Kebiasaan ini tetap  mereka lakukan di kota besar, jika mereka akan bersilaturahmi dengan sanak keluarga di kota besar atau menjual hasil bumi, serta kerajinan tenun ke kota. Urang Kanekes terkenal sebagai suku yang hemat dan gemar berjalan kaki. Ini pelajaran pertama bagi orang kota.
Perjalanan  mendaki dan menurun dengan kemiringan 15 sampai 30 bahkan hingga 45 derajat ini, membukakan sebuah kesadaran baru.Â
Ini penyebab sungguh sulit mencari orang obesitas di Baduy. Perjalanan jauh, berliku, menanjak, menurun, membuat suku baduy tak sempat menimbun lemak di tubuh mereka. Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa hingga kaum sepuh, semua langsing.Â
"Waktu naik, tas pinggang saya ketat di perut. Lihat, setelah turun dari Baduy, tasnya longgar. ," ujar Yanthy Nugroho, menunjukan perutnya yang mendadak langsing hanya dengan sekali perjalanan pulang pergi ke jembatan kayu, jembatan batas antara  Suku Baduy Dalam dan Luar.
Memasuki rumah salah seorang penduduk Baduy Luar untuk makan bersama, terasa kebersihan itu. Tak banyak barang yang mereka miliki, membuat balai rumah mereka mudah dibersihkan.Sejalan dengan intruksi ketua rombongan untuk membawa pulang sampah pribadi dalam ransel masing masing.Rombongan Pemangku merupakan rombongan yang unik, agak berbeda dengan rombongan lain yang biasa menjelajahi atau melakukan treking ke pedalaman ini. Betapa tidak, umumnya  rombongan lain adalah kaum muda yang masih sehat dengan kekuatan stamina prima.Â
Seperti rombongan mahasiswa jurusan Jurnalistik Universitas Islam Negeri ( UIN) Bandung yang sedang menginap di sana. Kekuatan remaja mereka mendukung pencapaikan treking ini. Mereka menginap, hingga memberi waktu bagi tubuh untuk mengembalikan stamina saat pulang keesokan harinya.