Mohon tunggu...
Muhammad Hidayat
Muhammad Hidayat Mohon Tunggu... -

Lebih kurang empat tahun terakhir hidup di Beijing, melihat dan merasakan kemajuan di negeri Tiongkok ini. Menjadi pelajaran sangat berharga. Banyak hal, yang di negeri sendiri, negeri tercinta, cuma menjadi perdebatan antar kusir, tak ada ujung, di Tiongkok sini sudah dibikin tanpa banyak cing cong. Mungkin bisa sedikit share buat yang lain. Siapa tau bermanfaat. Smoga.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Jangan Pidanakan Perdata

4 Juli 2012   08:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:18 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kejaksaan sering terlanjur meningkatkan status penyidikan dan menetapkan tersangka atas dugaan korupsi. Hal ini terjadi terhadap beberapa kasus sumir di BUMN lainnya. Mungkin dengan cara ini Kejaksaan dapat memaksa yang diperiksa untuk hadir. Atau cara ini dapat menunjukkan statistik jumlah kasus korupsi. Atau cara ini membuat Direksi BUMN lebih takut kepada para penegak hukum.
Atau ada hal-hal lain yang dapat dimanfaatkan.

Pokoknya, tidak ada larangan atau hambatan untuk penetapan kasus korupsi. Apalagi di tengah pesta pembasmian korupsi. Masukkan dulu pesakitannya ke lubang koruptor. Jika terbukti salah, maka publik akan memuji Kejaksaan. Jika tidak terbukti, urusan belakangan. Terbayanglah scene film “G30S PKI”, di saat orang-orang komunis yang kesurupan membantai para jenderal karena kebencian kepada nekolim dan kaum borjuasi.

Selain ketidakadilan yang terjadi atas pemaksaan tuduhan itu, saya ingin menggambarkan resiko yang dihadapi Direksi BUMN. Hidup lurus di BUMN tidak cukup. Selalu ada yang akan mencari kesalahan kita. Sebagai pemimpin, kita tidak bisa membuat semua senang. Pasti ada segelintir yang kecewa dan ingin balas dendam. Menjelang pergantian Direksi BUMN, suhu internal akan tinggi termasuk mencuatnya kasus-kasus yang sumir. Dengan data seadanya, segilintir orang akan menyambangi penegak hukum dan mengatasnamakan masyarakat. Laporan ini kemudian di-ekspose ke media massa yang juga haus berita. Hal ini merupakan hal lumrah di BUMN-BUMN sejak reformasi.

Seperti dalam kasus yang menimpa saya ini. Beberapa staf Merpati yang kehilangan jabatan strukturalnya akibat rasionalisasi organisasi di tahun 2006, terus mempermasalahkan uang deposit itu sebagai perbuatan yang di sengaja. Untuk legitimasi diri, mereka menamakan Solidaritas Pegawai Merpati (SPM), di luar Serikat Karyawan (SEKAR) Merpati yang resmi. Mereka rajin menyambangi
kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberatan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta mengumpulkan media. Tujuan mereka satu, mendepak jajaran direksi yang akan berakhir pada Mei 2007 dan menggantikannya dengan pilihan mereka.

Badan Reserse Kriminal Mabes Kepolisian RI dan KPK telah mengeluarkan surat pemberitahuan kepada pelapor (pihak SPM) bahwa tidak ditemukan unsur pidana. Demikian juga dengan Kejaksaan Agung tidak meneruskan penyelidikan selama 2007-2008. Bahkan, pada Juni 2008 Kejaksaan (Bagian Perdata dan Tata Usaha Negara/Datun) membantu Merpati untuk mengejar dana itu ke Amerika Serikat sebagai pengacara negara.

Namun, pelapor terus mencari celah agar kasus ini menjadi pidana dan ada yang dihukum. Momentum itu datang setelah Sardjono Jhony Setiawan, Dirut Merpati, di tahun 2010 menghentikan pengejaran uang deposit itu. (Saya mundur pada Februari 2008. Ada dua Dirut Merpati sebelum Jhony yang masih mengejar deposit itu.) Kemudian, terjadi kecelakaan pesawat Merpati di Kaimana, Papua yang diikuti penyelidikan oleh Kejaksaan Agung. Entah bagaimana, justru kasus sewa pesawat ini yang dibuka kembali. Tapi, kali ini, proses peningkatan status dan penetapan tersangka
sangat cepat.

Setulus dan selurus apapun seorang Direksi BUMN di manapun, kasus ini akan mengakibatkan tiga preseden yang buruk bagi BUMN, yaitu:

• Kebijakan perusahaan dapat di pidanakan, akibatnya direksi makin lambat untuk memutuskan. Atau jika diambil pemungutan suara, ada direksi yang ‘abstain’, dan play safe.

• Setiap keputusan bisa mengandung cacat, akibatnya dibutuhkan proses legal yang panjang untuk men-sterilkan keputusan. BUMN makin sulit bergerak.

• Segelintir karyawan dapat menyusun fitnah yang sistematis dan menggalang dukungan dari luar perusahaan sampai terjadi direksi diganti atau masuk penjara.

Mungkin banyak Direksi BUMN saat ini sangat yakin tidak akan di pidanakan karena lurus dan “berani” mengambil keputusan “karena benar”. Sama seperti yang saya yakini selama enam tahun memimpin Merpati. Akan tetapi, setelah rezim berganti dan beberapa tahun meninggalkan BUMN itu, siapakah yang akan melindungi kejujuran direksi itu? Masalah apapun di sebuah BUMN dapat diolah
menjadi suatu kasus korupsi karena stigma BUMN sebagai sarang korupsi sangatlah kuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun