Seorang petugas kebersihan asyik mengepel area sekitar makam. Dia ramah. Tidak keberatan aktivitasnya terganggu sejenak oleh serombongan penziarah.
Ia sangat maklum, masih banyak orang yang belum melupakan tragedi yang menimpa gadis cilik, yang jasadnya terbaring di sana. Masih banyak orang memuliakannya.Â
Masyarakat masih mengenang Irma Surjani Nasution, atau dikenang sebagai Adik Irma Suryani, seorang gadis cilik korban peristiwa kelam Gerakan 30 S PKI , tahun 1965.
Namun gadis cilik yang saat itu berusia 5 menjelang 6 tahun terkulai, bersimbah darah. Dia tabah dan baik hati. Justru sempat menghibur kakaknya yang menangisinya, dan menyatakan bahwa dia baik baik saja. "Adik sehat," katanya lirih, sebelum akhirnya pergi ke pangkuan NYA.
Dulu balaikota ini adalah kawasan makam, namun tahun 1979 semua dipindahkan ke tanah kusir. Dengan berbagai pertimbangan, makam Adik Irma tetap dipertahankan di sana.
Tak ada tanda-tanda terbaring anak kesayangan bangsa ini di sana.
Dari trotoar, yang sering digunakan orang sebagai jalan pagi, yang terlihat hanya bongkahan bongkaran bangunan dan besi-besi. Sehingga tampak tempat itu tengah dalam pembangunan.Â
Di sekitar area tersebut, memang tengah dibangun sebuah masjid. Pagar yang membatasi trotoar dan makam yang rapat, membuat orang mengira pintu gerbang terkunci.
Rombongan yang ziarah pagi itu adalah rombongan Komunitas Pemangku (Pemakai Angkutan Umum). Komunitas penggemar treking, dan pengguna moda transportasi umum.
Mereka tidak kesulitan menemukan tempat ini, karena ketua komunitas, Iwan BSN adalah penduduk daerah tersebut. Dia juga yang mengetahui, bahwa pagar tersebut bisa dibuka dengan menjulurkan tangan ke balik pagar, dan membuka kunci rantai gerbang.
Makam gadis cilik berusia 9 tahun ini dimuliakan tersebab oleh sejarah pula. Menurut riwayat, kakek gadis cilik tersebut adalah seorang tuan tanah kaya raya di daerah ini.
Pada tahun 1700 Masehi, Saimun, demikian nama laki-laki kaya tersebut, sakit parah.
Dia mengadakan sayembara dan bernazar. Siapa pun yang bisa menyembuhkan sakitnya, akan dinikahkan dengan putrinya, yang bernama Sakinah.
Seorang pemuda tampan dari negeri Yaman, Habib Abdullah bin Muhammad Aidid, berhasil menyembuhkan Saimun, dan menjadi pemenang sayembara.Â
Dari hasil pernikahan tersebut, lahirlah seorang putri bernama Fatmah. Gadis cilik ini penghapal Al-Quran alias Hafidzah. Dia menuruni talenta ayahnya, mampu menyembuhkan orang sakit.
Banyak masyarakat sudah disembuhkannya. Pada usia 9 tahun, dia mendapat haid pertama, sekaligus haid terakhirnya. Karena setelah haid bersih, dia dipanggil Sang Maka Pengasih.
Habib Abdullah memakamkan putri kesayanganya di daerah Petogogan, Kebayoran Baru ini. Dan memerintahkan para pembantunya untuk merawat makam tersebut.
Dijelaskan Iwan, treking yang dilakukan komunitas Pemangku memang tidak melulu berupa jalan jalan atau berburu kuliner. Pada banyak trek, diselipkan wisata sejarah, heritage, dan kuliner jadul. Treking yang dilakukan jumat 20 Desember 2019 lalu, diberi nama " Trek Dua Putri Suci".
Perjalanan diselingi juga dengan sarapan ringan di kantin kecil balaikota, yang terletak dekat area parkir. Amat kecil kantinnya, namun untuk kulinernya, berani direkomendasikan dalam skala bintang lima.
Berbagai rebusan seperti Jagung, Ubi, Gorengan Pisang Tanduk, Bakwan, Buah Sukun, Cocok dipadupadankan dengan minuman panas Air jahe geprek gula aren.
Jika pandai mengambil angle foto, hasil foto foto di sini sungguh layak tayang atau dikenal oleh kaum milenial dengan istilah instagramable, alis layak ditayangkan di media sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H