Mohon tunggu...
Shofiuddin AlMufid
Shofiuddin AlMufid Mohon Tunggu... Dokter - Dokter

Health Proletarian ⚕ | Bariton yang Berisik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Politik Kontemporer: Quasi-Democracy dan Kapitalisasi Kekuasaan

6 Desember 2024   16:14 Diperbarui: 6 Desember 2024   16:14 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Lingkaran setan kebobrokan politik perlu untuk diputus, dan para golongan menengah adalah harapan besar untuk mengemban tugas ini. Ketika mengamati proses pemilihan umum maupun electoral vote lainnya, yang harus dinilai pertama adalah apakah dampaknya akan melahirkan bonus demokrasi atau sajian formal bagian dari quasi-democracy. Pemilu harus bisa menjadi edukasi politik yang baik bagi seluruh masyarakat, tidak hanya menjadi ajang mencari penghasilan tambahan yang tidak seberapa itu, tetapi juga harus menjadi bonus pemikiran yang besar layaknya sebuah pesta akan kedaulatan rakyat yang dielu-elukan. Generasi menengah dan produktif adalah harapan besar, mari berdaulat dan tidak anti politik, kita upayakan pemikiran-pemikiran brilliant yang akan mewarnai panggung perpolitikan.

Pendidikan adalah solusi yang utama dan terpenting tidak hanya untuk politik tetapi seluruh sendi kehidupan. Ingatlah bahwa budaya yang sekarang juga lahir dari taraf pendidikan yang rendah, romantisme feodalisme menghasilkan politik kelas bangsawan atau seseorang yang diagung-agungkan lebih dari pemikirannya. Bonus demografi perlu dibuat menjadi bonus demokrasi, anak-anak muda adalah rahim pemikiran politik, bukan suara yang mudah ditebus transaksi hina. Pemasukan pendidikan politik sejak dini dapat merangsang proses berpikir yang baik dalam bernegara, sementara pendidikan dasar dan bermoral wajib terus digenjot untuk melahirkan para pemutus rantai kebobrokan. Edukasi dan tingkat intelektual yang baik sedikit demi sedikit akan menghilangkan budaya korup dari seluruh lapisan masyarakat, preferensi generasi menengah diharapkan akan beralih menjadi lebih cerdas tidak sekadar keranjang sampah dan entertain yang menumpulkan kognitif mereka.

Sistem persyaratan untuk para kontestan politik perlu untuk dikaji ulang, aspek yang menilai kualitas calon sangat minimal, saya rasa tidak bisa kita menilai hanya dari SKCK. Skrining yang lebih selektif diharapkan mampu menjadi pemantik bagi para parpol untuk mengusung calon yang berkualitas dan melalui proses kaderisasi yang baik. Partai politik harus mampu menjadi mesin pencetak kader melalui pendidikan politiknya, bukan parpol yang hanya menjadi pengemis kekuasaan dan dana pemeliharaan.

Terakhir ketika pendidikan politik akan memperbaiki kualitas pelakunya, maka partisipasi demokrasi seharusnya akan meningkat, biaya politik yang mahal akan menurun karena dukungan dari bawah mulai membaik dan kapitalisasi modal oleh pengusaha bisa diredam. Biaya politik yang terjangkau akan melahirkan calon-calon yang variatif di setiap kontestasi dan jadilah pesta demokrasi yang partisipatif, bukan yang terus-terusan melawan kotak kosong. Panggung politik kita lambat laun akan menjadi elegan, diatasnya berjejer pemikiran-pemikiran visioner dari para politisi untuk semata-mata demi kesejahteraan rakyat Indonesia.

Politik kontemporer harus dipandang dalam artian yang benar. Politik secara filosofikal harus mampu dimaknai dan membawa arti, politik harus dilaksanakan dengan menjunjung tinggi norma dan nilai-nilai yang berlaku. Politik harus lahir melalui proses empirik dan saintifik untuk melengkapi falsafah rasional dengan menyajikan data sebagai pelengkapnya. Segala kebijakan dan keputusan yang diambil dalam pemerintahan harus lahir dari suatu pengalaman dan fakta yang diproses melalui pendekatan keilmuan dan perilaku yang etis dari para pelakunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun