Lebih lanjut Nico mengatakan baik surat ukur (meetbrief)Â maupun Grondkaart merupakan bukti terakhir dari kepemilikn tanah, untuk individu, instansi dan penguasa. Kadaster sebagai lembaga yang menertbitkan menyimpan semua ini di dalam khasanah kearsipannya.Â
Mereka tidak lagi menerbitkan surat lain kecuali jika diperlukan sebagai tambahan seperti surat ijin membangun atau renovasi bangunan. Dengan demikian tidak ada akte atau sertipikat yang diterbitkan oleh Kadaster dan diberikan kepada masing-masing individu sebagai pemilik tanah. Dalam proses jual beli tanah dewasa ini proses berakhir di notaris yang menyaksikan transaksi dan mengesahkannya.Â
Secara otomatis Kadaster akan merubah nama pemilik tanah tersebut sebagai penjual dan menggantinya dengan nama pembeli atau sebagai pemilik yang baru. Hal ini juga terjadi pada rumah Nico sendiri di Amsterdam yang dijual dan kemudian ia membeli tanah di Leiden.Â
Kadaster pusat yang menerima laporan dari notaris segera melakukan perubahan status yang tertera pada meetbrief dan menerbitkan surat penagihan pajak jual beli pada Nico, dan ia wajib membayarnya kepada Kantor Pajak. Dengan demikin meetbrief atau Grondkaart di Belanda merupakan bukti akhir dari status kepemilikan tanah dan tidak terbantahkan serta diakui oleh negara. Jika terjadi sengketa batas lahan, umumnya lebih terkait pada bangunan dan bukan pada kepemilikn lahan. Sengketa ini diselesaikan oleh pengadilan lokal.
Di Indonesia, sebagai bekas jajahan Belanda, proses di atas juga terjadi tetapi dalam pola yang sedikit berbeda. Perbedaan terjadi karena faktor perkembangan historis dan struktur sosial yang berbeda antara Belanda dan Indonesia. Sistem feodalisme yang ada di Indonesia sejak awal abad masehi berbeda baik struktur maupun orientasinya dengan Belanda.Â
Konsep kosmologi raja-raja Indonesia yang terkena pengaruh peradaban Hindu dan Islam menciptakan perbedaan dengan orientasi ideologis raja-raja Eropa. Meskipun di Eropa terutama pada abad pertengahan, raja-raja di Eropa dianggap sebagai penguasa suatu wilayah yang bukan pemilik mutlak atas tanahnya. Di Indonesia orientasi kosmologi Hindu yang mencetuskan prinsip dewa raja (raja sebagai reinkarnasi dewa) dan konsep Islam tentang raja sebagai khalifatullah memunculkan prinsip "Saklumahing bumi sakkureping langit hamung narendra ingkang wenang purbo lan miseso".Â
Prinsip ini menyiratkan bahwa raja menjadi penguasa dan pemilik seluruh tanah yang berada dibawah kekuasaannya (vorstdomein). Konsep ini menjadi pondasi utama dari struktur kekuasaan feodalisme di Indonesia dan memunculkan istilah-istilah seperti Sultan Grond dan Sultan Grant (Karunia Sultan). Dengan menggunakan prinsip ini sebagai dasar hubungan kekuasaan, maka muncul ikatan primodial antara raja dengan rakyatnya sebagai hubungan patron-klien.Â
Ketika kekuasaan Belanda di tegakkan di Indonesia pada abad ke-19, pada saat ide Revolusi Perancis menyebar dan diadopsi oleh pemerintah Belanda, Gubernur Jenderal Herman Williem Daendels berusaha menerapkan prinsip itu dengan menyisihkan sistem feodalisme yang ada di Indonesia antara lain Daendels menerbitkan peraturan yang mulai mengakui dan melindungi hak-hak individu antara lain merombak sistem pengadilan dengan menghilangkan hukuman fisik.Â