[caption caption="sumber gambar : akun twitter @SBYudhoyono"][/caption]
Presiden Jokowi berencana akan menghidupkan lagi pasal penghinaan presiden, beliau beralasan bahwa Presiden sebagai simbol Negara yang harus di hormati bukan untuk membungkam rakyat justru dengan pasal ini untuk melindungi mereka yang kerap mengkritisi pemerintah lewat cara yang baik demi kepentingan umum. Jokowi juga menyebut bahwa pasal penghinaan presiden pernah diajukan pemerintah sebelumnya. Namun, saat itu pembahasannya tidak selesai di DPR. Kemudian pemerintah sekarang mengajukan kembali pasal penghinaan itu. Dari pernyataan Jokowi ini kemudian Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akhirnya ikut berkomentar di akun Twitter resminya @SBYudhoyono.
Menanggapi apa yg sedang diperdebatkan masyarakat, penghinaan thdp Presiden, izinkan saya menyampaikan pandangan saya. *SBY*
Di satu sisi, perkataan & tindakan menghina, mencemarkan nama baik & apalagi memfitnah orang lain, tmsk kpd Presiden, itu tidak baik. *SBY*
Dlm demokrasi memang kita bebas bicara & lakukan kritik, tmsk kpd Presiden, tapi tak harus dgn menghina & cemarkan nama baiknya. *SBY*
Prinsipnya, janganlah kita suka berkata & bertindak melampaui batas. Hak & kebebasan ada batasnya. Kekuasaanpun juga ada batasnya. *SBY*
Lebih lanjut SBY menyampaikan, Di sisi lain, penggunaan kekuasaan (apalagi berlebihan) utk perkarakan orang yg dinilai menghina, tmsk oleh Presiden, itu jg tdk baik. *SBY*
Penggunaan hak & kebebasan, tmsk menghina orang lain, ada pembatasannya. Pahami Universal Declaration of Human Rights & UUD 1945. *SBY*
 Sebaliknya, siapapun, tmsk Presiden, punya hak utk tuntut seseorang yg menghina & cemarkan nama baiknya. Tapi, janganlah berlebihan. *SBY*
Pasal penghinaan, pencemaran nama baik & tindakan tidak menyenangkan tetap ada "karetnya", artinya ada unsur subyektifitasnya. *SBY*
Kemudian SBY berbagi pengalaman kepada Jokowi dalam memimpin Indonesia selama 10 tahun ini
Terus terang, selama 10 th jadi Presiden, ada ratusan perkataan & tindakan yg menghina, tak menyenangkan & cemarkan nama baik saya. *SBY*
Foto resmi Presiden dibakar, diinjak2, mengarak kerbau yg pantatnya ditulisi "SBY" & kata2 kasar penuh hinaan di media & ruang publik *SBY*
Kalau saya gunakan hak saya utk adukan ke polisi (karena delik aduan), mungkin ratusan orang sudah diperiksa & dijadikan tersangka. *SBY*
Barangkali saya juga justru tidak bisa bekerja, karena sibuk mengadu ke polisi. Konsentrasi saya akan terpecah. *SBY*
Andai itu tjd mungkin rakyat tak berani kritik, bicara keras.Takut dipidanakan, dijadikan tersangka.Sy jd tdk tahu apa pendapat rakyat *SBY*
SBY kemudian memuji bahwa pemerintahan saat ini tidak ada lagi yang berani untuk menghina seperti apa yang dialami beliau di dalam pemerintahannya.
Kalau pemimpin tak tahu perasaan & pendapat rakyat, apalagi media juga diam & tak bersuara, saya malah takut jadi "bom waktu". *SBY*
Sekarang saya amati hal seperti itu hampir tak ada. Baik itu unjuk rasa disertai penghinaan kpd Presiden, maupun berita kasar di media *SBY*
Ini pertanda baik. Perlakuan "negatif" berlebihan kpd saya dulu tak perlu dilakukan kpd Pak Jokowi. Biar beliau bisa bekerja dgn baik. *SBY*
Dalam tweetnya juga SBY memberikan masukan kepada pemerintahan jokowi untuk menggunakan kekuasaan itu tidak secara melampaui batas karena apabila melampaui batas akan disalahgunakan yang pada akhirnya rakyat akan tertindas.
Kita semua harus belajar gunakan kebebasan (freedom) secara tepat. Jangan lampaui batas. Ingat, kebebasanpun bisa disalahgunakan. *SBY*
Ingat, liberty too can corrupt. Absolute liberty can corrupt absolutely. Saya pendukung demokrasi & kebebasan. Tetapi bukan anarki. *SBY*
Sebaliknya, pemegang kekuasaan jangan obral & salahgunakan kekuasaan. Kita sepakat, negara & penguasa tak represif & main tangkap. *SBY*
Power tends to corrupt. Absolute power corrupts absolutely. Kekuasaan tidak utk "menciduki" & menindas yg menentang penguasa. *SBY*
Para pemegang kekuasaan (power holders) tak boleh salah gunakan kekuasaannya. Presiden, parlemen, penegak hukum, pers & juga rakyat. *SBY*
Kesimpulan: demokrasi & kebebasan penting, namun jangan lampaui batas. Demokrasi juga perlu tertib, tapi negara tak perlu represif. *SBY*
Seperti diketahui, Pemerintah Joko Widodo menginginkan pasal penghinaan terhadap presiden masuk ke dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) melalui Pasal 263 ayat 1 RUU KUHP yang juga diajukan Jokowi ke DPR yang berbunyi "Setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV." Ruang lingkup Penghinaan Presiden pun diperluas lewat RUU KUHP Pasal 264 yang berbunyi setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
Sangat ironi kalau seandainya Jokowi dan jajaran pemerintahan takut akan hinaan cacian dan makian sehingga popularitas menurun yang kemudian mengorbankan rakyat dan membungkam rakyat dengan kekuasaan nya, kita tidak lupa apa yang dikatakan jokowi bahwa kritik publik sudah sering menjadi santapannya sehari-hari. Semua itu sudah dirasakannya sejak menjadi Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta hingga akhirnya menjadi presiden, untuk itu kami sebagai rakyat berharap pemerintah tidak menggunakan kekuasaan nya dengan semena-mena, saya meyakini apabila jokowi dan pemerintahan bekerja dengan baik untuk rakyat maka rakyat pun tidak akan berani untuk menghina, mencaci bahkan rakyat akan memuja-muji jokowi.
Salam Kompasiana, terima kasih
Twitter @SBYudhoyono
Berbagai sumber
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H