Pernyataan ketua DPD KNPI Muara Enim, Adriansyah, SE, juga dinilai kontroversi. Seperti dikutip dalam surat kabar, bahwa selaku organisasi kepemudaan berencana akan memblokir jalur rel kereta api yang melintas daerah Muara Enim, jika mereka hendak melintas, harus mengeluarkan biaya sewa kepada Pemkab Muara Enim, demikian ancamnya dihadapan media.
Sekali lagi bahwa dengan PT KAI (Persero) menjalankan fungsinya sebagai BUMN sesuai peraturan dan undang-undang perekeretaapian yang berlaku, maka PT KAI (Persero) sebagai BUMN telah menjalankan amanah dan bekerja sesuai jalurnya. Profesional dan tidak asal-asalan atau serampangan serta dapat dipetanggungjawabkan.
Justru sebaliknya sekarang masyarakat bertanya, seperti kabar yang tersebar, pihak pemohon izin keberatan dengan nilai yang ditawarkan, dalihnya tidak dianggarkan. Apakah mungkin proyek pipa gas ini tidak dianggarkan sementara Wakil Bupati di bulan November 2016 memberikan pernyataan dihadapan media telah dianggarkan dalam APBN dan nilainya pun cukup besar dibanding nilai kontrak penggunaan lahan yang diajukan PT KAI. Tidak perlukan, KPK turun tangan untuk menyelidiki kejanggalan ini. Menurut informasi, ini bukan kerjasama untuk pertama kali dengan PT KAI dalam hal yang sama.
Inilah perlunya setiap Pejabat Daerah belajar tentang sejarah dan memahami peraturan serta ruang lingkup perundangan yang mengatur berbagai hal, khusunya dalam permasalah ini, supaya tidak ngawur ketika memberikan pandangan dan berbicara dihadapan media. Idealnya pejabat daerah harus mampu mengedepankan etika keilmuan dan wawasan supaya tidak dicap asal bicara sehingga tidak berkelas.
Jalur kereta api di Divre III dan Divre IV adalah warisan Staatsspoor yang telah diambil alih pemerintah Indonesia dari pemerintah Belanda berdasarkan Konferensi Meja Bundar (KMB) tanggal 27 Desember 1949 dan dilimpahkan kepada DKA-RI. Jadi tidak ada keraguan lagi bahwa lahan itu adalah tanah negara/pemerintah, atau tidak ada kewenangan Pemda atau kekuatan politik lokal atas tanah dan jalur rel.
Dihubungi dalam lain kesempatan, Manager Humas PT KAI Divre III Palembang, Aida Suryanti menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah menghambat pembangunan di daerah. Ada tahapan yang harus dilakukan dalam pemasangan pipa gas. Semua prosedur sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Mulai dari permohonan, perizinan, peninjauan lapangan dan lainnya masih dalam proses dan sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Prosesnya sedang dilakukan oleh masing-masing pihak, jelasnya. Runtutan proses dapat dilihat dalam info grafis dibawah.
Berdasarkan temuan dilapangan oleh tim asset Divre III PT KAI, kontraktor telah melaksanakan proyek tanpa memberitahukan terlebih dahulu kepada pihaknya, padahal belum mengantongi legalitas. Proyek pemasangan gas harus dihentikan dulu hingga jelas kontrak kerjasamanya. Seperti diketahui, kontraktor sudah memasang pipa gas dilokasi, sementara proses perizinan dan kesepakatan masih berlangsung, Dirjen Migas belum mengantongi izin dan kesepakatan belum ditandatangani.
Sebaiknya pihak pengaju ijin dalam hal ini Dirjen Migas duduk bersama PT KAI selaku pemilik lahan membicarkan hingga tuntas kontrak kerjasama sebelum memulai proyeknya. Diperlukan kedewasaan bersikap (profesionalitas) dan transparasi atau keterbukaan untuk menghasilkan kerjasama yang fair antar kedua lembaga. Setyawan