Mohon tunggu...
Uci Junaedi
Uci Junaedi Mohon Tunggu... Administrasi - SocialMedia

Social Media Businnes Service

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

RUU Omnibus Law Cipta Kerja Menguntungkan Pekerja?

6 Maret 2020   09:16 Diperbarui: 6 Maret 2020   09:22 1769
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : ekbis. sindonews.com


Sebelum kita membahas polemik yang saat ini sedang ramai, maka terlebih dahulu kita mengetahui apa itu Omnibus Law dan Cipta Kerja itu.
Omnibus Law merupakan metode yang digunakan untuk mengganti dan/atau mencabut ketentuan dalam Undang-Undang, atau mengatur ulang beberapa ketentuan dalam UU ke dalam satu UU (Tematik). Sedangkan Cipta Kerja ada 11 klaster pembahasan

1. Penyederhanaan Perizinan
2. Persyaratan Investasi
3. Ketenagakerjaan
4. Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMK-M
5. Kemudahan Berusaha
6. Dukungan Riset & Inovasi
7. Administrasi Pemerintahan
8. Pengenaan Sanksi
9. Pengadaan Lahan
10. Investasi dan Proyek Pemerintah
11. Kawasan Ekonomi

Akhir-akhir ini kita diributkan dengan pro-kontra RUU Omnibuslaw khususnya cluster mengenai Cipta Kerja. Apa saja yang menjadi polemik selama ini yaitu salah satunya adalah Pasal-pasal yang terkandung dalam RUU Cilaka mengubah ketentuan dalam pengaturan tenaga kerja asing, status kerja, pekerja alih daya, jam kerja termasuk istirahat dan cuti, pengupahan, pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pesangon, sanksi dan pelanggaran, hak pekerja perempuan, dan jaminan sosial untuk pekerja. Hal ini yang menjadi polemik di kalangan masyarakat.

Bagaimana sih sebenarnya RUU Omnibuslaw khusunya cluster ketenagakerjaa itu mengatur hal-hal yang ditakutkan banyak orang itu ? Mari kita kupas tuntas dalam artikel ini. (Saya ambil dari berbagai sumber)

Mengenai pengaturan tenaga asing. Dalam draft RUU Omnibus Law khususnya Ciptaker, terdapat pasal-pasa yang mengatur tentang penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) khususnya pada BAB IV Ketenagakerajaan.

Pasal 437 menjelaskan bahwa setiap pemberi kerja yang mempekerjakan TKA wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Pada pasal ini juga disebutkan bahwa pemberi kerja orang perseorangan dilarang mempekerjakan TKA. TKA yang dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu.

Jadi dari penjelasan tersebut, TKA yang boleh dipekerjakan adalah pekerjaan tertentu, seperti pekerjaan yang tidak bisa dilakukan oleh pekerja dari dalam negeri. Seperti start up, kunjungan bisnis dan penelitian dibebaskan dari kewajiban Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing.

Pengaturan Status kerja, pekerja alih daya, tidak seperti apa yang ditakutkan oleh berbagai kalangan seolah-olah pekerja itu akan bekerja sebagai tenaga kontrak seumur hidup padahal tidak demikian. Tenaga kerja kontrak itu khusus bagi pekerjaan yang bersifat sementara dan pada jangka waktu tertentu. Hal ini dimungkinkan karena adanya perkembangan tekhnologi digital dibarengi dengan revolusi industri 4.0.

Selain daripda itu, di dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini bahkan memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja kontrak, yaitu diberikan hak dan perlindungan yang sama dengan Pekerja Tetap, antara lain dalam hal: Upah, Jaminan Sosial, Perlindungan K3, termasuk kompensasi pengakhiran hubungan kerja.

Mengenai jam kerja termasuk istirahat dan cuti, serta pengupahan di dalam draft rancangan Omnibus Law Cipta Kerja menyatakan bahwa pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja yang ditetapkan pemerintah. Waktu kerja tersebut paling lama 8 jam sehari dan 40 jam 1 minggu.

Beberapa pihak menduga bahwa apabila seorang pekerja itu bekerja kurang dari 40 jam seminggu maka akan berpotensi mendapatkan gaji di bawah upah minimum.

Padahal kenyataannya sesuai dengan penjelasan Kemenko Perekonomian, Omnibus Law memang akan mengatur skema upah per jam. Namun upah minimum yang biasanya juga tidak dihapuskan. Kebijakan pengupahan masih tetap menggunakan sistem upah minimum. Upah minimum tidak turun dan tidak dapat ditangguhkan. Kenaikan upah minimum memperhitungkan pertumbuhan ekonomi daerah. Dan upah per jam dapat diberikan untuk jenis pekerjaan tertentu (konsultan, paruh waktu, ekonomi digital). (Sumber bahan paparan kemenko perekonomian).

Mengenai masalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pesangon, sanksi dan pelanggaran, di dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini memberikan perlindungan bagi tenaga kerja yang terkena PHK agar tetap mendapatkan konpensasi PHK, seperti  pesangon, penghargaan masa kerja, dan kompensasi lainnya. Selain itu di dalam RUU ini Pemerintah memberikan tambahan kompensasi berupa Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Yang dimaksud dengan manfaat JKP adalah :

1) Cash Benefit,
2) Vocational Training,
3). Job Placement Access.

Adapun Penambahan manfaat JKP ini tidak akan menambah beban iuran bagi pekerja dan perusahaan. Pekerja yang terPHk juga akan mendapatkan jaminan sosial lainnya seperti :
1) Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK);
2) Jaminan Hari Tua (JHT);
3) Jaminan Pensiun (JP);
4) Jaminan Kematian (JKm);
5) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Hal lainnya yang menjadi polemik adalah mengenai Hak pekerja perempuan. Di dalam draft RUU Omnibus Law Cipta Kerja hak pekerja mendapatkan cuti hamil, melahirkan hingga cuti haid tidak tercantum bahkan banyak pemberitaan yang menyebutkan bahwa hak-hak tersebut dihapus melalui Omnibus Law Cipta Kerja. Padahal pada kenyataan tidak seperti itu, ketentuan-ketentuan tersebut masih tercantum dalam aturan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan Undang-Undang ini masih berlaku.

Hal ini sebagaimana juga ditegaskan oleh Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah bahwa aturan terkait hak-hak pekerja  perempuan seperti cuti hamil, melahirkan hingga cuti haid akan tetap berlaku meski UU Omnibus Law Cipta Kerja disetujui. Pasalnya, ketentuan-ketentuan tersebut masih tercantum dalam aturan yang berlaku saat ini yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Ketentuan ada di UU 13 2003, cuti hamil, cuti haid, cuti menikahkan, cuti menikah, kami tidak hapuskan itu," kata Ida di Jakarta, Kamis (20/2/2020). (Kontan.co.id)

Dari penjelasan di atas maka kita dapat simpulkan bahwa RUU Omnibus Law itu tidak merugikan pekerja bahkan sangat menguntungkan bagi pekerja hal ini bisa terlihat dari draft ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam RUU Omnibus Law,  untuk itu mari kita sudahi perdebatan dan polemik yang berkepnajangan menegani RUu Omnibus Law, saat nya sekarang kita dukung dan awasi bagaiaman RUU itu dibentuk dan menguntungkan berbagai pihak.

Sumber : dari berbagai sumber

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun