Batur BudDer, mungkin istilah NGAWA masih terdengar asing dalam wacana kita sehari-hari. Tapi tidak untuk masyarakat nelayan, khususnya nelayan Indramayu, pun generasi berikutnya yang bersentuhan secara langsung dengan ranah kelautan atau mengadopsi dongengan kakek buyutnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah NGAWA belum dapat kami pastikan/temukan secara ajeg, atau berdiri sendiri sebagai kata. Namun sebagai landasan pakem, bahwa NGAWA menurut sebagian banyak nelayan berasal dari kata "bawa" atau "bawaan".
Kata "bawaan' memang banyak mengandung arti, namun secara simple "bawaan" dalam tafsir NGAWA artinya "merantau"---membawa bekal sebanyak-banyaknya untuk tujuan tertentu, yang dalam hal ini mencari ikan di lautan lepas.
Deskripsi tentang NGAWA tidak lepas dari jenis perahu yang digunakan, sarana, alat tangkap, dan juga berapa lamanya waktu yang ditempuh sebagai bagian dari penunjang aktivitasnya. Nelayan yang menjalankan pola NGAWA umumnya menggunakan perahu jenis Tembon, Soto, dan atau Kolek dengan tambahan "kajang" atau gubuk dari welit di tengah perahu. Kajang yang terbuat dari papan kemudian disebut "jerubung".
Karena belum dikenal mesin sebagai penggerak perahunya, pada saat itu NGAWA hanya mengandalkan angin untuk melajukan perahunya. Di perahu tersebut terdapat tiga jenis layar, dan salah-satunya adalah layar "agung" yang posisinya berada di tengah geladak.
Dan layar agung inilah yang kemudian rutin digunakan jikalau terpaan angin dirasa terlampau besar. Dua layar lainnya dilipat dan hanya berfungsi untuk "teduhan", istilah untuk tidak ada angin---menfungsikan tiga layar sekaligus.
Area tangkap NGAWA umumnya di tengahan pulau (pertengahan antara pulau Jawa dan Kalimantan) dan atau di perbatasan Malaysia. Di area itulah cenderung banyak ikan-ikan jenis super; ikan cucut atau sejenis hiu dan terkadang junjunan.
Selain cucut, ikan jenis bambangan, tongkol, dan manyung biasanya diburu sebagai jenis ikan kelas 2 (second class). Jenis ikan manyung inilah yang kemudian setelah diolah sebagai ikan asin dikenal dengan nama "jambal roti". Sedangkan alat tangkap yang digunakan untuk nelayan pola NGAWA ini, pertama kali atau sebelum mengenal jaring nylon (tahun 80-an) masih menggunakan sistim kail atau pancing.
Ikan yang mereka dapati, karena belum menggunakan peti es atau freezer secara modern, ikan tersebut diolah dengan proses penggaraman. Untuk menunjang berlangsungnya proses tersebut, di perahu terdapat dua jenis kotak atau peti. Yakni kotak "baceman" dan kotak "tirisan" yang masing-masing kotak dengan fungsinya bukan bersifat metode tunggal, melainkan berfungsi secara periodik.
Ikan yang telah diolah diawetkan dengan teknik penggaraman dimasukan ke dalam kotak baceman. Berkisar antara 1-2 minggu ketika garam sudah mencair, selanjutnya ikan-ikan tersebut dipindahkan ke kotak tirisan, yakni proses untuk menghilangkan kadar air lanjutan.
Orang NGAWA biasanya secara relatif menempuh waktu berbulan-bulan lamanya---empat hingga tujuh bulan. Dua hingga empat bulan adalah waktu tempuh menuju lokasi tangkap terhitung pulang-pergi.
Dan antara satu hingga dua bulan adalah waktu yang dipergunakan sebagai waktu penangkapan ikan. Karena sarana penunjang dan lamanya waktu tempuh maka ikan-ikan yang mereka peroleh diolah melalui proses pengeringan atau diolah untuk menjadi jenis lauk ikan asin. Sekali waktu ikan-ikan olahan tersebut dijual/lelang di pulau-pulau terdekat dengan lokasi tangkapan.
Memasuki tahun 90-an, NGAWA sudah tidak banyak yang meminati. Pun perahu-perahu yang digunakannya juga sudah mulai jarang dijumpai. Masyarakat nelayan mulai berpindah menggunakan mesin, alat tangkap jaring, dan teknik olahan ikan secara pengawetan dengan sarana peti pendingin (saat itu masih menggunakan es balok). Perahunya pun yang pada saat itu tren adalah perahu jenis sope dengan berbagai ukuran.
Batur BudDer, demikian ringkas literasi tentang NGAWA. Adapun netizen yang mau berbagi baik dengan cara menambahkan ataupun koreksi kami persilahkan untuk menuliskannya di kolom komentar. Salam Budaya, Salam Berbagi!....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H