Mohon tunggu...
Nawir
Nawir Mohon Tunggu... Atlet - Muhammad

menjadi bayang dibalik layar

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kapitalisme dan Budaya Konsumsi

11 Agustus 2020   22:21 Diperbarui: 11 Agustus 2020   22:33 1336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar Gambar oleh mohamed Hassan dari Pixabay

Globalisasi Sebagai Pengantar

Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai kapitalisme & budaya konsumsi  alangkah baiknya kita membahas sedikit mengenai globalisasi. Karena membahas tema ini tidaklah lengkap tanpa memahami globalisasi sebagai kendaraan kapitalisme dan postmodernisme itu sendiri.

Globalisasi merupakan  hasil penggabungan atau akumulasi antara internasionalisasi dan homogenisasi (Perrot dalam Concilium 2001). Dalam defenisi ini Perrot menggunakan kata Internasionalisasi yang diartikan sebagai proses penyebaran paham-paham keseluruh dunia. Atau Anthony Giddens mendefinisikan Globalisasi sebagai kondisi dimana informasi tidak ada lagi yang ditutup-tutupi.

Globalisasi  sebagai suatu sistem tentu memiliki dua sisi yang berbeda, di sisi lain dianggap sebagai suatu hal yang positif  karena dengan globalisasi sistem informasi  komunikasi, ilmu pengetahuan dan sains berkembang dan menyebar ke seluruh penjuru dunia dengan cepat. Dengan harapan globalisasi  akan menjadi payung pemersatu yang membuat manusia tidak lagi memiliki sekat.

Namun disisi lain kemunculan kapitalisme justru memunculkan dampak negatif salah satunya adanya diferensiasi kelas yang yang penilaiannya terletak pada pada bidang sosial ekonomi. Pada bidang ekonomi kapitalisme telah membuat jurang-jurang pemisah antara kaya dan miskin, barat/utara sebagai mayoritas pemilik Modal dan timur /selatan sebagai buruh kasar yang miskin.  

Selain dari sisi ekonomi globalisasi juga berpengaruh terhadap budaya masyarakat dimana globalisasi yang seharusnya menjadikan keanekaragaman budaya yang mampu diterima disemua lapisan masyarakat justru menghomogenisasi   budaya dengan dukungan teknologi dan informasi sehingga budaya baru masuk dan meng membaurkan bahkan melenyapkan budaya asli sehingga masyarakat mengikuti kecenderungan umum budaya global.  

Akibatnya, budaya mengalami kesimpangsiuran asal-usul , budaya tidak lagi menjadi  milik entitas tertentu namun sebuah  budaya baru akan  diterima oleh seluruh kalangan masyarakat yang pada akhirnya akan menjadi milik semua orang tanpa ada lagi keragaman dan perbedaan dalam masyarakat.

Kapitalisme dan Budaya Konsumsi

Dalam pemahaman dasar kapitalisme kita mungkin beranggapan bahwa keuntungan atau surplus antara modal dan labour adalah inti dari kapitalisme namun sesungguhnya kapitalisme sebagai suatu sistem tidaklah sesederhana itu. 

Max Weber beranggapan bahwa kapitalisme merupakan cara produksi dan hubungan dalam proses produksi yang kemudian  berimplikasi dalam kontek ekonomi, politik, sosial, psikologis maupun kultural. Sehingga kapitalisme sebagai suatu sistem ekonomi sebenarnya tidaklah berdiri sendiri namun telah ditopang oleh ideologi liberalisme yang ternyata memang sejalan dengan prinsip dasar kapitalisme yaitu mendorong tumbuhnya sikap individualisme. 

Setelah berakhirnya perang dingin tahun 1980-an diadakan pertemuan Great Agreement on Trade and Tariff  (GATT) di Marakkesh, Maroko, 1993 yang menandai ekspansi pasar kapitalisme keseluruh dunia.  sehingga kapitalisme tidak lagi dibatasi oleh territorial bahkan kedaulatan negara itu sendiri konsep ini disebut dengan Kapitalisme Global. 

Kapitalisme Global merupakan penyempurnaan dari kapitalisme klasik yang dikritik oleh Marx dan Engles dan dengan bekembagnya paham-paham global (globalisasi) semakin membuat kapitalisme menancapkan pengaruh yang tajam ke seluruh penjuru dunia.

Perkembangan Kapitalisme modern membutuhkan masyarakat konsumsi (consumer society) yang berfungsi sebagai objek yang akan melahap semua produk kapitalisme. 

Perilaku konsumtif masyarakat modern tidak hanya berbicara mengenai  pemenuhan kebutuhan dasar (needs) individu namun telah berubah menjadi konsumsi tanda (sign) dan status sosial dimasyarakat. Sehingga logika konsumsi yang melihat dari nilai guna berubah menjadi nilai identitas. Yasraf mendefinisikan sebagai suatu yang  dapat dimaknai sebagai sebuah proses objektifikasi, yaitu proses eksternalisasi dan internalisasi diri lewat objek-objek sebagai medianya.

Paul de Gay melihat pola konsumsi sebagai tindakan manipulasi masyarakat yang mengakibatkan keterpisahan  eksistensi sosial yang lebih otentik. Dia juga beranggapan bahwa kebanyakan konsumen melakukan kegiatan konsumsi demi penentuan eksistensi diri. Penentuan "siapa aku" dapat ditentukan dengan produk yang drajat luarnya dapat mengangkat identitas sosialnya, identitas disini dapat ditemukan dengan antara merek yang terkenal  dan unik dihubungkan dengan harga barang yang mahal (Paul du Gay 1997)

Dalam masyarakat konsumer, objek-objek konsumsi dipandang sebagai ekspresi diri atau eksternalisasi para konsumer (bukan melalui kegiatan penciptaan), dan sekaligus sebagai internalisasi nilai-nilai sosial budaya yang terkandung didalamnya. 

Budaya konsumen telah mempengaruhi masyarakat dalam mengekspresikan estetika dan gaya hidup hal ini terlihat dari  kehidupan masyarakat itu sendiri yang terjerat dalam konsep kesadaran palsu. 

Konsep kesadaran palsu ini dapat diperoleh dari berbagai media yang mempropagandakan berbagai jenis barang dan jasa melalui iklan. sehingga masyarakat melihat iklan sebagai suatu cermin kenyataan, dalam iklan semua tampil secara sempurna sehingga masyarakat secara langsung menjadikan media iklan sebagai penentu identitas seseorang. 

#pelita_Buana_11_Agustus_2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun